Webinar Legislator Tegaskan Pentingnya Budaya Digital yang Beretika dan Berbasis Empati

Matarakyat24.com, Jakarta — 7 Desember 2025, Webinar Ngobrol Bareng Legislator bertema “Menumbuhkan Budaya Digital yang Positif” menyoroti urgensi pembentukan budaya komunikasi digital yang sehat dan bertanggung jawab di tengah meningkatnya penggunaan internet di Indonesia. Para narasumber sepakat bahwa etika, empati, dan literasi digital merupakan fondasi utama menghadapi ruang digital yang semakin kompleks.

Anggota Komisi I DPR RI, Dr. Desy Ratnasari, menyebut ruang digital kini telah menjadi “ruang hidup kedua” masyarakat Indonesia. Dengan lebih dari 215 juta pengguna internet, setiap komentar, unggahan, dan pesan, menurutnya, membawa dampak emosional dan sosial yang nyata. “Kita sering melihat hoaks, potong konteks, dan ujaran kebencian berkembang karena rendahnya kemampuan membaca konteks,” tegasnya. Desy menekankan pentingnya jeda berpikir sebelum bereaksi, membaca informasi secara utuh, dan mengedepankan empati dalam setiap interaksi digital.

Rahmat Sukandar, Kepala Disporapar, menambahkan bahwa budaya digital bukan hanya soal teknologi, tetapi mencerminkan perilaku sosial masyarakat. Ia menilai ruang digital sering kali dipenuhi konflik karena informasi yang tidak diverifikasi. “Satu komentar kasar dapat melukai banyak orang. Sementara satu unggahan positif bisa menguatkan,” ujarnya. Rahmat juga mengingatkan bahwa algoritma media sosial kerap memicu konten negatif untuk mengejar keterlibatan. Karena itu, ia mendorong generasi muda memanfaatkan ruang digital sebagai wadah kreatif, bukan arena pertentangan.

Dari perspektif pelayanan publik, Anita Pratiwi, Kepala Subbag Umum dan Kepegawaian Disporapar, mengingatkan bahwa jejak digital warga berdampak langsung pada urusan sosial dan pemerintahan. Menurutnya, kesalahan komunikasi di internet sulit dihapus dan dapat memicu masalah berkepanjangan. Ia menekankan prinsip sederhana: “Jika tidak pantas diucapkan langsung, maka tidak pantas pula ditulis.”

Dalam sesi tanya jawab, isu phishing, OTP, dan penipuan digital menjadi perhatian utama. Desy menegaskan bahwa mayoritas permintaan kode OTP adalah modus penipuan dan pemerintah telah memperkuat patroli siber serta pemutusan akses terhadap tautan berbahaya. Rahmat menambahkan bahwa literasi masyarakat tetap menjadi benteng utama karena pelaku penipuan terus memperbarui modus.

Webinar ditutup dengan pesan kolektif bahwa ruang digital yang sehat tidak tercipta dari regulasi semata, melainkan dari kesadaran tiap individu memilih kata yang merawat, bukan melukai.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *