Matarakyat24.com, Karawang — Upaya memperkuat kualitas keluarga dan menurunkan angka stunting terus menjadi fokus utama dalam kegiatan sosialisasi Program BKKBN yang digelar di SMAN 3 Karawang. Acara ini terselenggara atas dukungan Komisi IX DPR RI dan dihadiri oleh berbagai unsur, mulai dari legislatif, pemerintah daerah, hingga masyarakat setempat.
Kegiatan dibuka oleh Ibu Hj. Lilis Saidah, S.Pd., M.M., selaku Kepala SMAN 3 Karawang yang bertindak sebagai tuan rumah. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa kegiatan sosialisasi bukan sekadar acara seremonial, melainkan wadah strategis untuk mempertemukan berbagai pihak dalam membangun keluarga Indonesia yang sehat, berkualitas, dan berdaya saing.
“BKKBN kini tidak hanya dikenal lewat program keluarga berencana, tetapi juga memegang peran penting dalam percepatan penurunan stunting. Keluarga merupakan fondasi utama pembangunan bangsa, dan masa depan generasi bergantung pada pola asuh serta kualitas gizi sejak dini,” ujar Hj. Lilis Saidah.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pemaparan dari H. Obon Tabroni, Anggota Komisi IX DPR RI, yang menyoroti kondisi aktual program Bangga Kencana dan data terkini terkait stunting di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa prevalensi stunting nasional tahun 2024 telah turun menjadi sekitar 19,8 persen, menunjukkan kemajuan berarti meski masih menjadi tantangan serius.
“Penurunan angka stunting bukan hanya soal gizi, tetapi hasil kerja lintas sektor: kesehatan ibu dan anak, sanitasi, pendidikan, ekonomi keluarga, hingga perencanaan keluarga. Kita harus memastikan semua program benar-benar menjangkau keluarga yang membutuhkan,” jelasnya.
Obon juga menekankan pentingnya data dan transparansi publik dalam evaluasi kebijakan. Menurutnya, sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat sipil merupakan kunci agar intervensi penurunan stunting berjalan efektif dan berkelanjutan.
Turut hadir memberikan paparan, Dr. Dadi Ahmad Roswandi, M.Si., Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat. Ia menjelaskan bahwa Jawa Barat sebagai provinsi berpenduduk terbesar masih memikul beban cukup berat dalam upaya menekan stunting. Beberapa kabupaten/kota di wilayah tersebut masih memiliki prevalensi di atas rata-rata nasional.
“Kita patut bersyukur karena tren penurunan stunting terus membaik — dari 24,4 persen pada 2021 menjadi 19,8 persen pada 2024. Namun perjuangan belum selesai. Tantangan seperti akses pangan bergizi, perilaku hidup bersih, dan pola asuh masih perlu mendapat perhatian,” paparnya.
Selain isu stunting, Dadi juga menyoroti rendahnya penggunaan kontrasepsi modern di beberapa daerah pedesaan. Menurutnya, perencanaan keluarga yang baik merupakan bagian penting dalam membangun keluarga yang sejahtera dan mencegah kehamilan tidak direncanakan.
BKKBN saat ini terus memperkuat program Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana) melalui inisiatif Kampung KB. Program tersebut menjadi wadah layanan terpadu di tingkat desa, yang menggabungkan edukasi gizi, kesehatan reproduksi, hingga pemberdayaan ekonomi keluarga.
Sementara itu, Drs. Imam Alhusaeri Bahanan, M.M., Sekretaris Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Karawang, menyoroti situasi lokal di wilayahnya. Ia menyebut beberapa kecamatan di Karawang masih menghadapi angka stunting yang cukup tinggi, dipengaruhi oleh faktor gizi, sanitasi, dan kurangnya pemahaman masyarakat.
“Stunting bukan hanya masalah tinggi badan, tapi tentang masa depan anak-anak kita. Anak yang stunting akan kesulitan belajar dan berisiko rendah produktivitas. Jika kita tidak bertindak sekarang, Indonesia akan kehilangan generasi emas 2045,” tegas Imam.
Pihaknya juga menyoroti pentingnya edukasi 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan literasi digital dalam menyebarkan informasi kesehatan dan gizi. Ia mengingatkan bahwa hoaks seputar makanan, vaksin, maupun kontrasepsi masih marak di masyarakat, sehingga perlu dilawan dengan komunikasi publik yang efektif.
Lebih lanjut, Imam menekankan bahwa pembangunan keluarga tidak dapat dipisahkan dari aspek ekonomi dan pendidikan. Kemiskinan, pengangguran, serta rendahnya literasi gizi menjadi faktor yang memperlemah ketahanan keluarga. Karena itu, program pembangunan keluarga perlu terintegrasi dengan upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan pendidikan.
Kegiatan sosialisasi ini juga mendorong pelibatan aktif masyarakat melalui kader posyandu, PKK, dan tokoh lokal. Mereka dianggap sebagai ujung tombak perubahan perilaku dan penggerak utama di lapangan.
Menutup acara, seluruh narasumber sepakat bahwa keberhasilan penurunan stunting dan pembangunan keluarga tidak bisa hanya diukur dari angka statistik, tetapi dari perubahan nyata di masyarakat — ketika anak-anak tumbuh sehat, keluarga menjadi lebih tangguh, dan masyarakat semakin sejahtera.












