Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Masih berbicara tentang cinta dan k edahsyatannya. Ya, kali ini kita berbicara khusus sosok para pecinta dari kaum hawa. Para wanita yang lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada dirinya sendiri, anak, dan seluruh manusia. Bagaimana mereka tidak bersikap demikian, wong ia tahu sabda Rasulullah yang berbunyi, ”Setiap orang dari kalian tidak beriman, hingga aku menjadi orang yang paling dicintai daripada anak dan ayahnya, serta seluruh manusia.” (Mutaffaq ‟Alaih).
Mereka, adalah sosok-sosok yang telah merasakan manisnya iman. Mereka, para wanita yang mengorbankan jiwa, harta, anak si jantung hatinya, dan apa saja yang mereka miliki demi menolong agama Allah, meninggikan panji Islam, dan membela Sunnah nabinya. Mereka berkorban dengan apa saja untuk tujuan itu semua.
Generasi salafus shalih teladan paling baik bagi kita dan perumpamaan paling ideal tentang cinta ini. Di antara kisah-kisah heroik tentang mereka ialah kisah-kisah berikut:
Kisah pertama adalah kisah tentang Wanita Bani Dinar. Dikisahkan, dalam perjalanan Rasulullah Saw. pulang ke Madinah dari perang Uhud, penduduk Madinah keluar dari Madinah, untuk menanyakan kabar nabi mereka dan sanak kerabat mereka yang ikut perang. Di antara penduduk Madinah yang keluar adalah seorang wanita dari Bani Dinar, karena gugur di perang Uhud. Ketika ia diberi kabar kesyahidan orang-orang yang ia cintai itu, ia tidak bereaksi apa-apa. Sungguh, kelalutannya memikirkan keselamatan Nabi Saw. membuatnya lupa semua orang. Setelah diberi kabar kematian orang-orang yang ia cintai itu, ia berucap, ”Bagaimana kabar Rasulullah Saw?” Para sahabat menjawab, ”Beliau baik-baik saja, seperti ibu harapkan.” Wanita itu berkata, ”Pertemukan aku dengan Rasulullah, agar aku dapat melihatnya.” Setelah melihat Rasulullah selamat, wanita itu berkata, ”Musibah lain terasa kecil, selagi melihatmu selamat.” Ia berkata seperti itu, padahal ia kehilangan ayah, suami, saudara, dan anaknya. Ya, sungguh menakjubkan!
Selanjutnya, kita simak kisah kedua, yaitu kisah Ummu Sa’ad bin Muadz. Ini pun contoh hebat tentang begitu besar cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dikisahkan, sebelum Rasulullah masuk Madinah, Ummu Sa‟ad lari ke arah Rasulullah, yang ketika itu berada di atas kuda sembari memegang kendalinya. Sa‟ad bin Muadz berkata, ”Wahai Rasulullah, ini ibuku.” Rasulullah bersabda, ”Selamat, ibu.” Lalu, Rasulullah berhenti. Ketika Ummu Sa‟ad sudah berada di dekat Rasulullah, beliau menghiburnya atas kesyahidan anaknya, Amr bin Muadz, yang gugur sebagai syahid di Perang Uhud, dalam usia tiga puluh dua tahun. Ummu Sa‟ad bin Muadz berkata kepada Rasulullah, ”Jika aku melihatmu sehat, musibah lain tidak berarti banyak bagiku.” Lalu, Rasulullah mendoakan seluruh syuhada Perang Uhud dan bersabda kepada Ummu Sa‟ad bin Muadz, ”Bergembiralah dan sampaikan hal ini kepada keluarga syuhada‟ bahwa keluarga mereka berteman akrab di surga dan memberi syafaat kepada seluruh keluarga.” Ummu Sa‟ad berkata, ”Kami ridha, wahai Rasulullah. Adakah yang menangisi syuhada pada hari ini?”
Ya, demikianlah seorang Ummu Sa‟ad bin Mu‟adz. Saking cintanya kepada Rasulullah, kematian anaknya sendiri, Amr bin Mu‟adz terasa ringan dan kecil baginya.
Bagaimanakah? Adakah yang menyamai cinta dan ketegaran Ummu Sa‟ad bin Muadz? Saya jawab: Ada. Ya, sosok itu adalah Ummu Sulaim.
Ummu Sulaim ikut hadir di perang Hunain dan membawa pisau yang ia ikat di pinggangnya. Padahal, ketika itu, ia sedang mengandung Abdullah bin Abu Thalhah. Abu Thalhah berkata, ”Wahai Rasulullah, Ummu Sulaim membawa pisau.” Ummu Sulaim berkata, ”Wahai Rasulullah, pisau ini aku gunakan jika ada musyrik yang mendekat padaku. Aku belah perutnya, bunuh Thulaqa (warga Mekkah yang dibebaskan Rasulullah saat penaklukkan Makkah), dan tebas leher mereka jika mereka lari darimu.” Rasulullah tersenyum, lalu bersabda, ”Wahai Ummu Sulaim, Allah melindungiku dan itu sudah cukup bagiku.”
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Energi_Cinta
#Sosok_Para_Pecinta_dari_Kaum_Hawa