Matarakyat24.com/Dharmasraya – Kembali terjadi pencurian buah kelapa sawit di Jorong Pasar Bandang Nagari Ampang Kuranji, kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya, Pada Kamis 24/7/25, sekitar pukul 15: 00 WIB
Pelaku berinisial D (45), asal Medan dan berdomisili di Jorong Bariang Nagari Ampang Kuranji, tertangkap tangan oleh warga saat memanen buah kelapa sawit, saat ditangkap pelaku sudah menurunkan 80 Kg buah kelapa sawit.
Untuk menghindari amukan massa, pelaku diserahkan ke Polsek koto baru, hal itu dibenarkan oleh Wali Nagari Ampang Kuranji
Nobon, Wali Nagari Ampang Kuranji, membenarkan kejadian tersebut, Pelaku sudah diserahkan ke Polsek Koto Baru, karna massa sudah ramai, takut terjadi amukan massa, ” terang Wali Nagari, Nobon.
Sementara Sebagai informasi, pelapor tercatat atas nama Abdul Halim dengan Nomor LP/B/43/VII/2025/SPKT/Polsek Koto Baru/Polres Dharmasraya/Polda Sumbar.
Kanit Reskrim Polsek Koto Baru, Robert, membenarkan bahwa pihaknya telah mengamankan terduga pelaku.
Namun, ia juga menjelaskan bahwa korban telah mencabut laporannya, dan kasus ini diselesaikan melalui jalur restorative justice berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Atas peristiwa tersebut, Aktivis LSM Peduli Dharmasraya, Pandong S Nabris Angkat Bicara, Pandong mengatakan Salah Kaprah, Penerapan Restorasi Justice pada Fenomena Pencurian Sawit “Ninja Sawit”
Pandong menjelaskan bahwa istilah “Ninja Sawit” merujuk pada individu yang mencuri Tandan Buah Sawit (TBS).
Ia mengakui bahwa “Ninja Sawit” sering ditangkap dan diserahkan ke kantor kepolisian, di mana penyidik kerap melakukan upaya damai atau proses “Restorasi Justice”.
Proses ini didasarkan pada anggapan bahwa pencurian sawit merupakan tindak pidana ringan dengan batas kerugian Rp2,5 juta.
Namun, Pandong merasa ada kesalahpahaman. “Dengan semangat restorasi justice, dimaknai Ninja Sawit tidak ada Hukumnya. Kalau pemahaman ini berlanjut, hal ini akan berdampak lain,” ungkapnya pada Sabtu (26/7/2025).
Ia menambahkan bahwa jika proses perdamaian tidak tercapai, seharusnya proses hukum tetap dilanjutkan. Apabila upaya damai sulit dicapai, itu menunjukkan bahwa peristiwa ini sudah sangat serius.
Pandong juga menyoroti pemahaman masyarakat terhadap tersangka tidak di tahan. Dalam sistem penegakan hukum, tersangka tindak pidana ringan memang tidak ditahan.
Namun, pemahaman ini seringkali diartikan masyarakat sebagai proses hukum yang tidak berjalan. Padahal, secara hukum, proses tetap berjalan ketika penyidikan ditingkatkan dengan pemeriksaan unsur pidana seperti saksi, barang bukti, dan pelapor.
Oleh karena itu, Pandong menekankan bahwa pemahaman Restorasi Justice, antara penegak hukum dan masyarakat perlu ada pemahaman yang sama, Sehingga tidak ada saling tuduh terhadap proses penegakan hukum di Negara ini.
Pandong juga memaparkan dampak sosialnya jika pemahaman ini tidak diselaraskan. Ketika penegakan hukum terhadap “Ninja Sawit” dipahami sebagai bukan tindak pidana di satu sisi, dan di sisi lain tidak ditahannya tersangka dianggap proses hukum tidak berjalan, hal ini dapat menimbulkan saling tuduh antarpihak.
Lebih lanjut, Pandong memperingatkan potensi masyarakat untuk melakukan tindak main hakim sendiri.
Jangan sampai masyarakat melakukan tindak main hakim sendiri dan bahkan pemilik kebun yang awalnya korban, bisa menjadi tersangka tindak pidana penganiayaan dan tindak pidana lainnya,” terangnya.
” Ia khawatir, pencuri sawit ‘Ninja Sawit’ Bebas sedangkan Petani Sawit dan warga yang menangkap berpotensi di pidana dengan tindak pidana penganiayaan dan atau tindak pidana lainnya seperti pembunuhan yang disebabkan oleh penegakan hukum terhadap Ninja Sawit tidak utuh dipahami.