Matarakyat24.com, Bireuen – Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) dari Fraksi Partai Golkar, Samsul Bahri, yang lebih dikenal dengan sapaan Tiyong, kembali menegaskan pentingnya pengakuan terhadap kekhususan Aceh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal itu disampaikan dalam kegiatan Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang digelar di Aula M.A. Jangka, Universitas Almuslim Peusangan, Bireuen, Senin (04/08/2025), di hadapan ratusan mahasiswa dari berbagai fakultas.
Dalam paparannya, Tiyong menyoroti pentingnya implementasi nilai-nilai Pancasila yang kontekstual dan menghargai keberagaman karakteristik daerah. Menurutnya, meskipun Pancasila merupakan dasar negara yang bersifat universal, penerapannya perlu mempertimbangkan kekhasan daerah seperti Aceh, yang telah diakui memiliki keistimewaan melalui otonomi khusus.
“Pancasila adalah fondasi kebangsaan kita, namun dalam pelaksanaannya, pemerintah pusat perlu lebih sensitif terhadap nilai-nilai lokal, khususnya di Aceh yang berlandaskan syariat Islam, memiliki sejarah panjang perlawanan, dan budaya yang unik,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa penghormatan terhadap kekhususan Aceh tidak bertentangan dengan semangat nasionalisme, melainkan memperkuat kohesi sosial dan memperdalam makna persatuan dalam keberagaman.
“Mengakui kekhususan Aceh bukan berarti memisahkan diri, justru itu adalah bentuk penghormatan terhadap prinsip Bhineka Tunggal Ika yang sesungguhnya. Pemerintah wajib mendukung hukum syari’at Islam di Aceh karena kita menghormati Agama lain yang ada di Indonesia, jangan sampai kita diajarkan Pancasila akan tetapi penguasa di pusat belum Pancasila”, lanjut Tiyong.
Lebih lanjut, Tiyong juga menyinggung tentang kewenangan daerah dalam mengelola sumber daya alam, sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Ia menyayangkan masih adanya praktik sentralistik dalam pengelolaan hasil bumi yang seharusnya menjadi hak daerah.
“Secara formal hak-hak itu memang diberikan, tetapi dalam praktiknya seperti masih dikendalikan dari pusat”, ungkapnya, menyoroti inkonsistensi dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Dalam konteks Empat Pilar Kebangsaan, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, Tiyong mengajak seluruh elemen bangsa, khususnya pemerintah pusat, untuk benar-benar mengimplementasikan semangat konstitusi secara adil dan menyeluruh. Ia juga menekankan pentingnya penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), terutama dalam perlakuan terhadap daerah yang memiliki keistimewaan seperti Aceh.
Dengan pendekatan yang mengedepankan dialog dan saling pengertian, Tiyong berharap pemerintah pusat dan daerah dapat membangun sinergi yang harmonis demi memperkuat integrasi nasional tanpa mengabaikan hak-hak daerah.***