Oleh: Efriza | Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan
Matarakyat24.com –Banyak dalam Debat Pemilihan Uumum Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 ini yang menyampaikan visi-misi dan program kerja dengan menawarkan akses pendidikan.
Sekolah gratis dan seragam sekolah gratis menjadi hal yang pouler dalam debat sebagai tawaran pasangan calon kepala daerah.
Memang faktanya mengenai pendidikan adalah hal utama dan penting terbentuknya negara, seperti Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan didirikannya negara Indonesia adalah ‘mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kebijakan sekolah gratis juga diatur dalam regulasi seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mewajibkan pemerintah menyediakan layanan pendidikan dasar gratis bagi seluruh warga negara, dalam implementasi sekolah gratis 9 tahun, tepatnya jenjang SD dan SMP.
Sayangnya pendidikan gratis tidak benar-benar terwujud, dan juga disertai hal-hal prinsipil lainnya yang diabaikan. Sehingga pendidikan di Indonesia menjadi miris, karena pendidikannya gratis tetapi seragam sekolah membayar, atau buku-bukunya tidak diberikan kecuali dipinjamkan semata.
Pengelolaan Sekolah Tidak Seragam
Pendidikan gratis bagi sekolah negeri faktanya tidak semuanya benar-benar gratis. Ada saja bayaran yang disisipkan, seperti uang gedung, uang masuk pendaftaran, maupun pindah sekolah.
Ini menunjukkan sekolah dalam pengelolaannya tidak semua orientasinya mencerdaskan kehidupan bangsa, upaya memberikan pendidikan gratis disertai orientasi bisnis.
Harus diakui memang pengelolaan sekolah negeri gratis, tidaklah seragam di Indonesia, seperti tak semua hal yang membayar juga terjadi di sekolah lainnya meski pun sama-sama satu daerah kabupaten atau kota yang sama misalnya.
Fakta miris juga acap banyak ditemukan seragam sekolah seolah menjadi pemasukan juga bagi sekolah, meskipun jumlahnya tidak besar. Sehingga, urusan seragam sekolah menjadi perhatian dari Presiden Prabowo Subianto.
Presiden Prabowo dalam deklarasi Gerakan Solidaritas Nasional (GSN) meminta para relawan patungan Rp100.000 per bulan untuk membelikan baju sekolah kepada anak-anak yang membutuhkan.
Berdasarkan hitung-hitungannya, biaya dikeluarkan untuk membeli seragam sekolah, seperti sepatu, kaus kaki, dan lainnya mencapai Rp1,2 juta per tahun.
Ini menunjukkan seolah benar kalimat yang menyatakan “orang miskin dilarang bersekolah.” Tak bisa dimungkiri memang di negeri ini terjadi kesenjangan pendapatan yang begitu jauh antar posisi jabatan.
Kesenjangan ini juga ditambah realitas ironi, setiap kenaikan kelas atau per tahunnya harga seragam sekolah cenderung naik, bahkan kenaikan hal lumrah tanpa perlu disertai alasan.
Inilah yang menyebabkan para kepala daerah cenderung menjadikan pendidikan gratis dan seragam sekolah gratis menjadi program kerja yang ditawarkan pasangan calon jika mereka terpilih.
Pendidikan Harus Menjadi Prioritas
Memang sudah selayaknya para kepala daerah mewujudkan pendidikan sekolah gratis dan tentu saja diikuti dengan pemberian seragam sekolah gratis. Agar tidak ada lagi anak-anak di negeri yang putus sekolah, dan juga tidak ada lagi anak-anak di negeri ini yang miris dengan tampilan pakaian seragam sekolah yang sudah tidak layak dipakai.
Bukan hanya seragam sekolah gratis dan pendidikan gratis bagi daerah-daerah di negeri ini. Tetapi juga banyaknya pembangunan sekolah-sekolah negeri baru. Ini dilakukan untuk mendorong pendidikan sekolah gratis dapat merata di berbagai pelosok-pelosok negeri.
Bahkan, semakin baik jika persoalan pendidikan ini turut menyasar para guru-gurunya untuk mendapatkan pendapatan yang setimpal dengan energi dari pikiran dan tenaga yang telah dikeluarkannya.
Sebab memaknai pendidikan berkorelasi tidak sekadar kecerdasan bagi warga negaranya tetapi juga berhubungan langsung dengan kesejahteraan. Dengan pendidikan yang didapatkannya maka langkah untuk kesejahteraan dapat dilakukan dengan optimal.
Pemerintah memang sudah semestinya hadir langsung mewujudkan pembangunan pendidikan di Indonesia untuk lebih baik.
Sebab, bicara pendidikan di negeri ini banyak aspek yang perlu diperhatikan seperti dari gedung-gedung sekolah yang semestinya dilakukan renovasi, membangun kemudahan akses bagi masyarakat seperti membangun kembali jembatan gantung yang putus, padahal jembatan gantung itu akses utamanya.
Untuk mendapatkan pendidikan gratis, di level masyarakat sebaiknya adalah membangun banyak sekolah-sekolah negeri di tingkat kabupaten/kota, dan mewujudkan keseragaman kebijakan pendidikan gratis. (*)