Mata Rakyat24/ Dharmasraya – Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI PMII) dan Korps HMI-Wati (KOHATI HMI) Kabupaten Dharmasraya menyampaikan kecaman keras terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Kecamatan Timpeh, Kabupaten Dharmasraya. Kasus yang mencuat di pemberitaan media dan jagat maya ini melibatkan seorang remaja perempuan berusia 15 tahun, warga Nagari Timpeh, yang diduga menjadi korban pencabulan oleh sepasang suami istri hingga kini hamil lima bulan.
Ibu korban, S (48), telah melaporkan kasus dugaan pelecehan seksual ini ke Polres Dharmasraya dan menyampaikan bahwa peristiwa tragis tersebut terjadi pada November 2024.
Ketua KOPRI PMII Dharmasraya, Juwita Dwi Putri menyatakan keprihatinan mendalam atas kasus ini. Juwita menyoroti bahwa tindakan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pasangan suami istri tersebut jelas melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Sangat kita sayangkan atas kasus dugaan pelecehan semu ini karena sudah merupakan kekerasan pada anak di bawah umur dan pelaku harus di berikan sanksi seberat-beratnya sesuai undang-undang yang berlaku,” tegas Juwita pada Rabu (30/4/2025).
Senada Ketua Umum KOHATI Dharmasraya, Meysi Airisita, didampingi Sekretaris Umum Rina Yafni, dan Bendahara Umum Nurhikma, menyatakan sikap yang sama.
“Kita sebagai organisasi kemahasiswaan Islam, KOPRI PMII dan Kohati berjanji akan mengawal kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pasangan suami istri tersebut hingga tuntas,” tegasnya.
Meysi Airisita menekankan bahwa kasus ini sangat disayangkan karena menyangkut masa depan korban dan berdampak besar pada kondisi mentalnya.
“Jika nanti perbuatan pelaku terbukti di proses seberat-beratnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” jelasnya.
Lebih lanjut, Meysi Airisita menyampaikan informasi bahwa pelaku dalam kasus ini telah menyerahkan diri ke Polres Dharmasraya. Ia juga mengingatkan ancaman hukuman yang menanti pelaku jika terbukti bersalah.
“Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Pasal 76D, 76E, dan pasal 81 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah),” pungkas Juwita, mengutip pasal-pasal terkait perlindungan anak dalam undang-undang tersebut.