PSU Pilkada Banggai di Simpang Raya: Ujian Demokrasi dan Stabilitas Sosial

Muhamad Irsan S. Nang, salah satu Dewan Pendiri Ikatan Mahasiswa Kecamatan Bunta, Nuhon, dan Simpang Raya (IMKBNS),

Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia telah memutuskan untuk menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) di dua kecamatan di Kabupaten Banggai, yakni Kecamatan Toili dan Kecamatan Simpang Raya, yang melalui keputusan KPU Kab. Banggai akan dilaksanakan pada 5 April 2025.

PSU Pilkada Banggai 2024 menjadi sorotan, terutama di Kecamatan Simpang Raya, yang dianggap sebagai wilayah pertarungan sengit. Hasil rekapitulasi sebelumnya menunjukkan selisih suara yang tipis antar pasangan calon, tanpa adanya dominasi yang jelas.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat karena berpotensi memicu ketegangan politik yang dapat mengganggu stabilitas sosial.

Pada dasarnya, PSU merupakan mekanisme korektif untuk menjamin keadilan dalam pemilu. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa polarisasi politik justru semakin tajam. Jika tidak dikelola dengan bijak, situasi ini dapat berdampak negatif terhadap stabilitas sosial.

Ketegangan politik yang terjadi tidak hanya berlangsung di antara para kandidat, tetapi juga meluas ke masyarakat. Polarisasi yang semakin dalam membuat perbedaan pandangan politik menjadi pemicu potensi gesekan sosial. Demokrasi seharusnya tidak hanya tentang menang dan kalah, tetapi juga bagaimana menerima hasil dengan kedewasaan. Jika PSU justru memperdalam sekat-sekat politik, maka nilai demokrasi yang sesungguhnya akan semakin terkikis.

­menilai bahwa PSU kali ini menjadi ujian besar bagi ketahanan demokrasi di Simpang Raya. Menurutnya, PSU seharusnya menjadi solusi untuk memperbaiki proses demokrasi, bukan justru memperparah ketegangan politik di masyarakat.

“PSU ini bukan hanya tentang pemungutan suara ulang, tetapi juga tentang bagaimana kita menguji kedewasaan dalam berdemokrasi. Jika situasi terus dibiarkan memanas, bukan tidak mungkin ketegangan ini akan berdampak lebih luas pada stabilitas sosial,” ujarnya.

Irsan juga menyoroti pentingnya transparansi dalam penyelenggaraan PSU yang juga menjadi sorotan beberapa pihak, terutama dalam proses evaluasi dan rekrutmen badan adhoc yang bertugas di KPU dan Bawaslu.

“KPU dan Bawaslu harus memastikan bahwa proses evaluasi dan rekrutmen badan adhoc dilakukan secara transparan dan akuntabel guna mengembalikan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil,” tegasnya.

Di tengah situasi ini peran TNI dan Polri menjadi sangat penting dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Selain mengamankan jalannya PSU, aparat juga aktif mengedukasi masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang dapat memicu konflik. Pendekatan persuasif yang dilakukan diharapkan dapat menjaga ketertiban serta memastikan PSU berlangsung dengan aman dan damai.

Lebih lanjut, Irsan menekankan dalam menjaga stabilitas sosial dibutuhkan peran pemuda tidak boleh hanya menjadi penonton dalam PSU ini, tetapi harus berperan aktif dalam mengawal demokrasi agar tetap berjalan sesuai prinsip keadilan dan keterbukaan.

“Kelompok Pemuda Desa harus lebih kritis dalam melihat dinamika politik dan tidak membiarkan diri mereka dijadikan alat kepentingan elit. Mereka harus menjadi agen perubahan yang menjaga integritas demokrasi,” ujarnya.

Situasi yang berkembang menjelang PSU ini seharusnya menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa politik bersifat sementara, sedangkan kehidupan sosial akan terus berlanjut.

“Jangan biarkan PSU merusak kebersamaan yang telah terjalin bertahun-tahun. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang mampu menjaga harmoni di tengah perbedaan,” tambahnya.

Dengan semakin dekatnya PSU, Banggai dihadapkan pada pilihan besar: menjaga demokrasi dengan kedewasaan atau terjebak dalam konflik politik yang berkepanjangan.

Semua pihak, termasuk penyelenggara pemilu, peserta politik, aparat negara, dan masyarakat, harus berperan dalam memastikan PSU berjalan dengan transparan, damai, dan bermartabat. PSU harus menjadi langkah korektif yang benar-benar membawa perbaikan, bukan sekadar arena pertarungan politik yang merusak tatanan sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *