DEMI MENYUCIKAN HATINYA

Khazanah

 

Oleh : Syaiful Anwar

Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh 

 

Terik matahari membakar tubuh wanita itu. Namun, ketegaran dan keinginannya yang kuat untuk mensucikan diri menghilangkan rasa letihnya. Hatinya mulai disinari cahaya taubat dan kesadaran penuh. Ia betul-betul ingin mensucikan diri. Ia cinta kesucian sebagaimana ia rindu kepada surganya Allah. Ia Rela mendapat hukuman dunia yang Allah tetapkan dalam kitab-Nya, daripada harus menanggung azab yang pedih di akhirat kelak Langkah demi langkah diayunkan. Tibalah ia di kediaman Rasulullah Saw. Lalu ia uluk salam, dan Rasulullah pun menjawabnya. Kemudian Rasulullah angkat bicara, 

 

“Wahai Saudariku, ada apa gerangan datang ke sini?”  

“Saya telah hamil akibat perbuatan zina yang saya lakukan. 

Jadi tolong sucikan saya.” 

 “Apakah kau gila?” 

“Tidak, ya Rasulullah. Saya normal. Betul-betul normal.” 

“Betulkah kau telah melakukan zina?” 

“Benar, ya Rasulullah. Demi Allah, saya tidak berbohong. Jadi, tolong sucikan saya. Hukumlah saya.” 

 

“Kalau begitu. Pulanglah kamu sekarang dan kembalilah ke sini sampai bayi yang kamu kandung lahir.” 

 

Pulanglah wanita tersebut. Hingga, tibalah saatnya ia melahirkan jabang bayi yang dikandungnya. Setelah ia agak kuat berjalan, maka kembalilah ia menghadap Rasulullah. 

“Ya Rasulullah, saya sudah melahirkan dan siap untuk disucikan.” 

“Wahai wanita, kasihan anakmu, susukan ia dulu baru kembalilah ke sini.” 

 

Dengan kepatuhannya, maka si wanita tersebut kembali pulang untuk menyusui bayinya. Hingga, suatu ketika sudah patut untuk disapih kembalilah wanita tersebut menghadap Rasulullah. 

 

“Ya Rasulullah, bayi sudah saya susukan. Sesuai dengan janjimu, maka rajamlah aku sekarang.” 

 

Maka dikumpulkanlah para sahabat untuk menyaksikan acara penyucian diri wanita Ghamidiyah. Digalilah lubang untuk mengubur separo tubuh si wanita tersebut. 

 

Datanglah Khalid bin Walid dengan membawa batu dan melempari kepala wanita Ghamidiyah ter-sebut sehingga darahnya terpercik mengenai mukanya. Keluarlah caci maki Khalid bin Walid. Mendengar cacian Khalid bin Walid, Rasulullah menegur. 

 

“Hati-hati dan sabar, wahai Khalid! Demi Dzat Yang jiwaku berada di tangan-Nya, ia telah bertaubat dengan taubat yang sekiranya dibagi kepada 70 (tujuh puluh) penduduk Madinah, niscaya cukup bagi mereka. Apakah ada taubat yang lebih afdhal dari seseorang dengan jiwa raganya semata-mata untuk mencari ridha Allah?”

 

#Syaiful_Anwar

#Fakultas_Ekonomi

#Universitas_Andalas

#Kampus2_Payakumbuh

#One_Hour_Awardness

#Demi_Menyucikan_Hatinya

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *