Matarakyat24.com,Jakarta- “Kasus KBGO sangat meresahkan masyarakat saat ini, dan Komisi I DPR sudah merumuskan UU terkait KBGO. Namun, jika tidak dibarengi dengan edukasi kepada masyarakat maka hanya menjadi hal yang sia-sia” ujar Cristina Aryani dalam webinar ngobrol bareng legislator dengan tajuk “Ruang Digital yang Aman dari KBGO” pada Sabtu (25/2/2023).
Media internet yang awalnya menyenangkan bisa jadi sangat menakutkan jika kita bisa menggunakannya dengan tepat”. Tercatat dari tahun 2019-2020 kasus KBGO (Kekerasan Berbasis Gender Online) yang terdaftar di Komnas Perempuan semakin meningkat, begitu juga aduan kekerasan seksual di LBH APIK dan SAFENET Pornografi.
Jumlah kasus KBGO yang tercatat selama tahun 2021 sejumlah 338.496 kasus dan selama kurun waktu 10 tahun pencataan kasus kekerasan terhadap perempuan, kasus KBGO pada tahun 2021 sebagai kasus tertinggi. Berdasarkan ECPAT Indonesia (2020) 287 dari 1.203 responden anak di 13 provinsi pernah menerima teks/gambar/vidio yang tidak sopan atau mengandung pornografi.
Bentuk-bentuk KBGO
1.Reenge Porn (penyebaran konten intim korban atas dasar ketidaksukaan pelaku terhadap perbuatan korban).
2. Sextortion (penyebaran konten intim dengan tujuan pemerasan (uang/konten intim lainnya)
3.Cyber Harassing (membanjari akun korban dengan komentar yang mengganggu, mengancam, atau menakut-menakuti.
Adapun tantangan penangan dari KBGO antara lain minimnya alat bukti dengan pola kasus rumit, sulit mengidentifikasikan identitas pelaku KBGO, jejak digital korban yang sudah tersebar di internet, dasar hukum khusus untuk kasus KBGO belum berprespektif korban, aparat penegak hukum belum memahami kasus KBGO, belum semua Lembanga Bantuan Hukum (LBH) punya pengetahuan dalam mendampingi kasus KBGO, sarana dan prasarana penegak hukum yang belum memadai, dan korban KBGO menjadi bahan pembicaraan semua orang.