Oleh: Hamzah Fansuri, Fungsionaris Badko HMI Sumatera Barat
mataramyat24.com – Padang, Sumatera Barat (6 Agustus 2025). Setiap kali operasi kepolisian digelar, selalu ada dua narasi yang beradu di ruang publik. Pertama, narasi resmi yang penuh dengan data statistik keberhasilan. Kedua, narasi sinis dari masyarakat yang merasa operasi hanyalah formalitas untuk mengejar target tilang. Namun, Operasi Patuh Singgalang 2025 yang baru saja usai di Sumatera Barat, berhasil meruntuhkan dikotomi tersebut. Ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang lebih substansial, yang patut kita bedah dan apresiasi secara kritis.
Di bawah komando Dirlantas Polda Sumbar, Kombes Pol H.M. Reza Chairul Akbar Sidiq,S.H,S.I.K M.H operasi kali ini membuktikan bahwa penegakan hukum bisa memiliki hati nurani. Kita tidak bisa menutup mata pada fakta emas yang disajikan: angka korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas anjlok 25%, dan korban luka berat bahkan terpangkas hingga 45%.
Sebagai organisasi mahasiswa yang kritis, HMI tidak pernah melihat angka hanya sebagai angka. Angka-angka ini adalah nyawa. Angka-angka ini adalah air mata yang tidak jadi tumpah, keluarga yang tidak jadi kehilangan, dan masa depan yang terselamatkan. Inilah kesuksesan paling hakiki dari sebuah operasi lalu lintas, sebuah pencapaian yang melampaui sekadar jumlah lembar tilang yang diterbitkan.
Lalu, apa resep di balik keberhasilan yang fundamental ini?
Pertama, keberanian untuk mengubah wajah. Visi “Polantas Rancak Bana” yang digaungkan oleh Kombes Pol Reza Chairul Akbar Sidiq berhasil diterjemahkan dari slogan menjadi aksi nyata di lapangan. Polisi tidak lagi tampil sebagai sosok yang ditakuti, melainkan sebagai mitra yang melindungi. Pendekatan humanis, di mana edukasi dan teguran simpatik menjadi senjata utama, terbukti jauh lebih efektif dalam menyentuh kesadaran masyarakat ketimbang sekadar ancaman denda. Ini adalah cerminan dari kepolisian modern yang presisi dan humanis, sebuah wajah baru yang kita rindukan.
Kedua, ketegasan yang cerdas, bukan membabi buta. Menariknya, di tengah pendekatan yang humanis, angka penindakan justru meningkat. Ini bukan paradoks, melainkan bukti dari sebuah strategi yang cerdas. Ketegasan tidak hilang, ia hanya difokuskan pada “dosa-dosa besar” di jalanan: pengendara di bawah umur yang membahayakan diri dan orang lain, kebut-kebutan, tidak memakai helm, dan pelanggaran fatal lainnya. Polisi menunjukkan bahwa mereka bisa membedakan antara pelanggaran administratif dengan perilaku yang mengancam nyawa. Inilah keadilan yang terukur.
Ketiga, ini bukan hanya operasi 14 hari, ini investasi peradaban. Operasi Patuh Singgalang 2025 telah meletakkan sebuah fondasi penting, yaitu membangun kembali kepercayaan publik (public trust). Ketika masyarakat merasa dilindungi, bukan diburu, maka kepatuhan akan lahir secara sukarela. Ini adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan budaya tertib berlalu lintas yang berakar dari kesadaran, bukan paksaan.
Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Sumatera Barat dengan tegas memberikan apresiasi atas capaian luar biasa ini. Namun, pujian ini datang bersama sebuah tantangan: jangan biarkan semangat perubahan ini padam seiring berakhirnya operasi.
Jadikanlah pendekatan humanis, penindakan yang cerdas, dan fokus pada keselamatan jiwa sebagai standar operasional permanen bagi seluruh jajaran Ditlantas Polda Sumbar. Teruslah menjadi “Polantas Rancak Bana” setiap hari, bukan hanya selama 14 hari. Sebab, jalan raya yang beradab adalah cerminan dari peradaban sebuah bangsa. Dan Polda Sumbar, melalui Operasi Patuh Singgalang 2025, telah menunjukkan bahwa mereka siap menjadi garda terdepan dalam membangun peradaban itu di Ranah Minang. ***