Matarakyat24.com, Jakarta – Berkembang pesat era digital telah banyak mengubah keseharian kehidupan masyarakat. Bersamaan dengan manfaat yang beragam penggunaan internet juga memiliki tantangan diantaranya bagi perempuan dan anak yang rentan terhadap ancaman di dunia digital.
Catatan Komnas perempuan menunjukkan kekerasan berbasis gender online atau yang disebut kekerasan seksual berbasis elektronik menempati posisi tertinggi pengaduan yang masuk yang mencapai 69%. Sesuai pengalaman perempuan Indonesia nasional juga menunjukkan 8,7% dari perempuan Indonesia usia 15 sampai 64 tahun pernah mengalami pemecahan seksual secara daring.
“DPR RI bersama pemerintah sudah mengundangkan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual pada 12 April 2023” Ujar Chiristina Aryani (Anggota Komisi I DPR RI) pada webinar dengan topik “Internet Sehat Bagi Perempuan dan Anak” Rabu (27/9/2023) siang.
Undang-undang ini berisikan pencegahan, perlindungan, pemulihan serta jaminan pemenuhan hak-hak korban dan kekerasan seksual termasuk kekerasan seksual berbasis online.
“Selain regulasi juga diperlukan dukungan dari segenap masyarakat terutama dalam memberikan edukasi dan pemahaman kepada perempuan dan anak bagaimana menggunakan internet dengan aman”, ujar Aryani.
Dr. Ir. Hertifah Sjaidufian, MPP (Pegiat Literasi Digital & Influencer) narasumber kedua menjelaskan hasil survei terhadap anak-anak dan orang tua 7 dari 10 kasus berakibat traumatis yang mana 16% anak-anak lebih takut ditindas online daripada offline, 50% anak-anak merasa takut ditindas atau dibully baik itu di kehidupan nyata maupun virtual, empat persen anak-anak mengaku ditindas secara online dan 37% korban mengalami penurunan tingkat kepercayaan diri, 30% mengalami penurunan dalam proses belajar di sekolah, 28% anak-anak mengalami depresi, 25% mengganggu pola tidur anak-anak, 21% kerabat bermimpi buruk, 26% korban mulai menghindari kontak dengan anak-anak lainnya dan 20% anak-anak mengidap anoreksia.
Kekhawatiran terbesar di Indonesia orang tua 42% menyebutkan masalah ini sebagai khawatiran yang terbesar yaitu keamanan informasi anak yang disebutkan meliputi scam dan peretasan, anak-anak menerima perhatian yang tidak diinginkan dari orang yang tidak dikenal, anak-anak melihat konten yang tidak pantas di internet, lebih dari sepertiga orang tua yang diwawancarai tidak pernah membicarakan keamanan online dengan anak dan lebih dari 66% orang tua saat ini menggunakan fitur keamanan keluarga online. 25,62% persentase penduduk pengakses internet Indonesia adalah anak usia 5 sampai 18 tahun kemudian perlukah khawatiran akan dunia internet terhadap anak padahal internet membuka peluang bermain, belajar dan bersosialisasi namun di saat bersamaan anak-anak rentan mendapat resiko pemanfaatan internet yang tidak sehat.
Dikarenakan hal tersebut Hertifah berikan tips menyiasati anak yang ketagihan internet diantaranya dampingi anak dalam bermain internet kemudian atau penggunaan internet di rumah berupa batasi penggunaan perangkat di kamar tidur, orang tua perlu mengikuti aturan yang ditetapkan, kurangi menggunakan gadget untuk menghibur anak, jangan lupa eksplorasi hal positif di internet bersama-sama kemudian dorong anak menggunakan internet untuk edukasi dan kreativitas.
“Internet sebaiknya menjadi platform yang dapat meningkatkan kapasitas dan akses ke ilmu pengetahuan dalam dilihat dunia maka dari itu manfaatkan semaksimal mungkin untuk hal-hal positif dan membawa kebermanfaatan untuk diri sendiri”, tambah Hertifah.