Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Aku pernah duduk di dalam sebuah halaqah (Majelis ta‟lim dengan posisi duduk membentuk lingkaran) yang dipimpin oleh Ibrahim Al-Harbi. Pada saat itu ada dua anak laki-laki yang duduk bersama kami.
Keduanya seakan-akan ruh dengan jasad, berdiri bersama dan hadir bersama-sama juga. Pada suatu hari Jum’at, aku melihat hanya salah seorang saja yang hadir, wajahnya terlihat pucat dan dari kedua bola matanya tampak kesedihan.
Jum’at berikutnya, aku hanya melihat anak yang pada hari Jum’at sebelumnya tidak hadir. Wajahnya yang terlihat pucat dan terlihat sedang me-nyembunyikan kesedihan yang cukup dalam. Hatiku mencoba menjawab, ”Mungkinkah kesedihan itu disebabkan oleh perpisahan yang terjadi antara mereka yang sesungguhnya telah lama disatukan oleh cinta.”
Setelah kuperhatikan, ternyata setiap Jum’at keduanya selalu berlomba untuk menghadiri halaqah itu. Apabila yang satunya terlebih dahulu datang, maka yang satunya pun tidak akan duduk
Lalu pada suatu Jum’at, ketika salah satunya terlebih dahulu datang dan duduk bersama kami, tiba-tiba datanglah teman yang lainnya. Ia menengok ke arah halaqah, di sana ia melihat ternyata temannya telah mendahuluinya. Seketika itu, terlihatlah dari kedua bola matanya perasaan sangat cemburu.
Di tangan kirinya aku melihat beberapa potong kain kecil yang telah bertuliskan. Lalu dengan tangan kanannya ia mengambil satu potong kain itu. kemudian sambil bersembunyi di balik kerumunan orang banyak ia pun melemparkan potongan kain tersebut.
Sementara pada saat itu, kebetulan Abu ‟Ubaidah sedang berada di sana. Potongan kain itu pun ia ambil dan lalu membacanya. Ternyata yang tertulis di sana adalah sebuah doa, semoga temannya yang telah mendahuluinya itu jatuh sakit atau terkena musibah lainnya. Di ujung doa itu terdapat harapan semoga doa itu diaminkan oleh orang yang berada di majelis tersebut.
Setelah membaca isi surat tersebut, syaikh berdoa, ”Ya Allah satukanlah mereka berdua, buatlah hati keduanya saling mencinta dan jadikan cinta itu untuk hal-hal yang mendekatkan mereka kepada-Mu.”
Doa itu pun diamini oleh orang-orang yang mendengarnya. Selepaskan mengucapkan doa, syaikh melipati kembali potongan kain itu dan melemparkannya kepadaku. Aku memperhatikan tulisan yang ada pada sepotong kain itu. Ternyata doa yang tertulis di dalamnya berbunyi,
”Semoga Allah memaafkan seorang hamba yang membantu dengan doa Dua kekasih yang dulunya selalu di atas cinta kasih Sampai akhirnya datanglah bisikan hawa nafsu membawa adu domba Sampai di situ kondisinya, dan keduanya pun mengingkari janji.”
Hari Jum‟at berikutnya, keduanya terlihat hadir bersama-sama dan kepucatan yang tadinya mewarnai wajah keduanya pun telah sirna. Aku berkata kepada Ibnu Harbaweih, ”Menurutku doa syaikh telah dikabulkan oleh Allah dengan sangat sempurna.” Kemudian pada tahun itu pula aku menunaikan ibadah haji, dan lagi-lagi aku bertemu dengan kedua anak laki-laki tersebut. Mereka berdua sama seperti aku, sedang mengenakan kain ihram. Di antara Mina dan Arafah aku melihat keduanya saling mencinta, cinta yang utuh sampai tua.
Demikianlah kisah tentang energi doa yang diceritakan oleh Ibrahim bin Jabir.