Matarakyat24.com, Jakarta — 6 Desember 2025
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Komunikasi dan Digital bersama Anggota Komisi I DPR RI Prof. Dr. (H.C.) Drs. H. Abdul Halim Iskandar, M.Pd. menggelar webinar Ngobras Literasi Digital bertema “Berbagi Tanpa Bahaya: Etika dan Keamanan Data di Media Sosial” di Intel Studio Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu (6/12). Kegiatan ini menyoroti urgensi membangun budaya digital yang aman, santun, dan bertanggung jawab di tengah meningkatnya ancaman cyber di Indonesia.
Dalam paparannya, Abdul Halim Iskandar mengingatkan bahwa risiko digital telah menyentuh 66% pengguna internet dunia, sebagaimana tercatat dalam Global Online Safety Survey Microsoft 2025. “Dua dari tiga orang di ruang digital pernah mengalami bahaya, mulai dari misinformasi, ujaran kebencian, hingga konten seksual dan kekerasan grafis,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa berkembangnya teknologi generative AI membuat batas antara konten asli dan manipulasi semakin sulit dikenali. “Kurang dari 40% pengguna mampu membedakan gambar asli dan gambar AI. Ini ancaman serius terhadap integritas informasi,” katanya.
Sebagai solusi, ia menegaskan pentingnya penguatan kebijakan perlindungan data melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022. UU tersebut menjadi payung hukum nasional untuk menjamin hak warga terhadap data pribadi, mengatur kewajiban pengendali data, serta memberikan sanksi bagi pelanggar.
“Perlindungan data pribadi adalah hak asasi manusia. Edukasi publik dan amplifikasi pengetahuan harus terus dilakukan agar masyarakat tidak menjadi korban perkembangan teknologi,” tegasnya.
Narasumber kedua, Dr. Mufarrihul Hazin, menyoroti empat pilar literasi digital: Digital Skills, Digital Culture, Digital Ethics, dan Digital Safety. Ia menegaskan bahwa setiap tindakan digital memiliki konsekuensi. “Netiket harus dipegang teguh. Bahasa yang santun, verifikasi informasi, dan empati harus menjadi standar perilaku kita,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pelanggaran etika seperti menghina orang melalui unggahan viral, menyebarkan foto tanpa izin, atau memproduksi konten provokatif dapat menimbulkan konflik sosial dan memiliki implikasi hukum.
Narasumber ketiga, Nasrun Annahar, menekankan risiko yang dihadapi generasi muda. Dengan lebih dari 70% anak Indonesia mengakses internet sebelum usia 13 tahun, ancaman seperti disinformasi, cyberbullying, phishing, hingga deepfake memerlukan pendampingan keluarga dan penguatan keamanan akun.
Ia menegaskan pentingnya penggunaan kata sandi kuat, pembaruan sistem, kewaspadaan terhadap tautan phishing, serta pengamanan perangkat dari malware. “Di era AI, etika berbagi adalah kunci. Jangan pernah memposting konten yang belum diverifikasi atau melibatkan data pribadi orang lain tanpa izin,” tuturnya.
Webinar ini menegaskan bahwa membangun ekosistem digital yang aman memerlukan sinergi antara regulasi, literasi publik, dan perubahan perilaku masyarakat.***













Dưới đây là những sản phẩm mà link 66b đã và đang cung cấp tại trang chủ chính thức mà bạn có thể lựa chọn trong mỗi lần truy cập. TONY12-12