Sekolah Rakyat Jadi Harapan Pendidikan Inklusif di Era Digital

Jakarta, 11 September 2025 – Forum Diskusi Publik bertajuk “Sekolah Rakyat: Pendidikan Inklusif di Era Media dan Digital” menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Anggota Komisi I DPR RI Elnino M. Husein Mohi, akademisi Universitas Al Azhar Indonesia Wildan Hakim, serta pegiat literasi digital Sarjon Adaroni. Diskusi menyoroti urgensi pemerataan akses pendidikan di tengah perkembangan teknologi digital.

Elnino menegaskan, Sekolah Rakyat hadir sebagai alternatif untuk menutup kesenjangan pendidikan formal. Data BPS 2024 mencatat angka partisipasi sekolah tingkat SMA/SMK baru mencapai 71,5 persen. Artinya, hampir 30 persen anak usia sekolah menengah masih belum mendapat kesempatan belajar, terutama dari keluarga miskin, anak difabel, dan wilayah 3T.

“Sekolah Rakyat bukan sekadar ruang belajar, tetapi gerakan kolektif agar pendidikan menjadi hak, bukan privilese,” ujarnya. Ia menyoroti tantangan digitalisasi, mulai dari infrastruktur internet yang belum merata hingga keterbatasan guru dalam pemanfaatan teknologi.

Akademisi UAI, Wildan Hakim, menambahkan bahwa Sekolah Rakyat merupakan strategi negara untuk memastikan kemerdekaan belajar bagi seluruh anak Indonesia. Presiden Prabowo, kata Wildan, menekankan program ini lahir dari keprihatinan terhadap rakyat miskin ekstrem yang masih sulit mengakses pendidikan. Hingga 2024, tercatat sudah ada puluhan Sekolah Rakyat tersebar di berbagai daerah dengan target mencapai 200 sekolah pada 2026.

“Sekolah Rakyat mengusung kurikulum multi entry multi exit dan hidden curriculum yang menanamkan nilai solidaritas, empati, serta literasi digital. Anak-anak dari keluarga miskin tidak boleh hanya mendapat sisa-sisa dari sistem formal,” jelasnya.

Sementara itu, pegiat literasi digital Sarjon Adaroni menekankan pentingnya literasi digital dalam program ini. Menurutnya, teknologi harus menjadi sarana pemberdayaan, bukan sekadar hiburan. “Guru dan siswa perlu dibekali keterampilan digital agar mampu membedakan informasi kredibel dari hoaks, serta menggunakan media sosial sebagai ruang belajar produktif,” ungkapnya.

Diskusi ini menekankan bahwa Sekolah Rakyat bukan sekadar program pemerintah, melainkan gerakan sosial berbasis gotong royong. Dengan dukungan pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, dunia usaha, hingga komunitas, Sekolah Rakyat diharapkan menjadi simbol pendidikan inklusif dan jembatan menuju generasi emas Indonesia 2045.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *