Jakarta– Pemuda Sumut Bersatu menyatakan keprihatinan mendalam sekaligus kegelisahan publik terkait polemik gelar doktor ilmu hukum milik Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Asrul Sani yang diperoleh dari Collegium Humanum – Warsaw Management University, Polandia, sebuah institusi yang saat ini sedang diselidiki otoritas Polandia atas dugaan praktik jual beli gelar akademik.
Ketua Pemuda Sumut Bersatu, Ashan Panggabean, mengatakan bahwa temuan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai keabsahan gelar doktor yang menjadi salah satu prasyarat utama pengangkatan hakim konstitusi. Hal tersebut merujuk pada Pasal 15 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, yang mewajibkan setiap calon hakim MK memiliki gelar doktor di bidang hukum.
“Ini bukan persoalan sederhana. Gelar akademik seorang hakim konstitusi adalah fondasi legalitas jabatannya. Bila institusi penerbit gelar tengah diselidiki atas dugaan transaksi gelar, maka publik berhak mempertanyakan validitas gelar tersebut,” ujar Ashan Panggabean.
Belum Yakin Meski Ijazah Ditunjukkan
Ashan menegaskan bahwa pihaknya tetap menunggu hasil penyelidikan resmi otoritas Polandia, meskipun pada Senin, 17 November 2025, Hakim MK Asrul Sani telah menggelar konferensi pers dan memperlihatkan ijazah serta foto wisudanya.
“Kami menghargai klarifikasi beliau. Namun, bagi Pemuda Sumut Bersatu, langkah itu belum cukup untuk menjawab keraguan publik sebelum penyelidikan di Polandia selesai. Selama pihak berwenang di sana belum mengeluarkan kesimpulan resmi, maka pertanyaan tentang keabsahan gelar tersebut tetap terbuka,” tegas Ashan.
Menjaga Marwah Mahkamah Konstitusi
Menurutnya, sikap ini merupakan bentuk kepedulian Pemuda Sumut Bersatu agar Mahkamah Konstitusi—sebagai penjaga konstitusi—tidak kecolongan oleh potensi cacat administratif, akademik, maupun manipulatif yang dapat merusak kredibilitas lembaga tersebut.
“Hakim konstitusi adalah benteng terakhir hukum. Mereka harus dipilih melalui proses seleksi akademik yang sangat ketat dan tidak boleh ada satu pun detail yang terlewat, termasuk keabsahan gelar S3 hukum yang menjadi syarat wajib. Kami hanya ingin memastikan MK tetap terhormat sebagai penjaga, bukan pelanggar konstitusi,” tambahnya.
Desakan Kepada DPR RI dan Presiden Prabowo
Pemuda Sumut Bersatu juga meminta perhatian serius dari Pimpinan DPR RI, khususnya Komisi III, serta Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto agar turut mengawal proses penelusuran ini hingga tuntas.
“Kami meminta DPR RI dan Presiden Prabowo Subianto ikut mengawasi perkembangan penyelidikan yang sedang dilakukan otoritas berwenang di Polandia. Ini bukan soal politis, tetapi soal menjaga integritas lembaga negara dan kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi,” tutup Ashan Panggabean.
Dengan demikian, Pemuda Sumut Bersatu menegaskan bahwa mereka akan terus mengikuti perkembangan kasus ini dan siap memberikan kontribusi pemikiran demi tegaknya prinsip transparansi, akuntabilitas, dan supremasi hukum di Indonesia.












