DPR Bisa Copot Calon Pimpinan KPK, Hakim MA dan MK?

Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan/Dok.Pribadi
Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan/Dok.Pribadi

Oleh: Efriza | Pengamat Politik Citra Institute dan Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang (UNPAM) Serang

Matarakyat24.com –DPR sudah salah kaprah dan konyol. Legislator kita tak paham makna tata tertib, tata tertib itu untuk mengatur ke internal DPR. Tata Tertib ini jelas muatan sasarannya adalah menjadikan DPR sebahai legislatif heavy, sehingga DPR dalam Tatib punya kewenangan sangat superpower sampai kepada melebihi kewenangannya dan juga menghilangkan prinsip check and balances.

Tata Tertib ini membuat lembaga-lembaga seperti Mahkamah Konstitusional (MK), Mahkamah Agung (MA), calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), calon Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), hingga calon Kepala Polri, berada di bawah kendali DPR, karena DPR bisa melakukan evaluasi ujungnya tentu saja rekomendasi pencopotan.

Ini jelas muatannya politis, ditenggarai legislator ingin melemahkan lembaga-lembaga lain untuk kepentingan diri dan golongannya, ujungnya juga memungkinkan untuk kepentingan partai-partai politiknya, karena legislator kita bekerja sesuai arahan atau instruksi partainya.

Tatib ini malah juga akan menghasilkan konflik antar kelembagaan kelak, misal saja, jika KPK menyasar Ketua Umum/Sekjen Partai/Pimpinan DPR, lalu langkah berikutnya KPK akan dievaluasi oleh DPR hasil, maka memungkinkan kepemimpinan KPK itu dianggap bernilai minus, ujungnya konflik antar kelembagaan dapat tercipta.

Jadi Tatib ini karena sudah diparipurnakan harus diajukan gugatan ke Mahkamah Agung. Sebab, secara hukum penilaian bahwa Tatib ini cacat formil dan materiil memang benar adanya.

DPR dari tata tertib ini malah mewujudkan “supremasi parlemen” yang terjadi adalah tidak sesuai semangat reformasi dan amandemen konstitusi bahwa kita menerapkan pemisahan kekuasaan dan check and balances. DPR juga mengabaikan semangat supremasi konstitusi hal mana mengedepankan kedaulatan rakyat dengan menghormati lembaga-lembaga lainnya.

Tatib DPR ini malah membuat DPR menciptakan hubungan antar lembaga negara dalam pusaran konflik, juga dari ranah kekuasaan DPR telah melampaui kewenangannya. DPR ini juga merasa seolah adalah lembaga yang terbaik di negeri ini, padahal kinerja anggota-anggota DPR dan juga penilaian atas lembaga DPR selalu dapat sentimen negatif dari publik bahwa DPR dianggap tidak mewakili masyarakat, malah Tatib ini membenamkan DPR bercitra buruk dengan haus kekuasan dan selalu berusaha melampaui kewenangannya.

Dampak buruknya adalah lembaga-lembaga negara lain, dianggap oleh DPR berada di bawah mereka. Sehingga DPR bisa melampaui kewenangannya, hingga menabrak independensi lembaga-lembaga lainnya.

DPR dalam kasus ini lupa bahwa lembaga yang bisa mencopotnya adalah dari lembaga yang mengangkat pejabat tersebut, seperti terhadap KPK kewenangannya di Presiden. Jika didiamkan maka akan menghadirkan negeri ini ke depannya bersuasana konflik antar lembaga negara, bukan hanya itu urusan rekomendasi DPR misalnya dalam pencopotan bisa menghadirkan gugatan di PTUN.

Ini menunjukkan Tatib tersebut, sudah menyebabkan DPR menjadi lembaga super power, melampaui kewenangannya, juga membuat suasana negara dalam balutan konflik antar negara, bahkan DPR juga telah merusak semangat reformasi.

Bukan hanya ingin gagah-gagahan, tapi ini disinyalir ada niatan busuk dari DPR. DPR ingin menjadi lembaga legislatif heavy, sehingga lembaga-lembaga negara lainnya tidak dihargai sisi independensinya, banyak lembaga-lembaga negara seolah dibawah DPR Senayan.

Semestinya DPR dalam membuat tata tertib semangat pembenahan internal, mereka menyadari para legislatornya aja banyak bolos, tak banyak bicara di rapat, tak mengerti kondisi masyarakat yang harus disuarakan mereka, tetapi mereka malah sibuk urusan politis dengan mengangkangi lembaga-lembaga negara lainnya. Publik malah menilai DPR sudah kinerjanya minus, tidak mewakili rakyat, malah sibuk menciptakan konflik antar lembaga negara kelak.

Ini yang disebut DPR ambisius ingin terlihat superpower, tapi malah menghadirkan DPR yang berkinerja baik saja tidak bisa, mengatur urusan internalnya dengan Tatib saja tak becus tapi maunya kewenangannya melampaui dan merecoki lembaga-lembaga negara lain.(Red-1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *