Matarakyat24.com, Jakarta – “ ketika kita berbicara tentang internet, internet ini memiliki dampak negatif maupun positifnya, terhadap dampak yang positif kita tentu sangat mendukung dan bersyukur karena dapat membantu upaya peningkatan kualitas anak muda kedepannya. Ujar Farah dalam Webinar Series
Namun untuk minimalisir dampak negatif salah satunya adalah potensi keterpaparan anak muda terhadap paham-paham intertoleransi, radikal dan lain sebagainya.
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh untuk mencegah atau meminimalisir potensi keterpaparan anak muda terhadap radikalisme melalui BNPT ( Badan Penanggulangan Terorisme ) telah berulang kali menyampaikan mengajak kepada guru agama, ustadz dan kyai untuk mengajarkan pentingnya perilaku toleransi anti radikalisme dan anti terorisme kepada generasi muda.
Pembelajaran tersebut dinilai sangat penting karena melihat trend kenaikan keterlibatan milenial dalam jumlah terorisme di Indonesia cukup signifikan meningkatnya, dalam hal ini lembaga pendidikan menjadi salah satu lokus yang dapat dijadikan arah keterperpaduan tersebut.
Hasil survei ditahun 2015 terhadap siswa-siswi di SMA yang tersebar di Jakarta dan Bandung, menunjukkan bahwa persoalan di tingkat guru terutam guru agama dalam memberikan pemahaman tentang toleransi.
Guru tidak optimal dalam menstransmisikan keagamaan yang plural dan tidak mampu menjadikan pendidikan kewarganegaraan kenegaraan sebagai sarana efektif untuk memperkuat toleransi.
Begitu juga tingkat kampus di mana pada tahun 2019 menemukan dapat persoalan serius yang tengah tengah enimpa kampus-kampus tanah air yakni ketidakmampuan menangkap penguatan intoleransi, penyebaran radikalisme, penguatan konservatisme keagamaan.
Kemudian pada tahun 2017 yang menunjukkan survei terdapat 23,4% mahasiswa dan 23,3 pelajar SMA setuju dengan jihad untuk menegakkan negara Islam. Survei tersebut dilakukan kepada mahasiswa di 25 perguruan tinggi di Indonesia serta 2400 pelajar SMA unggulan di pulau Jawa kota-kota lainnya di Indonesia.
Kemudian juga ada studi PPIM UIN pada tahun 2021 di 3 perguruan tinggi agama perguruan tinggi agama yaitu UIN Jakarta, UIN Bandung dan UIN Jogjakarta, di mana menunjukkan bahwa nilai empati eksternal dan internal dan tidak stabil hampir di semua kalangan baik pada mahasiswa dosen maupun tenaga pendidikan.
Selain itu penemuan survei yang dilakukan PPIM UIN Jakarta melalui program confre Indonesia mengenai toleransi dikalangan respon mahasiswa dan dosen dalam beragam kelompok agama, politik islam, Kristen protestan, Hindu Budha Konghucu dan aliran lainnya menyebutkan bahwa mayoritas mahasiswa memiliki sikap bertoleransi beragama yang tergolong tinggi, namun terdapat 24,28% mahasiswa yang memiliki toleransi agama rendah dan sebanyak 5,27% lainya tergolong memiliki sikap toleransi beragama yang sangat sangat rendah.
Dan apabila digabungkan sebanyak 30,16% mahasiswa di Indonesia memiliki sikap toleransi beragama rendah atau sangat rendah.
Bahkan dalam konteks yang lebih luas perhatian juga perlu kita arahkan kepada pembumian nilai-nilai Pancasila terhadap generasi muda dan aspek pengetahuan generasi muda terhadap aspek tekstual Pancasila.