Antara Citra dan Fakta: Apakah Kejati Sumbar Layak Diberi Penghargaan?

 

Matarakyat24.com – Padang, 8 Agustus 2025 — Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat (Kejati Sumbar) baru-baru ini menerima penghargaan dari Kejaksaan Agung RI atas capaian kinerja di bidang intelijen. Apresiasi tersebut diumumkan dalam Rapat Kerja Nasional Evaluasi Kinerja Semester I Tahun 2025. Namun, di tengah kabar penghargaan itu, muncul pertanyaan dari berbagai kalangan: apakah penghargaan tersebut selaras dengan kenyataan di lapangan?

Pasalnya, selama setahun terakhir, Kejati Sumbar dinilai belum menunjukkan kemajuan signifikan dalam penanganan berbagai kasus besar yang menyangkut kepentingan publik dan dugaan korupsi berskala besar.

Kasus Strategis Jalan di Tempat

Laporan investigatif media Korannusantara.id (3 Agustus 2025) menyebut sejumlah kasus penting yang hingga kini belum juga menemukan titik terang. Salah satunya adalah penguasaan lahan sawit ilegal seluas 650 hektare di Kabupaten Solok Selatan, yang melibatkan pihak swasta dan diduga juga menyeret nama pejabat publik. Meski telah dilakukan pemanggilan terhadap lebih dari 20 saksi, kasus ini masih belum beranjak dari tahap penyelidikan.

Selain itu, terdapat pula perkara PT IMF, yang disebut masih beroperasi di atas lahan negara meski izin konsesinya telah dicabut sejak 2022. Hingga kini, belum ada tindakan hukum konkret terhadap perusahaan tersebut.

Tak kalah mencolok adalah kasus pengadaan lahan untuk proyek strategis nasional Tol Padang–Pekanbaru, yang meski sempat menyeret sejumlah nama ke tahap penyidikan, dinilai berjalan lambat dan kurang transparan. Publik juga menyoroti dugaan penyimpangan dana nagari di Pasaman yang mandek sejak awal 2025.

Kondisi ini memunculkan kesan bahwa Kejati Sumbar belum berhasil menjalankan peran penegakan hukum secara optimal, terutama dalam kasus-kasus yang berkaitan langsung dengan kerugian negara dan kepentingan masyarakat.

Kritik dari Aktivis Nasional

Aktivis pemuda nasional, Benny Ario, menyayangkan penghargaan yang diberikan di tengah sorotan terhadap kinerja lembaga tersebut.

Ketika kasus-kasus besar yang menyangkut rakyat jalan di tempat, lalu institusi diberi penghargaan, publik wajar bertanya: ini penghargaan karena apa? Citra atau capaian nyata?” tegas Benny dalam keterangannya kepada media, Rabu (7/8).

Benny menilai, lembaga penegak hukum seharusnya dinilai dari sejauh mana keadilan ditegakkan, bukan sekadar kelengkapan laporan administratif.

Rakyat tidak menilai dari berapa banyak laporan dibuat atau rapat dilaksanakan, tapi dari seberapa banyak kasus diselesaikan dan keadilan ditegakkan. Jangan sampai penghargaan justru menjadi tameng dari mandeknya penegakan hukum,” pungkasnya.

Penghargaan dan Realitas

Menurut Kejaksaan Agung, penghargaan tersebut diberikan berdasarkan evaluasi terhadap kegiatan intelijen dan penanganan isu strategis di daerah. Namun, masyarakat berharap agar evaluasi kinerja juga memperhatikan dampak riil dari kerja kejaksaan terhadap pemberantasan korupsi dan penyelamatan aset negara.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Kejati Sumbar belum memberikan tanggapan resmi atas kritik yang berkembang. Publik pun terus menanti, apakah penghargaan itu akan dibuktikan dengan penyelesaian konkret kasus-kasus besar, atau sekadar menjadi bagian dari pencitraan institusional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *