Atensi GMKI Sibolga Terhadap Pimpinan Depot Pertamina; Jangan Tunggu Korban, Relokasi adalah Kewajiban Moral

MataRakyat24.com, Sibolga — Di tengah upaya kolektif mahasiswa, pemuda, dan masyarakat Sibolga-Tapanuli Tengah yang mendorong relokasi Depot Pertamina, suara dari berbagai organisasi lintas kepercayaan dan latar belakang terus menguat. Salah satunya datang dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Kota Sibolga.

Ketua GMKI Kota Sibolga, Sekira Zendrato, dengan tegas menyatakan bahwa perjuangan ini bukan semata soal jarak antara Depot dan pemukiman warga, tapi soal keadilan ruang hidup dan tanggung jawab kemanusiaan yang tidak bisa ditawar.

“Kita ini bicara nyawa manusia, bukan sekadar data atau laporan teknis. Sudah terlalu lama keresahan warga diabaikan. Jangan tunggu ada korban jiwa baru semua pihak bergerak,” ujar Sekira Zendrato saat ditemui usai penyerahan surat resmi permintaan relokasi ke PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Sibolga, Rabu (2/7/2025).

Bagi Sekira, sebagai organisasi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan, GMKI terpanggil untuk ikut mengawal isu ini. Ia menilai, relokasi Depot adalah kebutuhan mendesak yang sudah tidak bisa dinegosiasikan lagi, mengingat tingginya potensi risiko yang mengancam warga sekitar.

“Bukan cuma warga Sibolga yang harus peduli, ini jadi tanggung jawab semua pihak. Negara harus hadir, perusahaan harus tanggap, dan kita mahasiswa harus konsisten mengawal,” katanya.

Sekira mengungkapkan, selama ini yang menjadi keprihatinan adalah lambannya respon dari pihak Pertamina, meskipun Pemerintah Kota Sibolga sudah tiga kali melayangkan surat resmi meminta relokasi. Menurutnya, sikap berlarut-larut itu adalah bentuk pengabaian terhadap keselamatan warga.

Sebagai bagian dari gerakan mahasiswa, GMKI mendukung penuh perjuangan lintas organisasi yang terdiri dari BEM, HMI, GMNI, BKPRMI, Pemuda Peduli Lingkungan, hingga tokoh masyarakat yang bersama-sama mendorong relokasi.

“Ini bukan soal ego kelompok atau organisasi. Ini soal kemanusiaan, soal hak hidup aman setiap warga negara,” ujarnya.

Sekira juga menyoroti dampak sosial yang ditimbulkan akibat keberadaan Depot di tengah kawasan padat penduduk. Bukan hanya ancaman ledakan atau kebakaran, tetapi juga keresahan psikologis, gangguan aktivitas belajar di sekolah sekitar, hingga hilangnya rasa aman di lingkungan.

Ia mengingatkan, pengalaman buruk di Plumpang, Jakarta, harus menjadi pelajaran serius. Jangan sampai Kota Sibolga menjadi headline berita nasional karena kelalaian yang sebenarnya bisa dicegah.

“Sebagai anak bangsa, sebagai orang muda, sebagai bagian dari GMKI, saya dan teman-teman tidak akan diam. Ini bukan sekadar perlawanan, ini bentuk kepedulian kami,” tegas Sekira.

Di akhir pernyataannya, ia menegaskan, perjuangan ini adalah panggilan moral untuk semua pihak. Bukan soal siapa yang paling keras bersuara, tapi siapa yang benar-benar peduli.

“Relokasi Depot Pertamina bukan sekadar tuntutan, tapi kewajiban moral kita bersama. Jangan tunggu bencana datang baru kita menyesal,” pungkasnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *