Matarakyat24.com – Deli Serdang – Proses pembebasan lahan seluas 97 hektar di Desa Sena, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, yang direncanakan sebagai lokasi pembangunan kampus terpadu Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU), kini menjadi sorotan publik. Pasalnya, proyek yang menggunakan dana negara tersebut diduga menyebabkan kerugian hingga lebih dari Rp. 4 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Aktivis anti korupsi pemuda Sumatera Utara, mengecam keras dugaan penyimpangan dalam proses pembebasan lahan yang menggunakan dana dari Badan Layanan Umum (BLU) milik UINSU. Menurutnya, dana miliaran rupiah telah digelontorkan untuk ganti rugi kepada sejumlah pihak yang mengaku sebagai penggarap, namun hingga kini hasil dari proses tersebut belum sepadan dengan nilai anggaran yang dikeluarkan.
“Yang sangat kami sayangkan, lahan yang seharusnya sudah menjadi milik negara justru hanya berstatus Sertifikat Hak Pakai, bukan Sertifikat Hak Milik. Ini menjadi pertanyaan besar, karena dalam praktiknya pembebasan lahan seperti ini harus menghasilkan kepemilikan penuh, apalagi dengan anggaran sebesar itu,” kata Benny kepada wartawan, Minggu (6/4/2025).
Ia menegaskan, status lahan yang masih dalam masa Hak Guna Usaha (HGU) mengindikasikan bahwa secara hukum tanah tersebut belum dapat dialihkan kepemilikannya tanpa melalui prosedur yang sah. Hal ini membuka dugaan bahwa proses ganti rugi dilakukan sebelum masa HGU berakhir, sehingga tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Kalau memang status HGU-nya masih aktif, lalu atas dasar apa dilakukan ganti rugi? Kepada siapa dana itu diberikan? Apakah penerimanya benar-benar memiliki legalitas sebagai penggarap atau hanya mengaku-ngaku untuk mendapatkan uang negara?” tanya Benny.
Lebih jauh, ia juga menyoroti minimnya transparansi dari pihak UINSU terkait proses administrasi dan pelaporan anggaran pembebasan lahan tersebut. Tidak ada kejelasan mengenai identitas para penerima ganti rugi, mekanisme penilaian harga lahan, hingga dasar penetapan besaran kompensasi.
“Ini bukan hanya soal kerugian keuangan negara, tapi juga soal integritas institusi pendidikan. UINSU adalah lembaga yang seharusnya menjadi contoh dalam pengelolaan anggaran yang bersih dan akuntabel. Tapi justru dalam kasus ini menimbulkan banyak pertanyaan dan dugaan pelanggaran,” tambahnya.
Atas dasar itu, Benny mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia untuk turun langsung menyelidiki proses pembebasan lahan tersebut. Ia berharap aparat penegak hukum dapat mengungkap siapa saja yang terlibat, termasuk kemungkinan adanya oknum internal kampus maupun pihak luar yang memainkan peran dalam transaksi mencurigakan ini.
“Kami mendorong Kejagung untuk melakukan audit investigatif terhadap seluruh tahapan pembebasan lahan di Desa Sena. Bila terbukti ada pelanggaran, maka penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu. Jangan sampai uang negara dibiarkan menguap tanpa pertanggungjawaban,” tegas Benny.
Ia juga mengajak seluruh elemen mahasiswa dan masyarakat sipil untuk turut mengawasi penggunaan anggaran publik, khususnya di sektor pendidikan. “Pembangunan kampus seharusnya menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Utara, bukan malah menyimpan potensi korupsi yang merugikan negara,” pungkasnya.