ISTIGHFAR DAN DOA ABU MUSLIM

Khazanah

Oleh : Syaiful Anwar

 

Pada suatu hari, Abu Muslim sampai ke rumahnya.

Istrinya sudah menyambutnya di depan pintu.

Dengan wajah sedih, istrinya berkata, ”Tidak ada kayu di rumah kita yang bisa digunakan untuk meng-hangatkan tubuh dari muslim dingin yang menggigil ini.”

Abu Muslim menjawab dengan hati pilu, ”Di dalam sakuku tidak ada uang dinar atau dirham untuk membeli kebutuhan kita!”

Istrinya menyahut, ”Bagaimana bisa kau mengeluh fakir dan tidak punya apa-apa, padahal engkau adalah orang yang paling dekat dan dihormati Khalifah? Pergilah ke sana dan jelaskan kepadanya keadaan kita, bahwa kita sangat kekurangan, fakir dan perlu bantuannya segera. Aku yakin, khalifah pasti membantu dan tidak membiarkan kita hidup fakir.”

Abu Muslim menjawab, Naudzubillah, aku berlindung Allah kalau sampai aku melakukan hal itu. Aku sangat malu kepada Allah. Kalau sampai minta bantuan kepada makhluk ciptaan Allah, padahal Allah Maha Pemurah. Aku tidak mungkin meminta bantuan kepada selain Allah.”

Lalu Abu Muslim keluar rumahnya dan pergi ke masjid. Setibanya di masjid, dia langsung shalat dua rakaat.

Selesai shalat, ia berzikir beristighfar, dan berdoa,

“Ya Allah, ya Rabbi, wahai Tuhan yang Maha Mengetahui rahasia, Engkau Mahatahu, bahwa aku malu jika meminta pertolongan kepada selain-Mu. Wahai Tuhan yang luas kemurahannya, karuniakan-lah kepadaku gandum, terigu, adas, minyak dan kayu bakar. Karuniakanlah pada istriku, pakaian dan kerudung, dna karuniakanlah pada anakku pakaian dan sapi untuk diminum susunya. Ya Allah, kabulkanlah doaku.” Amin.”

Kebetulan, saat itu, di dalam masjid ada seorang lelaki yang termasuk salah satu pengawal istana khalifah. Pengawal itu merasa aneh mendengar doa itu, cepat-cepat ia bergegas keluar masjid dan langsung menuju istana. Ia ingin menemui khalifah untuk menceritakan apa yang didengarnya di dalam masjid.

Begitu sampai di hadapan khalifah, ia berkata, ”Aku melihat, sekarang ini ada seorang lelaki di masjid berdoa pada Tuhannya dan meminta hal-hal yang aneh.”

Lalu, ia menyebutkan hal-hal yang diminta oleh lelaki

–yang tak lain adalah Abu Muslim– itu pada khalifah.

Ketika mendengar hal-hal yang diminta itu, khalifah tertawa dan berkata, ”Aku yakin, aku tahu siapa lelaki yang berdoa di dalam masjid itu. Aku yakin ia adalah Abu Muslim. Ia seorang lelaki yang sangat malu kepada Allah.

Sekarang coba kau ulangi lagi isi doanya. Aku ingin mengirim barang-barang yang dimintanya itu ke rumahnya secepatnya sebelum ia keluar dari masjid. Setiap satu barang yang ia minta, kirim dua.”

Sementara itu, Abu Muslim tetap berada di dalam masjid beberapa saat lamanya untuk membaca Al-Quran dan berdoa kepada Tuhannya. Setelah dirasa cukup lama, ia keluar dari masjid dan pulang ke rumahnya. Sampai di rumah, ia disambut oleh istrinya dengan penuh tasa gembira. Sang istri menyambutnya dengan penuh kehangatan.

Istrinya berkata, “Coba renungkan Abu Muslim, sekarang kita tidak kekurangan lagi. Ini tak lain karena kau mau mendengar nasihatku. Akhirnya, kau pergi juga ke tempat khalifah.”

Abu Muslim terkejut dengan ucapan istrinya. Ia bersumpah bahwa ia tidak pergi menemui khalifah. Bahkan, ia berjumpa dengannya selama satu minggu.

Istrinya berkata, ”Kalau begitu, ceritakan kepada-ku, ke mana kau pergi? Kepada siapa kau mengadu?”

Abu Muslim menjawab, ”Aku pergi ke masjid dan mengadukan keadaan kita kepada Allah . Sebagaimana kau ketahui selama ini, wahai Ummu Muslim, aku sangat malu minta tolong kepada Allah kalau sampai Dia melihat aku minta tolong kepada selain-Nya.”

Seketika itu, istrinya meneteskan air mata, terharu. Ia bersyukur kepada Allah dan berterimakasih kepada suaminya.

Ia berkata, ”Alangkah mulianya jiwamu! Alangkah indahnya perbuatanmu, suamiku! Alangkah pengasihnya Allah yang tidak pernah melupakan hamba-Nya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *