PPATK Temukan Dana Kejahatan Lingkungn 1T Untuk Pemenangan Pemilu 2024 di Indonesia

banner 120x600

JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Republik Indonesia menemukan adanya uang hasil kejahatan lingkungan atau Green Financial Crime (GFC) mengalir ke anggota partai politik (parpol) untuk digunakan mendanai pemenangan Pemilu 2024. Nilai uang tersebut mencapai Rp 1 triliun.

 

“Dana itu mengalir ke anggota parpol. Ini menunjukkan bahwa sudah mulai dari sekarang persiapan dalam rangka Pemilu 2024 itu sudah terjadi,” kata Plt Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK Danang Tri Hartono dalam rapat koordinasi nasional (Rakornas) PPATK di sebuah hotel di Jakarta, Kamis (19/1/2023).

 

Danang mengajak semua elemen di Indonesia untuk memberikan perhatian khusus terkait aliran dana hasil kejahatan lingkungan ini. Sebab, kasus GFC adalah kejahatan yang terjadi secara berjamaah, bukan kejahatan independen.

 

Sementara itu, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan, pihaknya menemukan aliran uang Rp 1 triliun itu ketika sedang melakukan riset permodalan Pemilu 2024. Sebagian dari dana Rp 1 triliun itu diketahui mengalir ke anggota partai politik sejak tiga tahun lalu.

 

Temuan ini bermula ketika PPATK memantau transaksi keuangan pihak-pihak yang diduga terlibat maupun terdakwa kasus pembalakan liar atau illegal logging. Setelah ditelisik, ternyata orang-orang yang sedang terjerat kasus hukum lingkungan itu mengalirkan uang hasil kejahatannya ke anggota partai politik.

 

“Begitu kita lihat aliran transaksinya itu terkait dengan pihak-pihak tertentu yang secara kebetulan mengikuti kontestasi politik. Berdasarkan aliran dana, ini kita sebutkan bahwa ada upaya pembiayaan yang diperoleh dari tindak pidana,” kata Ivan.

 

Menurut Ivan, temuan ini bukan hal baru. Sebab, pihaknya juga menemukan aliran dana hasil kejahatan lingkungan kepada anggota partai politik pada pemilu-pemilu sebelumnya. Dana yang mengalir sebelumnya itu berasal dari kejahatan tambang ilegal, pembalakan liar, dan penangkapan ikan ilegal.

 

“Sekarang kita melihat ada kecenderungan sama dan itu yang harus kita koordinasikan bagaimana mencegah agar aktivitas pemilu tidak dibiayai dari sumber-sumber ilegal. Itu yang kita antisipasi dan makanya dibutuhkan koordinasi yang kita lakukan hari ini,” kata Ivan.

 

Uang Hasil Kejahatan Lingkungan Meningkat

 

Menurut PPATK, jumlah uang hasil kejahatan lingkungan meningkat pada tahun 2022 jika dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatannya mencapai triliunan rupiah.

 

Plt Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK Danang Tri Hartono mengatakan, peningkatan jumlah dana GFC ini berdasarkan hasil analisa terhadap Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM). Hasil analisis ini dibagi ke dalam tiga kelompok.

 

Pertama, tindak pidana lingkungan hidup. Pada 2021 terdapat 60 LTKM bank dengan nominal Rp 883,2 miliar. Pada tahun 2022, jumlahnya meningkat jadi 191 LTKM bank dengan nominal Rp 3,8 triliun.

 

Sedangkan LTKM non-bank terkait tindak pidana lingkungan hidup juga naik. Tahun 2021 tercatat 49 LTKM non-bank dengan nominal Rp 145,3 miliar. Lalu naik pada 2022 menjadi 160 LTKM non-bank dengan nominal Rp 184,3 miliar.

 

Kedua, tindak pidana kelautan dan perikanan. Pada sektor ini, terjadi penurunan. Pada tahun 2021 terdapat 9 LTKM bank dengan nominal Rp 220,1 miliar, lalu turun menjadi 7 LTKM bank dengan nominal 5,2 miliar. Sedangkan LTKM non-bank pada tahun 2021 tercatat 49 dengan nominal Rp 20,1 miliar, lalu turun menjadi 28 dengan nominal Rp 11 miliar.

 

Ketiga, tindak pidana kehutanan. Tahun 2021 tercatat 30 LTKM bank dengan nominal Rp 1,8 triliun, lalu turun menjadi 33 dengan nominal Rp 1,6 triliun. Adapun LTKM non-bank yang awalnya 28 dengan nominal Rp 38,7 miliar, lantas pada tahun 2022 menjadi 19 dengan nominal Rp 59,9 miliar.

 

Danang menjelaskan, berdasarkan data di atas, kenaikan dana hasil kejahatan lingkungan terjadi pada sektor tindak pidana lingkungan. Salah satu kejahatan yang termasuk dalam sektor ini adalah tambang ilegal.

 

Danang menyebut, melonjaknya dana hasil kejahatan pidana lingkungan itu terjadi karena harga komoditas naik signifikan.

 

“Tahun kemarin, harga komoditas Indonesia mengalami kenaikan luar biasa di dunia internasional,” kata Danang.

 

Dengan temuan tersebut, PPATK akan berupaya memberikan data pendukung kepada pemerintah untuk menghentikan tindak pidana lingkungan. Sebab, pemerintah sudah punya kebijakan untuk menyelamatkan kekayaan alam Indonesia tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *