Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Cinta itu luar biasa. Cinta itu sungguh menakjubkan. Aneh bin ajaib. Aneh tapi nyata. Dengan cinta sesuatu yang berat terasa ringan. Dengan cinta sesuatu yang jauh jadi dekat. Cinta…dia menyimpan energi dahsyat yang mampu menggerakkan energi ini untuk menghadapi segala kesulitan, beban hidup dan penderitaan hingga mampu keluar dari realitasnya. Banyak yang tidak bisa dirasionalkan apabila energi ini telah meledak dahsyat pada puncaknya hingga orang-orang di sekelilingnya hanya mampu melihat dari luarnya saja namun tidak mampu merasakan sampai ke intinya. Adalah Rasulullah seorang pecinta sejati. Cintanya kepada Allah membuatnya asyik masyuk dengan yang dicintai-Nya. Ini adalah ungkapan tentang shalat malam Rasulullah.
Kalau Rasulullah mendirikan shalat malam, begitu panjang. Di saat yang lain sedang terlelap dalam tidur, justru beliau asyik berkomunikasi kepada kekasih yang dicintainya. Pernah seorang sahabat mengikuti shalat malam Rasulullah namun akhirnya ia harus menyerah karena tidak mampu berdiri cukup lama walaupun usianya jauh lebih muda dari Rasulullah. Ternyata kata kunci dari kondisi ini adalah energi cinta yang dimiliki Rasulullah mampu membuatnya keluar dari realitas dirinya pada saat itu.
Pada masa beliau pun, ketika pada malam-malam disebuah pertempuran beberapa sahabat ditugaskan untuk bersiap siaga mengawasi kondisi di sekitar peristirahatan kaum muslimin. Seorang sahabat, di malam yang begitu dingin didorong kerinduan yang luar biasa kepada Rabbnya, berinisiatif untuk shalat malam. Dinginnya malam tidak dihiraukannya, rasa letih dan lelah sehabis bertempur di siang hari tidak dirasakan hanya kekuatan cinta yang menggerakkan jiwanya untuk bisa berkomunikasi pada sang pemilik cinta, Allah Azza wa Jalla.
Ketika sedang larut dalam shalat malamnya dan sedang merasakan kemesraan bersama Kekasihnya, tiba-tiba sebuah panah musuh mengenai kakinya. Namun apa yang terjadi? Menjeritkah ia? Berhentikah ia dari shalatnya? Tidak! Ia tetap larut dalam proses cintanya. Panah kedua dan ketiga yang mengenai kaki sahabat itu, dan ini tidak membuatnya bergeming. Hingga sahabat-sahabat lainnya mencabuti panah-panah tersebut satu persatu namun apa yang terjadi posisi sahabat ini tetap dalam kondisi shalat. Baru ketika selesai shalat menanyakan apa yang terjadi pada dirinya kepada para sahabatnya. Luar biasa! Cinta itu memang ajaib.
Selanjutnya, kita akan mengikuti kisah tentang keajaiban cinta dari seorang wanita mulia. Mudah-mudahan kisah ini menjadi pemantap keyakinan. Wanita mulia ini, digambarkan Rasulullah sebagai wanita terbaik di masanya. Bukan, bukan karena ia merupakan wanita tercantik, terpandang, hidup berlimpah kekayaan dan merupakan permaisuri dari Raja Diraja Mesir yang penuh kuasa di zaman itu, namun karena ia telah menggadai hidup mewahnya di dunia dan meraih cinta sejatinya kepada Allah SWT. Wanita yang menggadaikan surga dunianya untuk surga akhirat. Dialah Asiyah binti Muzahim.
Meski hidup sebagai isteri dari tokoh nomor satu di Kerajaan Mesir, tak membuat Asiyah kehilangan kelembutan dan kerendahan hati. Tak heran jika pada suatu hari, para pengawal raja menemukan kotak terapung berisi bayi lelaki tanpa identitas, ia dengan penuh kasih sayang membawa sang bayi memasuki kehidupannya. Padahal, pada saat itu, suaminya tengah gencar-gencarnya memerintahkan pembunuhan setiap bayi lelaki keturunan Bani Israil sesuai dengan tafsir mimpi yang dibisikkan para ahli sihirnya.
Santun pula kalimat yang diucapkan Asiyah saat Fir‟aun yang memerintahkan bayi itu dibunuh. “Bayi ini adalah penyejuk mata bagiku dan bagimu. Maka, janganlah engkau membunuhnya suamiku, mudah-mudahan ia memberi manfaat bagi kita atau kita angkat ia sebagai anak.”
Maka, ditengah pengasuhan Asiyah sebagai “ibunya” lah Musa dibesarkan layaknya seorang “pangeran”, hingga ia tumbuh menjadi pemuda yang cerdas, santun dan baik pula akhlaknya, sementara kebanyakan anak raja lain justru hidup dalam kepongahan dan penuh kesewenangan.
Setelah Musa diangkat sebagai Rasul dan diperintahkan untuk berdakwah langsung ke hadapan Fir‟aun, keluarga dan pembesar kerajaan lainnya, hanya sedikit pihak kerajaan yang mau beriman kepadanya. Satu riwayat menyebutkan, hanya 3 orang dari kalangan kerajaan yang beriman, dan salah satu di antaranya adalah Asiyah, ibu asuh Musa.
Dalam tahun-tahun yang cukup panjang Asiyah telah menyaksikan bahwa “anaknya” sungguh seorang yang saleh, tidak pernah berbuat aniaya. Dan setelah ia mendengar semua seruan Musa, menyaksikan mukjizatnya, melihat bantahan penuh kepongahan dari suaminya yang mengaku sebagai Tuhan Yang Maha Berkuasa, kebeningan hatinya mampu menangkap hidayah Allah yang mengantarnya menjadi seorang mukminah.
Wanita yang hidup berabad-abad yang lalu ini sadar betul bahwa beriman pada Allah dan Rasulnya Musa, berarti melakukan thalaq tiga terhadap gemerlap kehidupan kerajaan, perhubungannya dengan sumber kekuasaan yang berada di dalam genggaman tangan suaminya bahkan dengan dunia itu sendiri.
Namun, di saat kebanyakan perempuan di masanya dan bahkan di masa-masa selanjutnya hingga akhir zaman nanti, lebih memilih kehidupan gemerlap, kekuasaan dan dunia dengan mantap Asiyah memutuskan pada dunia yang fana dari cintanya pada dunia yang fana dan memilih gemerlap istana abadi, surga dan ridha-Nya.
Tatkala Fir‟aun mengetahui keislaman dan keimanannya, ia menyiksa sang istri dengan siksa yang begitu pedih tanpa mengenal belas kasihan sedikitpun. Fir‟aun keluar dan bertemu dengan kaumnya sambil mengatakan,
“Apa yang kalian tahu tentang Asiyah binti Muzahim?”
Mereka menjawab, “Dia adalah sosok wanita yang baik dan lembut serta penyayang kepada sesama.”
Fir‟aun mengatakan, “Dia telah menyembah tuhan selain diriku.”
Kaumnya berkata, “Kalau begitu, bunuh saja dia.”
Tatkala siksaan begitu menyakitkan dan kezaliman Fir‟aun sudah tak mampu tertahan, Asiyah berdoa lirih kepada Allah SWT,
“Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir‟aun dan per-buatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim…”
Allah kemudian memperlihatkan kepadanya, sebuah istana yang kelak menjadi tempatnya di surga. Sebuah istana yang penuh kilauan cahaya hingga membuat Asiyah tersenyum. Namun tersenyumnya Asiyah bermakna lain bagi Fir‟aun. Ia mengatakan, “Wahai kaumku, terkejutkah kalian dengan gilanya Asiyah?”
Mendengar kata-kata Fir‟aun Asiyah malah tersenyum. Ia membayangkan bahwa surga di matanya. Berbagai derita yang dialaminya kini telah tertukar dengan kenikmatan membayangkan surga.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Energi_Cinta