Utak-Atik dan Peluang Anies sebagai Calon Gubernur Jakarta

Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan/Dok.Pribadi
Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan/Dok.Pribadi
banner 120x600

Oleh: Efriza | Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan

Matarakyat24.com –ANIES Baswedan sedang khawatir karena peluang dirinya maju sebagai calon gubernur (cagub) memungkinkan sirna di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta tahun 2024 ini.

Meski awalnya, Anies tersenyum karena elektabilitas dirinya berada di posisi puncak dan partai-partai politik di luar Koalisi Indonesia Maju (KIM) menunjukkan hasrat untuk mengajukan dirinya sebagai cagub, bahkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah mengajukan Anies berpasangan dengan kadernya yakni Sohibul Iman dengan akronim AMAN.

Namun ternyata Anies saat ini harus mengerutkan dahi. PKS yang awalnya menolak Anies karena ingin mengajukan kadernya di Pilkada ini. Ternyata, PKS malah mengumumkan Anies tetap yang didorong sebagai cagub di Jakarta.

Hanya saja PKS kemudian diisukan mendekat kepada KIM dengan meninggalkan Anies. Sehingga kans Anies menuju Pilkada Gubernur Jakarta dianggap semakin meredup.

Tulisan ini ingin menguraikan peluang Anies sebagai cagub di Pilkada Jakarta pasca PKS dikabarkan mulai mendekat untuk bergabung di KIM dalam membangun koalisi dengan mengusung Ridwan Kamil sebagai calon kuat sebagai kandidat gubernur yang akan dimajukan oleh KIM.

PKS Mencoba Memperoleh “Kue Kekuasaan” Pemerintahan
Awalnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mewacanakan memajukan Anies dan Kaesang Pangarep anaknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai cagub dan cawagub di Pilkada Jakarta.

PKB sempat mencoba menawarkan sebagai koordinator untuk mengusung Anies. Hanya saja PKB mulai mengalihkan dukungan kepada Anies, ketika secara serampangan PKS malah mengumumkan Anies berpasangan dengan kadernya. PKB geram dan kecewa sebab koalisi belum terbentuk.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) saat ini masih menjadi partai politik yang kepincut dengan Anies. PDIP yang awalnya adalah oposisi Anies sejak 2017 sampai dengan awal 2024, punya keinginan mengusung Anies agar bisa membalas sakit hati PDIP karena dikalahkan oleh KIM di Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024 kemarin.

Di sisi lain, sebelum PKS bermanuver menuju KIM. Partai Nasdem sempat menyatakan mendukung Anies Baswedan tanpa syarat, artinya keputusan calon wakil pendamping Anies diserahkan kepada Anies, hanya saja Partai Nasdem hingga saat ini belum juga menyerahkan surat pernyataan resmi dukungan kepada Anies.

Situasi pelik ini disambut riang oleh PKS. Sebab PKS malah posisi tawarnya semakin tinggi. PDIP adalah opsi terakhir bagi PKS. Meninggalkan Anies dan PKS, lalu mengajukan Ridwan Kamil berpasangan dengan Kader PKS sangat menggiurkan, karena selain hal tersebut PKS juga pasti berada di pemerintahan ke depan.

PKS merasa lelah sepuluh tahun di luar pemerintahan sebagai oposisi. Saat ini PKS juaranya dari hasil Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi kemarin, bagi PKS amat memalukan jika tidak bisa berbicara banyak di kancah politik nasional untuk menjadi partai politik yang diperhitungkan sehingga tidak lagi dipandang sebelah mata.

PKS menyadari ini waktunya, sekarang ini PKS sangat berpengaruh juga mengendalikan peta politik nasional menuju Pilkada Jakarta. PKS dapat menggagalkan Anies dan PDIP di Pilkada Jakarta sekaligus bisa berbalik melawan KIM. Semua ini tergantung tawaran dari KIM untuk PKS, jika tawaran untuk PKS amat minimalis bukan berlimpah dari KIM, maka PKS akan melakukan serangan balik kepada KIM dengan bersama Anies dan PDIP.

Peluang Ridwan Kamil sebagai Calon Tunggal
Harus diakui Pilkada Jakarta 2024 ini serasa aroma pertarungan panas selayaknya Pilpres Jilid 2. Anies ditenggarai selalu diperhitungkan oleh partai-partai politik dari pasangan kubu 01 dan kubu 03 di Pilpres 2024 lalu. Sedangkan lawannya adalah partai-partai politik pendukung pemerintahan terpilih kubu 02 dari Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Upaya menggoda dengan tujuan menggembosi kekuatan partai-partai politik kubu 01 dan 03 jelas nyata. Apalagi pengusungan pasangan calon di Pilkada diajukan pada bulan Agustus, sebelum pelantikan calon presiden dan wakil presiden terpilih yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sekitar dua bulan setelahnya.

Prabowo dan Gerindra punya amunisi untuk menggoda dan menawarkan beberapa partai politik untuk bergabung di pemerintahan. PKS tentu saja memikirkan tawaran menggiurkan bergabung di pemerintahan dan jug aiming-iming sebagai cawagub sedangkan cagub dari KIM.

Ketika Golkar menyatakan memajukan Ridwan Kamil sebagai cagub di Pilkada Jakarta, maka Gerindra dan partai-partai politik KIM berupaya memuluskan kemenangan untuk Ridwan Kamil. Langkah upaya yang bisa dilakukannya adalah mengajak ketiga partai politik PKB, PKS, dan Nasdem bergabung di pemerintahan. Sehingga Anies dan PDIP yang akan ditinggalkan dalam arena pertarungan Pilkada Jakarta 2024 ini. Isu calon tunggal pun menguat.

Tentunya KIM khawatir jika memaksa calon tunggal. Ternyata, malah kejengkelan masyarakat yang membalikan keadaan dengan Ridwan Kamil sebagai calon tunggal, meski sebagus apapun kinerja dan kepemimpinan Ridwan Kamil ketika sebagai Gubernur Jawa Barat memungkinkan ia dikalahkan oleh kotak kosong sebagai bentuk kejengkelan masyarakat kepada KIM yang mendesai calon tunggal.

Kondisi ini yang diyakini menguatkan persepsi pasangan calon independen DKI Jakarta akan “diusahakan lolos,” agar tidak terjadi Pilkada DKI Jakarta calon tunggal, Padahal Dharma Pangekun dan Kun Wardana Abyoto yang sedang diproses verifikasi faktual kedua mengalami kekurangan dukungan sebesar 435.925 dari syarat pencalonan independen sebanyak 618.968, situasi ini masih menunggu 19 Agustus mendatang.

Jika secara logika amat sulit memenuhi kekurangan yang begitu besar, sedangkan elektabilitas calon independen itu sama sekali tidak terdengar. Tetapi dalam politik, apapun yang tidak mungkin bisa mungkin, tak ada kata hal mustahil di dalam politik.

Anies Tetap Berpeluang sebagai Calon Gubernur Jakarta
Anies sampai saat ini santai saja dengan isu penjegalan terhadap dirinya. Sebab, Anies tetap berpeluang besar sebagai calon gubernur Jakarta. Anies merasa sikap tegas PDIP yang menolak KIM itu kuncinya. Bagi Anies, secara hitungan politis, KIM utamanya Prabowo dan Gerindra menginginkan PDIP bukan PKS untuk bersama di pemerintahan.

Wajar, jika sejak awal PKS menyatakan dirinya ingin bergabung di Pemerintahan Prabowo-Gibran. Sayangnya, tidak pernah disambut hangat oleh Prabowo dan Gerindra. Oleh sebab itu, manuver PKS adalah berusaha menolak Anies, menghina Anies, tidak butuh Anies, ini semua dilakukan agar diajak di pemerintahan.

Memungkinkan PKS berada di pemerintahan. Tetapi Anies tahu, andai PKS berada di Pemerintahan, maka memungkinkan partai-partai politik di KIM yang gerah. Mereka yang berpeluang gerah bukan saja karena dimasukkannya PKS dalam KIM tetapi juga memperoleh jabatan cawagub, manuver memungkinkan terjadi untuk mendukung Anies bersama dengan PDIP, partai-partai itu adalah Partai Amanat Nasional (PAN), PKB, dan Nasdem.

Ketiga partai politik ini diyakini jika bermanuver tidak akan dikeluarkan dari KIM sebab PAN adalah representasi Islam dari Muhammadiyah, PKB representasi Nahdlatul Ulama (NU), jelas pemerintahan tidak akan berwajah tunggal Islam Kanan jika mengeluarkan kedua partai politik tersebut. Sedangkan Nasdem adalah partai politik yang khidmat bekerjasama jika bergabung sampai akhir lima tahun jabatan.

Bahkan, Anies juga memahami PKS ketika bermanuver malah sangat baik. Sebab isu penjegalan akan membuat Anies meraih simpatik dan mengkapital dukungan masyarakat. Persis waktu menuju Pilpres bahwa Anies diisukan dijegal, tetapi tetap sebagai calon presiden (capres), bahkan PKS tetap khidmat mendukung Anies Baswedan. Artinya, jangan-jangan isu penjegalan Anies adalah upaya PKS dan Anies menguatkan personal branding Anies, disamping PKS berhitung menaikkan posisi tawar terhadap Prabowo dan Gerindra, syukur-syukur memperoleh bonus tawaran dengan banyak jabatan dari KIM seperti kursi menteri, komisaris, duta besar, dan sekaligus cawagub. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *