Kuasa Hukum Desak Polisi Periksa Legalitas Dokter DBC, Ingatkan Ancaman Pidana

Oplus_131072

 

Matarakyat24.com – Jakarta, 14 September 2025 – Kuasa hukum korban kasus dugaan malapraktik Delizza Beauty Clinic (DBC), Jhon Saud Damanik, mendesak penyidik Unit Kriminal Khusus Polres Metro Jakarta Timur lebih serius menangani perkara yang telah menelan sejumlah korban. Ia meminta kepolisian segera memeriksa legalitas Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) dokter Siti Fatimatus Zuhro yang diduga melakukan tindakan operasi di klinik tersebut.

“Jika benar dokter umum dan tidak memiliki STR maupun SIP, maka tindakan operasi ini adalah perbuatan pidana yang sangat keji demi uang. Penyidik harus serius, sebab ini menyangkut nyawa manusia,” tegas Jhon dalam keterangannya, Minggu (14/9).

Ancaman Sanksi Hukum Jhon menjelaskan, praktik operasi tanpa izin jelas melanggar hukum dan dapat dijerat pasal-pasal pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), antara lain:

Pasal 359 KUHP: kelalaian yang menyebabkan kematian, dengan ancaman hukuman penjara hingga lima tahun.

Pasal 360 KUHP: kelalaian yang menyebabkan luka berat atau cacat, dengan ancaman penjara lima tahun atau kurungan satu tahun.

Pasal 351 KUHP: tindakan invasif seperti pembedahan tanpa izin pasien dapat dianggap penganiayaan dengan ancaman hukuman penjara.

Selain KUHP, UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 Pasal 440 menegaskan tenaga medis yang lalai hingga menyebabkan luka berat pada pasien dapat dipidana maksimal tiga tahun penjara atau denda. Sementara UU Praktik Kedokteran serta UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 juga mengatur pidana bagi tenaga medis yang tidak memiliki izin resmi.

Tidak hanya pidana, tenaga medis juga dapat dikenai sanksi disiplin berdasarkan Pasal 306 UU Kesehatan. Bentuknya mulai dari peringatan tertulis, kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan ulang, penonaktifan STR sementara, hingga rekomendasi pencabutan SIP.

“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Negara wajib melindungi pasien dari praktik ilegal yang berisiko merenggut nyawa,” ujar Jhon.

Lebih lanjut, Jhon menyoroti lambannya penanganan kasus DBC dibandingkan perkara lain. Ia menyebut, aparat bisa cepat menindak kasus hewan peliharaan publik figur, namun justru terkesan lambat dalam perkara yang menyangkut keselamatan manusia.

“Saya mengapresiasi penanganan cepat polisi dalam kasus kucing saudara Uya Kuya. Tapi sangat ironis, kasus malapraktik yang melibatkan korban manusia justru berlarut-larut,” katanya.

Jhon juga mengingatkan masih ada agen-agen klinik kecantikan yang terkait dengan DBC dan Urluxe yang secara aktif melakukan siaran langsung di media sosial untuk menawarkan jasa kecantikan, meski kliniknya tengah bermasalah hukum.

korban berharap rencana pemanggilan saksi pada 17 September 2025 mendatang benar-benar direalisasikan. Mereka menuntut penyidik menghadirkan saksi kunci, termasuk perawat yang mengetahui langsung tindakan medis, serta memproses hukum para pihak yang terbukti melanggar aturan.

“Ini menyangkut keselamatan publik. Jangan sampai ada korban baru hanya karena aparat terlambat bertindak,” pungkas Jhon.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *