Opini
Oleh: Idharsyah T. Dasi
Matarakyat24.com – Seluruh rakyat Indonesia sedang mempersiapkan diri dan dipersiapkan untuk menyambut pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) di Tahun 2024.
Meski demikian atmosfir hangat sudah mulai dirasakan akhir-akhir ini. Tahun 2023 dikatakan juga sebagai tahun politik, seiring dengan tahun politik itu, kini semakin ramai orang bercakap mesra tentang “politik”.
Imam Al-Mawardi, seorang Ilmuan Islam dalam bukunya “Adabud dunya Wad Din” mendefinisikan Politik sebagai “Industri Pemikiran”. Politik mengharuskan adanya dialektika pikiran, sehingga Politisi sesungguhnya adalah Pemikir yang sedang berupaya untuk mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang Ideal.
Politik menurut Aristoteles adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Kata ”politik” awalnya berarti sangat identik dengan konotasi sebuah kehidupan bersama atau bermasyarakat. Sebagaimana frase ”zoon politicon” dalam perspektif yang diungkapkan oleh Aristoteles ”manusia merupakan zoon politicon” biasanya diartikan dengan ”makhluk sosial”.
Namun, dalam perkembangannya, menurut Mohammad Nasih kata politik mengalami pergeseran makna semantik disebabkan perubahan tata kelola dalam kehidupan bersama itu. Kata politik menunjuk pada kehidupan bersama yang diatur oleh hasil konsensus yang dijadikan sebagai aturan legal formal dan mengikat seluruh anggota atau warga. Inilah yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan ”negara”.
Karena itulah, kata politik kemudian digunakan untuk menunjuk kepada sistem dengan aturan main yang jelas dan struktur-struktur tertata yang diorientasikan untuk mengurusi warga negara guna mewujudkan kebaikan bersama. Artinya seluruh upaya yang dilakukan ketika ia berdimensi kebaikan,kebenaran dan keindahan adalah politik. Oleh karna itu, tidak berlebihan apa yang dikatakan Soekarno bahwa perjuangan mengusir penjajah, mempertahakan kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan itu adalah politik.
Namun, apa yang terjadi hari Ini dalam kancah dunia perpolitikan Indonesia semacam jauh panggang dari api. Ada jarak yang lebar antara ide dan Realitas sehingga politik hari ini mengalami stigmatisasi sebagai sesuatu yang kotor.
Sebagai anak bangsa yang memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan perjuangan para pendiri bangsa dan sebagai kader HMI yang menjadikan Tauhid sebagai landasan hidup maka tentu kita harus memiliki keteguhan, keyakinan yang kuat dan Optimisme bahwa kita bisa mewujudkan cita-cita untuk Indonesia yang adil,terbuka dan demokratis atau dalam bahasa bung hatta sebagai negara yang semua kita “bahagia” didalamnya.
Tetapi optimisme kita juga harus diikuti dengan Optimisme Rasional yang dibangun dalam kerangka sikap yang Realistis. Apa yang berseliweran hari ini agaknya lebih banyak (tentu tidak semua) mengarah pada praktek penyimpangan yang berpotensi merusak moral bangsa. mengarah pada kepentingan-kepentingan jangka pendek yang hanya menguntungkan Individu atau kelompok-kelompok tertentu dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Politik sebagai alat distribusi kesejahteraan seringkali dijadikan sebagai alat untuk memenuhi keinginan para oligarki, sebagai alat untuk memenangkan dan mempertahankan kekuasaan dengan menggunakan apa yang disebut oleh Machievelli menghalalkan segala cara (the ends justify the means).
Belum lagi, sikap saling sindir menyindir antar politisi, saling serang antar partai politik yang tidak terlalu memberikan pencerdasan bagi khalayak publik tetapi sering laku karna diperbincangkan secara terus menerus.
Oleh karna itu sebagai Kader HMI yang memiliki komitmen Keummatan dan kebangsaan, menjadi sebuah kemestian ideologis untuk terus mengupayakan secara sadar, sistematis dan konsisten untuk memperjuangkan kembali Politik berada pada Rel(jalan) yang sebenarnya. Idealisme untuk terus memperjuangkan cita-cita Negara Bangsa tidak boleh padam, harus terus dirawat meskipun ia berjalan lambat.
Sebagai bagian dari Civil Society, Himpunam Mahasiswa Islam diharuskan untuk turut mewarnai Politik Indonesia dengan caranya sendiri sesuai dengan Independesi HMI. Kader HMI tidak boleh buta akan politik, ia harus melek politik. Bahkan seharusnya HMI mesti ikut mencerdaskan masyarakat untuk memahami politik dan tidak terjebak pada money politik, politik yang pragmatis ataupun sesuatu yang akan mereduksi nilai-nilai Pancasila.
Pembumian Etika Politik adalah keharusan Universal yang harus diperjuangkan agar Indonesia bukan saja surplus politisi tetapi juga surplus Negarawan. Seorang Negarawan pasti didalam dirinya terinternalisasi nilai-nilai etis politik. Prinsip-prinsip seperti ketuhanan, kejujuran, keadilan, musyawarah, persatuan, kemanusiaan, persaudaraan menjadi value, cara pandang politisi yang bersikap sebagai seorang negarawan.
**
Nurcholis Madjid atau yang akrab disapa “Cak Nur”, seorang Cendekiawan Muslim Indonesia sekaligus Ketua Umum PB HMI 2 periode mengingatkan kita bahwa ada perbedaan yang mendasar antara Gerakan Politik Praktis dan apa yang hari ini disebut sebagai gerakan Kultural. Negara yang Ideal adalah negara yang tidak saja diwarnai dengan politik-politik praktis tetapi juga diwarnai dengan gerakan kultural agar terciptanya keseimbangan.
Dalam tulisannya yang berjudul “Overdosis Politik” Zaprulkhan juga memberikan penegasan betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara politik praktis dan gerakan kultural, ia mengatakan bahwa tidak boleh semua yang berkapasitas menjadi Pemimpin semuanya masuk dalam politik praktis. Harus ada yang memainkan peran diluar jabatan politik untuk menjadi penyeimbang.
jabatan politik bersifat miopik dan berdimensi jangka pendek. Sedangkan perjuangan kultural selama ini mempunyai dimensi pengaruh jangka panjang yang usianya melampaui usia fisikal. Sayangnya banyak tokoh kita hari ini lebih menyukai kemewahan jabatan politik praktis jangka pendek dengan mengorbankan kemuliaan dan keluhuran idealisme jangka panjang.
HMI Sebagai Organisasi yang sarat dan kental akan nilai-nilai Kemahasiswaan harus menjadikan dirinya sebagai salah satu mesin Civil Society untuk tetap Kritis dan menjaga Idealismenya agar terus berupaya melaksanakan kerja-kerja amar maruf nahi munkar demi terciptanya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
Salah satu jalan yang agaknya bisa dilakukan HMI adalah memainkan peran diranah kultural sebagai pendidik dalam arti luas yang tugasnya menyemai nilai-nilai pendidikan politik dengan prinsip Keislaman dan Keindonesian bagi masyarakat luas agar mampu mengembalikan Politik sesuai dengan “fitrah” kelahirannya. ***