Perkuat Literasi Sejarah di Era Digital, Kementerian Kebudayaan Gelar Webinar di Mataram
Mataram, Lombok — Kementerian Kebudayaan menggelar kegiatan Literasi Sejarah Indonesia secara daring pada Rabu, 17 Desember 2025, dari Mataram, Lombok. Kegiatan ini menjadi ruang diskusi penting untuk memperkuat pemahaman sejarah bangsa di tengah derasnya arus informasi digital yang kerap diwarnai distorsi dan hoaks.
Webinar ini menghadirkan sejumlah narasumber nasional dan daerah, di antaranya Wakil Ketua Komisi X DPR RI H. Lalu Hadrian Irfani, ST., M.Si., Kepala Subbagian Tata Usaha Direktorat Sejarah dan Permuseuman Tirmizi, S.S., serta Ketua Bale Mediasi Provinsi NTB Dr. H. Lalu Sajim Sastrawan. Kegiatan ini diikuti oleh pegiat literasi, pendidik, mahasiswa, serta masyarakat umum dari Mataram, Lombok, dan berbagai daerah lainnya.
Dalam pemaparannya, H. Lalu Hadrian Irfani menegaskan bahwa literasi sejarah menjadi semakin krusial di era digital, ketika sejarah tidak lagi hanya dibaca dari buku dan arsip, tetapi juga dikonsumsi melalui media sosial dan berbagai platform digital. Menurutnya, ruang digital membuka peluang besar untuk pembelajaran sejarah, namun juga menyimpan risiko distorsi, pemotongan konteks, hingga penyebaran hoaks sejarah.
Ia menekankan bahwa literasi sejarah bukan sekadar menghafal tanggal dan tokoh, melainkan kemampuan memahami proses, konteks, serta nilai yang membentuk perjalanan bangsa. Dengan literasi sejarah yang baik, masyarakat diharapkan tidak mudah terprovokasi, terpecah belah, atau diadu domba oleh narasi menyesatkan.
Lebih lanjut, ia menyoroti kondisi generasi muda di Mataram dan Lombok yang sangat akrab dengan gawai dan media sosial, namun belum sepenuhnya dibekali kemampuan memilah informasi sejarah yang benar. Padahal, Lombok memiliki sejarah lokal yang kaya, mulai dari tradisi Sasak hingga peran daerah dalam perjalanan nasional, yang perlu terus dihidupkan dan diliterasikan secara bertanggung jawab di ruang digital.
Sementara itu, Tirmizi, S.S. menyampaikan bahwa sejarah merupakan fondasi jati diri bangsa yang memberi konteks dan arah dalam menghadapi tantangan masa kini. Ia menilai, di era digital, sejarah sering kali direduksi menjadi potongan-potongan viral tanpa pemahaman utuh, sehingga berpotensi mengaburkan ingatan kolektif bangsa.
Ia juga menyoroti masih rendahnya minat baca dan pemahaman sejarah masyarakat dibandingkan konsumsi konten hiburan digital. Kondisi ini, menurutnya, menjadi tantangan serius, terutama ketika banyak data sejarah daerah masih tersimpan di arsip dan museum, belum sepenuhnya hadir secara menarik dan mudah diakses di ruang digital.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. H. Lalu Sajim Sastrawan menekankan bahwa sejarah adalah ingatan kolektif yang membentuk karakter dan cara pandang bangsa. Ia mengingatkan bahwa di ruang digital, sejarah kerap disajikan secara hitam-putih dan provokatif, sehingga memicu emosi tanpa pemahaman konteks yang utuh.
Menurutnya, literasi sejarah di era digital harus dibarengi dengan sikap kritis, kemampuan menilai sumber, serta kebijaksanaan dalam membagikan informasi. Ia juga menegaskan bahwa sejarah Indonesia, termasuk sejarah lokal Lombok dan NTB, sarat dengan nilai persatuan, musyawarah, dan harmoni sosial yang relevan dengan tantangan polarisasi di media sosial saat ini.
Melalui kegiatan ini, Kementerian Kebudayaan mendorong literasi sejarah sebagai gerakan bersama yang melibatkan keluarga, sekolah, komunitas, serta ruang digital. Webinar ini diharapkan tidak hanya menambah pengetahuan, tetapi juga menumbuhkan kesadaran kolektif untuk merawat sejarah sebagai sumber pembelajaran, bukan alat pemecah belah.
Dengan memperkuat literasi sejarah yang kritis, inklusif, dan berbasis data, ruang digital diharapkan dapat menjadi sarana edukasi yang mencerdaskan kehidupan bangsa, sekaligus memperkuat identitas lokal dan nasional di tengah arus globalisasi digital.
Perkuat Literasi Sejarah di Era Digital, Kementerian Kebudayaan Gelar Webinar di Mataram












