Konflik PBNU Vs PKB, CSIIS: Kalah Jadi Abu Menang Jadi Arang

Direktur Ekskutuf CSIIS (Center for Strategic on Islamic and International Studies) Doktor M Sholeh Basyari/Ist
Direktur Ekskutuf CSIIS (Center for Strategic on Islamic and International Studies) Doktor M Sholeh Basyari/Ist

Matarakyat24.com –Konflik kian tajam. Belakangan ada sejumlah kiai dan perwakilan pondok pesantren, cucu dan keturunan pendiri NU menggelar konsolidasi nasional di Cirebon pada 8-9 September 2024. Pertemuan kelompok yang menamakan diri sebagai Presidium MLB NU itu bertujuan mendorong pelaksanaan Muktamar Luar Biasa Nahdlatul Ulama. Mereka yang kebanyakan kiai PKB ini, sudah membentuk kepanitiaan segala.

Sudah berbulan-bulan nahdliyin disuguhi konflik PBNU Vs PKB. Kali ini bukan mereda, tapi tambah memprihatinkan. Ada yang menyebutnya, inilah risiko ketika lembaga gagal mengelola konflik. Ada pula yang menyebut konflik ini akan membuat kubu PRD di PKB merajalela.

“Ujungnya, bagai idiom melayu ‘Kalah jadi Abu, Menang Jadi Arang’, tak ada manfaatnya. Lalu siapa yang bisa mendamaikan? Secara kultural, resolusi konflik bisa kiai-kiai sepuh yang disegani PKB maupun PBNU. Atau diambil secara arbitrase oleh negara, dalam hal ini presiden,” demikian disampaikan Doktor M Sholeh Basyari, Direktur Ekskutif CSIIS (Center for Strategic on Islamic and International Studies), Rabu (11/9/24).

Presidium MLB NU ini mendapat reaksi keras dari cendekiawan muda NU, Kholili Kholil yang juga cucu Syaikhona Kholil. Ia merasa aneh kalau mereka (atas nama) cucu-cucu pendiri NU kumpul-kumpul menginisiasi Muktamar Luar Biasa NU. “Pendiri NU itu dikenal karena ilmu dan akhlaknya. Aneh kalau para cucu pendiri NU kumpul-kumpul untuk mendorong MLB NU,” kata Gus Kholili, dalam keterangannya, Selasa (10/9/29024).

Pengasuh Pondok Pesantren Al Amiroh, Canga’an, Bangil, Pasuruan ini mengatakan, harusnya cucu pendiri NU itu memberi contoh kumpul-kumpul dengan mengaji atau bahtsul masail. Ia menyindir jangan-jangan mereka yang berkumpul itu karena tidak bisa mengaji.

Menurutnya, kalau bisa mengaji, bisa membaca kitab usul fikih seperti Al Mustashfa, sastra Arab. Termasuk Maqamat al-Hariri, kitab tauhid seperti Al-Mawaqif. Tentu mereka tidak disibukkan dengan agenda-agenda sarat politis seperti MLB. “Selain pengangguran, seperti kata Ketua Umum PBNU, saya juga curiga mereka tidak bisa mengaji,” katanya telak.

PBNU pun tak kalah serius ‘meluruskan’ PKB. Partai ini dinilai sudah melenceng dari khittahnya, 1998. PKB, tidak bisa lepas dari PBNU, bahkan partai ini awal berdirinya difasilitasi PBNU. Sampai soal urusan AD/ART, kepengursan dari unsur pengurus NU di semua tingkatan. “Aneh, kalau sekarang ada deklarasi independensi PKB tanpa mengingatkan peran penting PBNU,” demikian disampaikan warga NU.

Konflik marathon PBNU Vs PKB ini sampai terasa di Gedung Senayan dan Kementeri Agama RI. Kalau sekedar saling koreksi, saling mengingatkan, itu baik. Saling lapor aparat penegak hukum, KPK, masih bisa ditolerir. Tetapi, kalau sudah saling caci maki, saling menghinakan, tentu, patut disudahi.

“Saya melihat saling lapor KPK dari kedua belah fihak, ini adalah ujung dari perang saudara sesama elit-elit NU, baik yang di PKB maupun PBNU. Dalam kondisi seperti ini, harusnya cepat ada resolusi konflik, baik dari kiai sepuh yang disegani PKB maupun PBNU atau pemerintah,” jelas Doktor Sholeh.

Rumah Halim Digeledah KPK
Menurur Dr Sholeh, di tengah konflik ini, ada kelompok ‘asing’ yang mengambil untung. Penggeledahan rumah Menteri Desa (Mendes) Abdul Halim Iskandar oleh KPK, misalnya, bisa dibaca dari banyak sisi.

Pertama, menguatnya “Kubu PRD ” dalam struktur DPP PKB hasil Muktamar Bali Agustus kemarin. Seperti tergambar saat ini, struktur PKB setidaknya ditopang oleh tiga pilar: Mereka adalah PMII, PRD dan Trah Denanyar.

Bahkan, konon, Ketua PB Ika PMII Ahmad Muqowam, di banyak kesempatan sering menyebut bahwa, PMII di DPP PKB hanya sekedar “front office“, sementara alumni PRD (Partai Rakyat Demokratik) adalah pengendali dapur utama PKB.

“Memang, posisi alumni PRD ini, makin menguat. Mereka nyaris menggeser posisi CI (Cak Imin) sebagai ketua umum. Tidak sedikit dedengkot PRD yang memegang kunci di PKB. Stigma front office bisa dipahami,” tegas Dr Sholeh.

Kedua, lanjut Dr Sholeh, penggeledahan juga bisa dibaca bahwa struktur partai secara umum, sedikit goyah. riak-riak kecil antar faksi di DPP PKB tidak bisa dihindari. Ini pasti mempengaruhi soliditas struktur di bawahnya, utamanya di tiga provinsi pendulang suara jumbo bagi partai kaum nahdliyin tersebut. “Sekarang sudah menjadi rasan-rasan adanya rivalitas antar kubu. Baik di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ini bisa meledak setiap saat,” urainya.

Rivalitas dan kekuatnya kubu PRD ini, tegas Dr Sholeh, semakin membuat PBNU was-was. Karena itu, kalau sekarang Kramat Raya (PBNU) masih konsisten menggelar Muktamar PKB (tandingan), adalah hal lumrah. “Kita tunggu saja, bagaimana akhir dari pertikaian ini, semoga menemukan jalan terbaik,” tandasnya.(rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *