Revitalisasi Sektor Pertanian: Sumatera Utara Kunci Kedaulatan Pangan Indonesia

Oleh : Muhammad Ansor Nst

Lk3 Advance training Badko Sumatera Utara

 

matarakyat24.com– (12/05/2025) Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius dalam menjaga ketahanan dan kelangsungan pangan. Perubahan iklim, ketegangan geopolitik global, gangguan rantai pasok, serta gejolak harga pangan akibat inflasi menjadi faktor-faktor yang mengganggu kestabilan sistem pangan nasional. Dalam konteks ini, Provinsi Sumatera Utara memiliki potensi besar untuk berkontribusi sebagai pilar ketahanan pangan Indonesia, mengingat kekayaan sumber daya alam dan potensi lahan pertaniannya. Namun tanpa adanya upaya revitalisasi sektor pertanian secara menyeluruh, potensi tersebut hanya akan menjadi omong kosong ketika tidak di kaji secara serius.

Secara geografis, Sumatera Utara merupakan wilayah agraris dengan hamparan dataran luas dan tanah pinggiran kota. Komoditas seperti padi, jagung, cabai, kopi, dan berbagai jenis hortikultura tumbuh subur di wilayah ini. Produk pertanian unggulan seperti kopi Mandailing, salak dari Padangsidimpuan, dan tembakau deli bahkan telah dikenal hingga pasar ekspor. Namun demikian, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Utara masih tergolong rendah. Berdasarkan data BPS (2023), sektor pertanian hanya menyumbang sekitar 22,53% terhadap PDRB Sumut, padahal sektor ini menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Suryana (2003) dalam bukunya “Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan dalam Perspektif Pembangunan Ekonomi Nasional” menyatakan bahwa sektor pertanian harus ditempatkan sebagai pilar utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Revitalisasi pertanian bukan sekedar peningkatan hasil produksi, namun harus mencakup aspek kesejahteraan petani, penguatan kelembagaan, pengembangan infrastruktur, serta perlindungan terhadap lingkungan. Senada dengan itu, penelitian Nugroho dan Wicaksono (2020) dalam Jurnal Agribisnis Indonesia menegaskan bahwa pendekatan pembangunan pertanian harus inklusif dan berkelanjutan agar mampu menjadi solusi terhadap krisis pangan dan kemiskinan di pedesaan.

Permasalahan pada sektor pertanian Sumatera Utara antara lain adalah rendahnya produktivitas lahan, terbatasnya akses petani terhadap teknologi dan informasi pasar, lemahnya infrastruktur irigasi, serta ketimpangan dalam sistem distribusi dan tata niaga. Banyak petani yang masih menggunakan metode tradisional yang tidak efisien dan sulit bersaing di pasar modern. Selain itu, alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan perumahan di wilayah sekitar peedesaan menjadi ancaman nyata terhadap eksistensi lahan produktif. Data dari BPS (2023) menunjukkan penurunan luas lahan sawah irigasi sebanyak 2,1% setiap tahun dalam lima tahun terakhir di wilayah Sumatera Utara.

Revitalisasi sektor pertanian harus menjadi prioritas pembangunan daerah. Hal ini bukan sekadar soal pembaruan teknis, tetapi menuntut transformasi sistem dari hulu ke hilir. Di sisi hulu, pemerintah harus menjamin ketersediaan benih unggul, subsidi pupuk yang tepat sasaran, pelatihan petani berbasis teknologi, serta penyuluhan berkelanjutan. Di sisi hilir, perlu penguatan infrastruktur seperti jalan usaha tani, gudang penyimpanan, dan pasar tani yang mendukung efisiensi rantai pasok. Menurut FAO (2021), keberhasilan pertanian modern tidak lepas dari dukungan sistem logistik dan kelembagaan pasar yang solid.

kebutuhan Lebih jauh lagi, insitusi pertanian membutuhkan partisipasi aktif generasi muda. Fenomena urbanisasi dan rendahnya minat generasi muda terhadap pertanian perlu dijawab dengan kebijakan inovasi. Peran petani milenial menjadi krusial. Mereka harus diberikan akses modal, pelatihan digitalisasi pertanian (smart farming), serta jaminan pasar. Studi oleh Widodo dkk. (2021) dalam Jurnal Penyuluhan Pertanian menunjukkan bahwamenunjukkan bahwa partisipasi petani muda dalam pertanian digital mampu meningkatkan efisiensi produksi hingga 30%.

Dengan hal itu, organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) khususnya Badko Sumatera Utara memiliki peran strategis. Sebagai agen perubahan, HMI dapat mendorong kebijakan pro-petani melalui kajian ilmiah, advokasi kebijakan, diskusi publik, hingga pengabdian langsung di desa-desa binaan. Keterlibatan intelektual kampus dalam isu-isu pertanian sangat penting untuk menciptakan reformasi agraria yang berbasis kerakyatan.

Revitalisasi sektor pertanian Sumatera Utara tidak hanya akan memperkuat ketahanan pangan daerah, tetapi juga dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap sentra produksi pangan di Pulau Jawa. Dengan kekayaan alam, sumber daya manusia yang melimpah, serta peluang teknologi pertanian modern, Sumatera Utara bisa menjadi salah satu lumbung pangan strategis nasional. Namun, semua ini harus saling berkolaborasi dan memiliki kemauan politik dan sinergi lintas sektorpemerintah, swasta, akademisi, dan organisasi masyarakat.

Kedaulatan pangan bukan hanya tentang swasembada produksi, tetapi juga mencakup keadilan distribusi, ekologi petani, dan perlindungan terhadap lahan serta ekosistem. Jika Sumatera Utara mampu melaksanakan reformasi pertanian yang inklusif dan berkelanjutan, serta melibatkan kekuatan intelektual,sosial dan organisasi mahasiswa, maka kita yakin dan percaya provinsi ini dapat menjadi model keberhasilan nasional. Di tengah ancaman krisis pangan global, kini saatnya Sumatera Utara mengambil peran strategis. Kedaulatan pangan Indonesia bisa dimulai dari ladang-ladang pinggiran di bumi Sumatera Utara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *