Matarakyat24.com, Jakarta – Sudah hampir setahun, Taufiqqul Siddiq, seorang anak muda dari Taeh Baruah, Lima Puluh Kota meninggalkan kampung halamannya untuk menuntut ilmu di Turki. Lulusan MAN 1 Payakumbuh ini kini tercatat sebagai salah satu mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Bartin University.
Bagi Taufiq ketertarikannya kuliah keluar negeri karena melihat kondisi arus saat ini. “Saya merasa potensi yang bisa saya raih di luar negeri itu lebih besar daripada di dalam negeri. Saya merasa bersaing di kancah internasional dan bersaing di dalam negeri nantinya akan memiliki hasil dan dampak yang berbeda terhadap diri,” ujarnya.
Pemuda yang telah berkeinginan untuk kuliah di luar negeri sejak duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah ini, kemudian memilih Turki sebagai tempat berkuliahnya. Menurut Taufiq, Turki merupakan tempat dimana Islam, Asia, Eropa, sejarah, dan hal modern berada, bercampur di satu tempat. “Dan sesuai dengan latar belakang saya yang sekolah dan dibesarkan secara agamis, saya memilih Negara Turki yang mayoritas penduduknya Islam. Dengan sejarah Turki dan keinginan bersaing di lingkup internasional, saya rasa Turki negara yang cocok untuk itu.”
Karena hal itu juga, Taufiq kemudian memilih studi di Jurusan Ilahiyat. Jurusan ini belajar mengenai ilmu dasar pada aspek agama. Baik itu hadits, tafsir, sejarah Islam, fikih, dan lain-lain. Harapan Taufiq, dengan belajar Jurusan Ilahiyat sekurang-kurangnya ia ketika lulus menguasai 4 bahasa; Arab, Turki, Inggris, Indonesia
Banyak hal baru dan menyenangkan bagi pemuda ini, salah satunya karena sekelas dengan orang-orang yang heterogen. Ada yang dari Arab, Mesir, Yaman, Afghanistan, Kazakstan, Maroko, Uzbekistan, Thailand, Malaysia, Mali, Zimbabwe, dan banyak lagi mahasiswa dari negara-negara di Benua Afrika. “
Beberapa culture shock juga dialami Taufiq. “Sesampainya di sini, saya agak kurang cocok dengan bumbu dan makanan pokok di sini. Namun Alhamdulillah di sini saya juga bertemu dengan orang-orang Turki yang baik, yang sering membantu dalam setiap masalah baik itu masalah keuangan dan sosial,” papar Taufiq membagikan pengalamannya.
“Waktu solat Jumat, saking banyaknya jamaah, saf solat bisa mencapai jalan dan toko penduduk. Tapi juga banyak orang yang minum teh dan makan di samping orang-orang yang solat tersebut. Ketika Ramadhan pun, suatu hal yang lumrah ketika ada orang yang makan dan minum di tempat umum. Hal ini membuat saya sedikit mengalami culture shock.”
Meski dengan motivasi dan keinginan yang kuat, pemuda kelahiran September 2003 ini mengaku juga harus menghadapi tantang dan keraguan untuk mendaftar kuliah di Turki. “Tantangan pertama adalah diri kita sendiri. Mulai dari niat, mental, kemampuan, dan lain-lain.” Entah itu karena banyaknya perbedaan antara kondisi luar negeri dengan di kampung halaman, serta ia yang sebelumnya tidak pernah tinggal terpisah dengan orangtua. Namun Taufiq kembali untuk mengukuhkan niatnya termasuk hingga saat ini. “Tentang motivasi saya cukup dengan mengingat keluarga saya dan semua nikmat dari Allah. Disaat saya mengingat itu semua saya akan berpikir 2 kali jika saya terus hidup dalam keadaan lalai,” ucap Taufiq.
Tantangan yang kedua, izin dan persetujuan dari orangtua yang pada awalnya sangat sulit didapat. Ketiga, Taufiq menghadapi tantangan biaya. Persiapan untuk kuliah keluar negeri dengan biaya mandiri memang memerlukan banyak dana. “Tidak akan cukup dengan isi dompet pribadi seorang petani,” ujar Taufiq yang ayahnya seorang petani.
Taufiq tidak menggunakan beasiswa formal yang biasanya diberikan oleh lembaga dan instansi. Beasiswa formal tersebut biasanya didapatkan melalui persaingan yang cukup ketat. Namun diakui Taufiq, ia tetap bisa memperoleh beasiswa dalam bentuk pendanaan. “Alhamudulillah saya mendapatkan beasiswa umat, tidak ada satu rupiah pun ayah saya mengeluarkan uang untuk biaya persiapan keberangkatan,” syukur Taufiq.
Baik itu persiapan dan pendaftaran kuliah ke luar negeri serta bimbingan cara mendapatkan beasiswa umat, Taufiq peroleh di konsultan pendidikan luar negeri Halo Beasiswa. “Awalnya saya tahu dari teman, ada sebuah lembaga dari daerah saya yang membantu siswa untuk melanjutkan kuliahnya ke keluar negeri. Waktu itu saya belum tahu ternyata itu adalah Halo Beasiswa. Saya pun mencari tahu di media sosial.” Ia kemudian memutuskan untuk mendaftar dan mengikuti arahan dan bimbingan.
Selain mendapatkan bimbingan beasiswa umat, Taufiq juga memperoleh bimbingan bahasa Turki selama tiga minggu. Motivasi juga diberikan oleh para mentor di Halo Beasiswa “Jika mampu kuliah di dalam negeri, berarti juga mampu kuliah di luar negeri,” ujar Taufiq menirukan ucapan mentornya.
Pemuda yang bercita-cita menjadi dai dan sejarawan ini memberikan pesan kepada siswa kelas XII. “Semangat untuk semuanya. Kita semua punya impian. Setiap orang berbeda jalannya. Pilihlah jalan masing masing, dan bertanggung jawab terhadap pilihannya,” tutup Taufiq.
Taufiq, Kuliah Hingga Keluar Negeri dengan Beasiswa Umat
Penulis : Zikra