RUANG LINGKUP VIKTIMOLOGI

banner 120x600

Khazanah

Oleh : Syaiful Anwar

 

Viktimologi meneliti topik-topik tentang korban, seperti: peranan korban pada terjadinya tindak pidana, hubungan antara pelaku dengan korban, rentannya posisi korban dan peranan korban dalam system peradilan pidana. Selain itu, menurut Muladi viktimologi merupakan studi yang bertujuan untuk:

  1. Menganalisis berbagai aspek yang berkaitan dengan korban;
  2. Berusaha untuk memberikan penjelasan sebab musabab terjadinya viktimisasi;
  3. Mengembangkan system tindakan guna mengurangi penderitaan manusia.

Menurut J.E. sahetapy ruang lingkup viktimologi “meliputi bagaimana seseorang (dapat) menjadi korban yang ditentukan oleh victim yang tidak selalu berhubungan dengan masalah kejahatan, termasuk pula korban kecelakaan, dan bencana alam selain dari korban kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan”.

Objek studi atau ruang lingkup viktimologi menurut Arief Gosita adalah sebagai berikut:

  1. Berbagai macam viktimisasi kriminal atau kriminalistik.
  2. Teori-teori etiologi viktimisasi kriminal.
  3. Para peserta terlibat dalam terjadinya atau eksistensi suatu viktimisasi kriminal atau kriminalistik, seperti para korban, pelaku, pengamat, pembuat undang- undang, polisi, jaksa, hakim, pengacara dan sebagainya.
  4. Reaksi terhadap suatu viktimisasi kriminal.
  5. Respons terhadap suatu viktimisasi kriminal argumentasi kegiatan-kegiatan penyelesaian suatu viktimisasi atau viktimologi, usaha-usaha prevensi, refresi, tindak lanjut (ganti kerugian), dan pembuatan peraturan hukum yang berkaitan.
  6. Faktor-faktor viktimogen atau kriminogen.

Ruang lingkup atau objek studi viktimologi dan kriminologi dapat dikatakan sama, yang berbeda adalah titik tolak pangkal pengamatannya dalam memahami suatu viktimisasi kriminal, yaitu viktimologi dari sudut pihak korban sedangkan kriminologi dari sudut pihak pelaku. Masing-masing merupakan komponen-komponen suatu interaksi (mutlak) yang hasil interaksinya adalah suatu viktimisasi kriminal atau kriminalitas.

Suatu viktimisasi antara lain dapat dirumuskan sebagai suatu penimbunan penderitaan (mental, fisik, sosial, ekonomi, moral) pada pihak tertentu dan dari kepentingan tertentu.

Menurut J.E. Sahetapy, viktimisasi adalah penderitaan, baik secara fisik maupun psikis atau mental berkaitan dengan perbuatan pihak lain. Lebih lanjut J.E. Sahetapy berpendapat mengenai paradigma viktimisasi yang meliputi:

  1. Viktimisasi politik, dapat dimasukkan aspek penyalahgunaan kekuasaan, perkosaan hak-hak asasi manusia, campur tangan angkatan bersenjata diluar fungsinya, terorisme, intervensi, dan peperangan lokal atau dalam skala internasional;
  2. Viktimisasi ekonomi, terutama yang terjadi karena ada kolusi antara pemerintah dan konglomerat, produksi barang-barang tidak bermutu atau yang merusak kesehatan, termasuk aspek lingkungan hidup;
  3. Viktimisasi keluarga, seperti perkosaan, penyiksaan, terhadap anak dan istri dan menelantarkan kaum manusia lanjut atau orang tuanya sendiri;
  4. Viktimisasi media, dalam hal ini dapat disebut penyalahgunaan obat bius, alkoholisme, malpraktek di bidang kedokteran dan lain-lain;
  5. Viktimisasi yuridis, dimensi ini cukup luas, baik yang menyangkut aspek peradilan dan lembaga pemasyarakatan maupun yang menyangkut dimensi diskriminasi perundang-undangan, termasuk menerapkan kekuasaan dan stigmastisasi kendatipun sudah diselesaikan aspek peradilannya.

Viktimologi dengan berbagai macam pandangannya memperluas teori-teori etiologi kriminal yang diperlukan untuk memahami eksistensi kriminalitas sebagai suatu viktimisasi yang struktural maupun non-struktural secara lebih baik. Selain pandangan-pandangan dalam viktimologi mendorong orang memperhatikan dan melayani setiap pihak yang dapat menjadi korban mental, fisik, dan sosial.

Terjadinya suatu tindak pidana tidak terlepas dari dua pihak yang terlibat didalamnya, yaitu Pelaku dan Korban. Namun, Perhatian yang tercurah lebih banyak menyoroti kepada pelaku, karena dalam ilmu tindak pidana perhatian pelaku merupakan pihak yang harus dibuktikan tindakannya untuk menjatuhkan sanksi pidana. Sedikit sekali perhatian diberikan pada korban kejahatan yang sebenarnya merupakan elemen (partisipan) dalam peristiwa pidana.

Korban tidaklah hanya merupakan sebab dan dasar proses terjadinya kriminalitas tetapi memainkan peranan penting dalam usaha mencari kebenaran materil yang dikehendaki hukum pidana materiil. Korban dapat mempunyai peranan yang fungsional dalam terjadinya suatu tindak pidana, baik dalam keadaan sadar ataupun tidak sadar, secara langsung ataupun tidak langsung. Dari fakta yang disebut di atas, maka perhatian terhadap korban harus diutamakan. Salah satunya dengan cara mengembangkan “viktimologi dan penerapannya dalam sistem hukum pidana di Indonesia”.

Menurut data Polda Metro Jaya bahwa kejahatan yang terjadi dalam masyarakat setiap Tahunnya selalu tumbuh dan berkembang, dan diperkirakan pada Tahun 2014 kemungkinan angka kejahatan akan semakin tinggi dikarenakan dinamika dalam masyarakat semakin tinggi dan angka pengangguran dalam masyarakat semakin banyak.7

Oleh karena itulah suatu usaha pengembangan viktimologi sebagai suatu sub-kriminologi yang merupakan studi ilmiah tentang korban kejahatan sangat dibutuhkan terutama dalam usaha mencari kebenaran materi dan perlindungan hak asasi manusia dalam negara Pancasila ini. Usaha mencari kebenaran materiil dengan cara menganalisa korban kejahatan ini juga merupakan harapan baru sebagai suatu alternatif lain ataupun suatu instrumen segar dalam keseluruhan usaha untuk menanggulangi kejahatan yang terjadi.

Walaupun sebenarnya masalah korban ini bukan masalah baru, karena hal-hal tertentu kurang diperhatikan bahkan terabaikan. Setidak-tidaknya dapat ditegaskan bahwa apabila kita hendak mengamati masalah kejahatan menurut proporsi yang sebenarnya dari berbagai dimensi (secara dimensional) maka mau tidak mau kita harus memperhitungkan peranan korban (victim) dalam timbulnya suatu kejahatan.

Oleh karena itu seorang korban dapat dilihat dari dimensi korban kejahatan ataupun sebagai sala satu faktor kriminogen. Selain itu korban juga dapat dilihat sebagai komponen penegakan hukum dengan fungsinya sebagai saksi korban atau pelapor. Korban seharusnya dipandang sebagai pihak yang paling banyak merasakan kerugian dan harus dilindungi segala hak-haknya. Dan hal inilah yang akan coba dicapai oleh Viktimilogi.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *