Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Saudaraku pecinta Subuh. Kelihatannya Anda bersemangat untuk menunaikan shalat sunah Fajar dan shalat Subuh. Dan, jika Anda ingin tahu bagaimana pelaksanaan shalat sunah Fajar dan shalat Subuh Rasulullah , saya mengajak Anda untuk menyelaminya.
- Shalat Sunah Fajar
Tata Cara Shalat Sunah Fajar
Pada prinsipnya, Rasulullah mengerjakan shalat sunah Fajar sama seperti halnya ketika mengerjakan shalat wajib lima waktu dan shalat rawatib lainnya (shalat sunah yang mengiringi shalat wajib), yaitu melaksanakan rukunrukun shalat, baik rukun qauli maupun rukun fi‟li. Diawali dengan takbiratul ihram, kemudian membaca surat AlFatihah dan surat-surat pendek dalam Al-Qur`an, lalu rukuk dengan tenang berikut bacaannya, i‟tidal dengan tenang berikut bacaannya, sujud dengan tenang berikut bacaannya, duduk setelah tasyahud [tawarru‟, tasyahud awal dan akhir] dengan tenang beserta bacaannya, kemudian ditutup dengan salam.
Di samping itu, syarat-syarat shalat pun jangan sampai tidak terpenuhi. Dari mulai bersuci [wudu], menutup aurat dengan pakaian yang sopan, menghadap kiblat, dan melaksanakan shalat pada waktunya. Kalau saja tidak maka shalat tidak sah, sekalipun seluruh rukun dilaksanakan.
Namun, ada sedikit perbedaan pada shalat sunah Fajar. Pada saat itu beliau suka atau biasa meringankan bacaan setelah surat Al-Fatihah. Karena itu pula shalat sunah Fajar biasa disebut “Rak‟ataini Khafifataini” (dua rakaat shalat yang ringan). Dalam hadis diterangkan:
خَ ٌْ عََئظَِثَ رضََِِ اللهُ خََْ َا كََنَ الجَّبُِِّ يصَُلَِّْ رَكْػَخَيِْْ خَفِيفَْخَيِْْ ةـَيـْ ٌَ الجِّدَاءِ وَالإِقَايَ ثِ
Diriwayatkan dari „Aisyah radhiyallahu „anha bahwa Rasululullah melaksanakan dua rakaat shalat yang ringan (shalat sunah Fajar) antara azan dan iqamat Subuh.” (HR. Bukhari)
“Meringankan bacaan” bukan berarti menghilangkan rukun-rukun yang bersifat bacaan (rukun qauli), seperti Al-Fatihah dan bacaan tasyahud. Rasulullah biasanya membaca surat-surat pendek setelah Al-Fatihah sehingga bacaannya terkesan pendek dan shalat pun selesai dengan cepat. Suatu saat hal ini pun pernah dinyatakan oleh Ummul Mukminin, Siti „Aisyah radhiyallahu „anha, beliau berkata:
إِنْ لَُجُْ لَََرَى رشَُ ْْلَ اللهِ يصَُلَِّّ رَكْػَتَِِ اهفَْشْرِ ذَيُخَفِّفُّ ُ ًَا ضَتََّّ أقَُ ْلَ أقََرَأَ ذِيّْ ِ َا ةِأمُِّ اهمِْخاَ بِ
“Sungguh, aku pernah menyaksikan Rasulullah memendekkan bacaannya ketika shalat dua rakaat Fajar, sampai-sampai aku bertanya, apakah beliau membaca ummul kitab (Al-Fatihah) atau tidak?” (HR. Nasa‟i)
Padahal, Rasulullah biasanya sering memanjangkan bacaan setelah Al-Fatihah, terutama ketika shalat „Isya dan shalat malam. Perkataan Siti „Aisyah radhiyallahu „anha dalam hadis tersebut bukan berarti bahwa Rasulullah tidak membaca Al-Fatihah. Itu tidak mungkin, sebab jika beliau seperti itu (tidak membaca Al-Fatihah) maka shalatnya tidak sempurna. Dan itu berarti shalatnya tidak diterima.
Hal ini juga pernah dialami oleh istri Rasulullah yang lain, Siti Hafshah:كََنَ رشَُ ْلُ اللهِ يصَُلَِّْ رَكْػَتَِِ اهفَْشْرِ فِِْ ةيَتِِْْ، يَُُفِّفُّ ُ َا سِدَّا
“Rasulullah sering melaksanakan dua rakaat shalat sunah Fajar sebelum shalat Subuh di rumahku, dan beliau benar-benar meringankan bacaannya.” (HR. Bukhari)
Hadis di atas selain menerangkan pendeknya bacaan Rasulullah, juga menerangkan bahwa beliau melaksanakan shalat sunah Fajar di rumah. Berbeda halnya dengan shalat wajib, beliau selalu mengerjakannya di masjid berjamaah dengan para sahabat. Mengenai seberapa ringan dan pendek bacaan beliau setelah AlFatihah, itu terlihat dari surat atau ayat Al-Qur`an yang dibaca, sebagaimana dijelaskan berikut.
Bacaan dalam shalat Sunah Fajar
Rasulullah suka meringankan bacaan bacaan pada shalat Sunah Fajar dibanding dengan shalat yang lain. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah disebutkan:
أنََّ رشَُ ْلَ اللهِ قَرَأَ فِِْ رَكْػَتَِِ اهفَْشْرِ )قُنْ يآَأَحُّّ َا اهكََْفرُِوْنَ( وَ
)قُنْ ُِ َْ اللهُ أضََدٌ(
“Sesungguhnya Rasulullah membaca „Qul ya ayyuhal kafirun‟, dan „Qul huwalllahu Ahad‟ pada shalat Fajar.” (HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan „Qul ya ayyuhal kafirun‟ adalah surat Al-kafirun, dan ini dibaca pada rakaat pertama, sedang yang dimaksud dengan „Qul huwalllahu Ahad‟ adalah surat Al-Ikhlas, dan dibaca pada rakaat kedua.
Surat Al-Kafirun
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun [109]: 1-6)
Surat Al-Ikhlas
“Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
(Q.s. Al-Ikhlas [112]: 1-4)
Surat Al-Baqarah Ayat 136
Ada keterangan lain yang menjelaskan bahwa Rasulullah membaca satu ayat dari surat Al-Baqarah dan satu ayat lagi dari surat Ali Imran.
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas , dia berkata bahwa Rasulullah biasa membaca pada shalat Fajar “qûlû âmannâ billâhi wamâ unzila ilaina” (surat Al-Baqarah ayat 136) dan “Ta‟alau ila kalamtin sawâ‟in bainanâ wa bainakum” (QS. Ali Imran [3]: 64).
Bunyi selengkapnya dari ayat 136 surat AlBaqarah adalah:
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2]:136)
Dan bunyi selengkapnya dari ayat 64 surat Ali Imran adalah:
“Katakanlah, “Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS. Ali Imran [3]: 64)
Doa dan Zikir Shalat Sunah Fajar
Yaitu doa-doa dan zikir yang sering dibaca Rasulullah setelah shalat sunah Fajar. Lebih tepatnya, beliau berdoa pada saat mustajab (waktu dikabulkannya doa), yaitu di antara azan dan iqamat.
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda, “Doa di antara azan dan iqamah tidak ditolak.” (HR. Nasa‟i)
Maka, perbanyaklah berdoa kepada Allah pada waktu tersebut, niscaya akan dikabulkan oleh-Nya. Karena, sesungguhnya Allah Maha Mengabulkan setiap permintaan hamba-Nya.
Di antara doa itu adalah sebagai berikut:
Riwayat Tirmidzi
Dalam riwayat hadis ini diceritakan bahwa Ibnu Abbas mendengar Rasulullah bermunajat kepada Allah dengan doa-doa di bawah ini:
الََوَّّ ُىَّ إِنِِّْ أشَْألَكَُ رحََْْثً يِ ْ غِ دِْكَ تَ ْدِيْ ةـِ َا قَوبِِْْ وَحـَشًْ َعُ ةـِّ َا أوْرِيْ وَحوَىُُّ ةـِ َا طَػَثِِْ وَحـُصْوِصُ ةـِّ َا غََاتِـيْ وَحرَْذَعُ ةـِّ َا طَا دِيْ وَحزَُكِِّّْ ةـِّ َا خًَ َلَِْ وَحوُّْ ًُنِِْ ةـِّ َا رطُْدِيْ وَحرَُدُّ ةـِ َا أ هُِفَْتِِْ وَحـَػْصًِ ُنِِْ ةـِ َا يِ ٌْ كُُِّ شُِ ءٍْ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu rahmat-Mu, rahmat dari sisi-Mu, yang memberi petunjuk kepada hati-Mu, yang menghimpun urusanku, yang membereskan kekusutan dalam diriku, yang memelihara milikku yang jauh, yang mengangkat milikku yang dekat, yang menyucikan amal perbuatanku, yang mengilhami kecerdasanku, yang memeliharaku
الَوَّّ ُىَّ أغَْطِـنِِْ إيِـْ َا اً وَيقِيْ اً هيَسَْ بَػْدَهُ زُفْرٌ وَرحََْْثً أَ اَلَ ةـِّ َ اdari segala bentuk keburukan.”
شَََفَ لَرَايَخِكَ فِِ الدُّ ـْياَ وَالآخِرَةِ
“Ya Allah, berikanlah kepadaku keimanan dan keyakinan yang tiada lagi kekufuran setelahnya, dan (karuniakanlah kepadaku) rahmat, yang dengannya aku dapat memeroleh luhurnya kemuliaan pemberian-Mu di dunia dan di akhirat.
الَوَّّ ُىَّ إِ ـّيْ أشَْألَكَُ اهفَْ ْْزَ فِِ اهػَْطَاءِ وَ زُُلَ الظُّ َدَاءِ وغََيضَْ الصُّػَدَاءِ وَالجَّصََْ عََلَ الَغَْدَاءِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon keberuntungan dari setiap pemberian, kedudukan para syuhada (yang mati syahid), kehidupan yang bahagia, dan kemenangan
الَوَّّ ُىَّ إِنِِّْ أُ زِْلَ ةكَِ ضَاسَـخـِيْ وَإنِْ قصَََُ رَأيْـِيْ وضََػُفَ خًَ َلَِْatas musuh yang nyata.” اذْخقََرَتْ إِلََ رضَْـً َخِكَ فَأشَْألَكَُ ياَ قاَضَِِ الَُوُ ْْرِ وَيَاطَافَِِ الصُّدُوْرِ لَ َا حـُشِ يُْْ ةـَـيـْ ٌَ الُْْطُ ْْرِ أنَْ حـُشِيَْْنِِْ يِ ٌْ غَذَابِ الصَّػِيِْْ وَيِ ٌْدَغْ َْةِ الثتُُّ ْْرِ وَيِ ٌْ فِخْ ثَِ اهقُْتُ ْْرِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku ajukan kepada-Mu kebutuhan-kebutuhan-Ku, walaupun kurang pengertianku dan sedikit amalku. Hamba sangat mendambakan rahmat-Mu maka aku memohon kepadaMu wahai Yang Maha Menentukan Segala Urusan, yang Maha Mengobati Hati sebagaimana Engkau membatasi antara lautan maka batasi (halangilah) aku dari siksa neraka, dan jeritan celaka, dan dari pertanyaan dan siksa alam kubur.”
الَوَّّ ُىَّ يَا قصَََُ خََْ ُُ رَأيِِْْ وَهـَىْ تَتوْغُُْ ُ ـِيَّتِِْ وَهـَىْ تَتوْغُُْ ُ وَصْأهَـَتِِْ يِ ٌْ خَوقِْكَ أوَْ خَيٍْْ وغََدْحَ ُُ أضََدًا يِ ٌْ خَوقِْكَ أوَْ خَيٍْْ أٍَجَْ يُػْطِيُْ ِ أضََدًا يِ ٌْ غِتاَدِكَ فَإِ ـِّيْ أرَغَْبُ إِ لَحْكَ ذِيُْ ِ وَأ شَْألَكَُ ةرِحََْْ خِكَ ربَِّ
اهػَْالًَ ِ يَْْ
“Ya Allah, apa saja yang kurang dari pengertianku, yang lemah (sedikit) dari amal perbuatanku, dan tidak sampainya niat serta urusanku ke arah itu dari kebaikan yang telah Engkau janjikan untuk hamba-hamba-Mu, atau dari kebaikan yang Engkau berikan kepadanya maka sesungguhnya aku menginginkan semua itu wahai
Allah Penyeru semesta alam.”
الَوَّّ ُىَّ ذَا اهـْطَتنِْ الظَّدِيدِْ و الََوْرِ الرَّطِيدِْ أشَْألَكَُ الَيَْ ٌَ يَ ْْمَالْ َْخِيدِْ وَاهـْشَ ََّ ثَ يَ ْمَ اهـْخُوُ دِْ يَعَ اهـًْ ُقَرَّبـِيـْ ٌَ الظُّّ ُ دِْ الرُّلَّعِ الصُّشُ دِْ اهـًْ ُ ْْفـِيـْ ٌَ ةاِهػُْ ُّ دِْ إٍِكََّ رضَِيىٌْ ودَُودٌْ وَأٍَجَْ تَفْػَنُ يَاحرُِيْ دُ
“Ya Allah, yang memiliki tali pegangan yang kuat (yaitu Islam), dan urusan yang bijak (sempurna), aku memohon surga pada hari yang kekal, bersama dengan orangorang yang dekat dengan-Mu, yang benar-benar bersaksi terhadap Engkau, yang banyak mengerjakan shalat, yang memenuhi janji-janjinya. Sesungguhnya Engkau Maha Pengasih nan Penyayang, dan Engkau berbuat apa saja yang Engkau kehendaki.”
الَوَّّ ُىَّ اسْػَوْ اَ َادِحْ ٌَ وُّ ْخدَِحْ ٌَ ضَاهـِّيـْ ٌَ وَلاَوُضَوـِّيـْ ٌَ شِوًْ ًا لَوَْلِحَااكَِ وَغَدُوًّا لَِغَْدَااكَِ نُُِبُّ ةـِطُتِّكَ يَ ٌْ أضََتَّكَ وَجُػَادِيْ ةػَِدَاوَحِكَ يَ ٌْ خَاهفََكَ
“Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang mendapatkan petunjuk dan orang yang memberi petunjuk, bukan orang yang sesat dan menyesatkan orang lain. Kami menyatakan damai dan tunduk kepada kekasih-Mu. Kami mencintai orang yang mencintai-Mu, dengan cinta karena-Mu, dan kami memusuhi orangorang yang menentang-Mu dengan permusuhan karenaMu.”
الَوَّّ ُىَّ َذَا الدُّعََءُ وغََويَكَْ الإسَِاةثَُ وَ َذَا اهـْشُ ْدُ وغََويَكَْ التُّكْْلَنُ
“Ya Allah, inilah doa permohonanku, dan hanya Engkaulah yang (kuasa) mengabulkannya, dan inilah kesungguhanku, dan hanya kepada Engkaulah kami berserah.”
الَوَّّ ُىَّ اسْػَنْ لِِْ ٍُ ْْرًا فِِْ رَبَِْيْ وٍَُ ْْرًا فِِْ قِوبِِْْ وٍَُ ْْرًا يِ ٌْ بَيَْْ يدََيَّ وٍَُ ْرًا يٍِ ْ خَوفِِْْ وَ ُ ْرًا خٍَ ْ يـًَِ يـْنِِْ وَ ُ ْرًاٍ خَ ْ طِـ َا لِِْ وَ ُ ْرًا يِ ْ فَ ْقِِْ وَ ُ ْْرًا يِ ٌْ حـَطٍْتِِْ وَ ُ ْْرًا فِِِْ شَـً ْعٍِِْْ وَ ُ ْْرًا فِِْ ةصَََِيْ وٍٍَُْ ْْرًا فٌِِْ طَػْرِيْ وٍَُ ْْرًا فِِْ بشََِِّيْ وٍَُ ْْرًا فِِْ هـَطْمِِْ وٍَُ ْْرًا فِِْ دَمِِْ وٍَُ ْْرًا فِِْ غِظَامِِْ، الَوَّّ ُىَّ اغْظِىْ لِِْ ٍُ ْْرًا وَأغَْطِـنِِْ ٍُ ْْرًا وَاسْػَنْ لِِْ ٍُ ْْرًا
“Ya Allah, jadikanlah untukku cahaya dalam hati, cahaya di alam kubur, cahaya di depanku, cahaya dari belakangku, cahaya dari sebelah kananku, cahaya dari sebelah kiriku, cahaya dari atasku, cahaya dari bawahku, cahaya pada pendengaranku, cahaya pada penglihatanku, cahaya pada rambutku, cahaya pada kulitku, cahaya di dalam dagingku, cahaya di dalam darahku, cahaya di dalam tulang belulangku. Ya Allah, perbanyaklah cahaya pemberian-Mu padaku, berikanlah cahaya padaku, dan buatkanlah bagiku cahaya.”
شُتطَْانَ الَّذِيْ تَػَطَّفَ اهػِْزَّ وَقالََ ةُ ، شُتطَْانَ الَّذِيْ هبَِسَ اهـْ َشْدَ وَحسََرَّمَ ةُِ ِ ، شُتطَْانَ الَّذِيْ لاَينَتَْغِِِِْ اهتصَّْبِيصَْ إِلاَّ لََُ ، شُتطَْانَ ذِيْ اهفَْضْنِ وَالجػَِّ ىِ، شُتطَْانَ ذِي اهـًْ َشْدِ وَاهمَْرَمِ ، شُتطَْانَ ذِياهـْشَلاَلِ وَالإِلْرَامِ
“Mahasuci Allah Yang Maha Lembut nan Mulia dan bertindak dengan sifat itu. Mahasuci Allah Yang Maha Luhur dan Maha Pemberi dengan keluhuran itu. Mahasuci Allah, yang tidak layak bertasbih kecuali kepada-Nya. Mahasuci Allah yang memiliki karunia dan kenikmatan. Mahasuci Allah Yang Maha Murah hati dan Maha Pemberi (rahmat). Mahasuci Allah Yang memiliki keagungan dan kemuliaan.”
Riwayat Imam Al-Ghazali
Di samping doa-doa tersebut di atas, Imam Al-Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah menganjurkan untuk membaca doa di bawah ini:
الَوَّّ ُىَّ إِ ـِّيْ أشَْألَكَُ إيِـًْ َا اً خَالصًِا دَااِ ًا حُتاَشَُِ قَوـْبِِْ وَيَقِيْ اً صَادِقاً ضَتََّّ أغَْوىَُ أٍََّ ُُ هَ ٌْ يـُصِيبْنَِِْ إِلاَّ يَالَ خبَخَُْ ُ غَلَََّ وَرضَِّنِِْ ةـًِ َا قَصًَ َخُْ ُ لِِْ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu iman yang murni, yang menetap dan meresap di hati, dan keyakinan yang benar sehingga aku tahu bahwa sesungguhnya tidak akan mengenaiku kecuali apa-apa yang sudah Engkau pastikan kepadaku, dan ridhakanlah aku dengan apa-apa yang telah Engkau bagikan
untukku.”
Riwayat Imam Sayyid Sabiq
Dalam kitabnya Fiqhus Sunah disebutkan bahwa Ibnu Usamah mengerjakan shalat sunah Fajar di dekat Rasulullah, kemudian dia mendengar beliau berdoa sambil duduk dengan doa di bawah ini:
الَوَّّ ُىَّ ربََّ سِبَِْيْنَ وَإسَِْْاذِيْنَ وَيِيكََْئِينَْ وَمًَُ َّد الجَّبِِِّ ، أغَُ ذُْةِكَ
يِ ٌَ الجَّار )٣x(
“Ya Allah, Tuhannya Jibril, Israfil, Mikail dan Muhammad , aku berlindung kepada-Mu dari api neraka.”
Demikian di antara doa dan zikir yang dibaca setelah shalat sunah Fajar sambil menunggu iqamat Subuh dikumandangkan. Pada dasarnya, doa apa saja boleh karena Allah Maha Mendengar segala jeritan hati hamba-Nya. Namun, apabila terdapat doa yang ma‟tsur, yang diajarkan Rasulullah, itu lebih baik untuk didahulukan.
2. Shalat Subuh
Tata Cara Shalat Subuh
Shalat Subuh adalah shalat Fardu yang dikerjakan paling awal pada setiap hari. Namun, ini bukan berarti bahwa shalat Subuh „layak‟ dikerjakan dengan cepat karena segudang aktivitas lain telah menanti. Pada prinsipnya, (seperti halnya shalat sunah Fajar) pelaksanaan shalat Subuh, ini sama dengan shalat-shalat yang lain, yaitu harus dipenuhi semua syarat, rukun, dan sopan santun (adab) dalam shalat.
Ada yang menarik dari shalat Subuh, ini yang membedakannya dari shalat sunah Fajar, yaitu bacaan setelah Al-Fatihah sedang-sedang saja, tidak terlalu pendek dan tidak terlalu panjang. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah pada berbagai kesempatan. Dan tidak dibatasi pada pembacaan surat-surat tertentu, melainkan diberikan pilihan yang banyak sehingga kita bisa memilih dan bakal mempunyai hafalan ayat-ayat AlQur`an yang lebih banyak.
Bacaan Ketika Shalat Subuh
Terdapat banyak hadis yang menyebutkan batasan yang variatif mengenai bacaan surat atau ayat-ayat suci AlQur`an yang dibaca setelah Al-Fatihah, antara lain:
- Diriwayatkan dari Abu Barzah, ia berkata, “Dalam shalat Subuh Rasulullah biasa membaca 60 sampai 100 ayat.”
- Diriwayatkan dari Abdullah bin Sa‟ib, ia berkata, “Rasulullah membaca surat Al-Mukminun dalam shalat Subuh hingga ketika beliau sampai (membaca ayat) mengenai kisah Nabi Musa dan Harun atau Nabi Isa, beliau terbatuk-batuk kemudian rukuk.
Sebagaimana diketahui, jumlah ayat surat AlMukminun adalah 118 ayat. Karena Rasulullah terbatuk-batuk dipertengahan bacaan, kemudian rukuk, ini berarti beliau tidak membacanya sampai akhir surat. Hal itu demikian, sebab beliau amat meresapi kandungan ayat yang dibacanya, terutama ketika berkenaan dengan kisah perjuangan para Nabi sebelum beliau.
- Diriwayatkan dari Ziyadah bin Alaqah dari pamannya, kemudian dia berkata, “Aku shalat Subuh bersama Rasulullah Saw, bacaan beliau pada rakaat pertama adalah surat Qaf. Surat Qaf ini terdiri dari 45 ayat.
- Diriwayatkan dari Amr bin Harits bahwa ia mendengar Rasululullah dalam shalat Subuh membaca “Wallaili idza „as‟ats”. Yang dimaksud “Wallaili idza „as‟ats” adalah surat At-Takwir yang ayatnya berjumlah 29.
Dari beberapa keterangan di atas, kita bisa mengambil benang merah bahwasanya tidak ada keharusan untuk membaca surat atau ayat tertentu dalam shalat Subuh. Lebih dari itu, Rasulullah memberikan pelajaran berharga, berupa kebebasan kepada umatnya untuk membaca surat atau ayat yang mudah dibaca sebagai amalan sunah setelah membaca surat Al-Fatihah. Namun, apabila kita mencoba menemukan hikmah dibalik bacaan yang cukup panjang (menurut kebanyakan masyarakat sekarang) seperti contoh di atas, adalah karena shalat Subuh ini langsung disaksikan oleh malaikat. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah :
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Subuh.
Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra [17]: 78)
Demikianlah sekelumit tuntunan ibadah Fajar yang biasa dilakukan oleh Rasulullah mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada umat Nabi Muhammad yang ingin mengerjakan shalat malam dan ibadah Fajar dengan sempurna.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Kedahsyatan_Subuh
#Tata_Cara_Shalat_Sunah_Fajar_Shalat_Subuh