Berebut Pengaruh Antara PDIP dan Jokowi

Efriza, Pengamat Politik Citra Institute dan Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang (UNPAM) Serang/Dok.Pribadi
Efriza, Pengamat Politik Citra Institute dan Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang (UNPAM) Serang/Dok.Pribadi

Oleh: Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan

Matarakyat24.com –Sikap PDIP yang menyatakan telah memecat mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Keluarga. Sebenarnya adalah sikap dan pernyataan basi. Sebab sudah 1 tahun lebih Jokowi dan keluarganya telah mengabaikan PDIP bahkan Bobby Nasution juga sudah ber-KTA Gerindra.

Hanya saja, sikap tegas PDIP ini baru diambil dan disampaikan kembali dengan repitisi, diyakini ada alasan tersirat dan tersurat. Tulisan ini ingin membahas pemaknaan langkah PDIP tersebut.

Hasto Berlindung dari PDIP

Sekjen PDIP Hasto/Ist
Sekjen PDIP Hasto/Ist

Hasto menyadari ia punya posisi penting dan juga punya kekuasaan dan pengaruh politik di PDIP.

Ketika ia sedang tersandera beberapa kasus terkait dugaan korupsi terhadap dirinya, maka langkah yang baik bagi dia sebagai sekjen partai adalah berupaya menarik simpatik publik dengan menggelorakan kebencian kepada Jokowi dan keluarganya. Seolah dia adalah politisi bersih yang sedang disasar penguasa politik untuk dibuat namanya buruk dengan dugaan kasus korupsi.

Jadi komentar Hasto tentang PDIP memecat Jokowi dan keluarganya adalah narasi pengulangan sebagai upaya dirinya bersembunyi dan melindungi dirinya dari dugaan kasus korupsi yang dianggap dia sebagai upaya kriminalisasi hukum.

Menyadari pengaruhnya kecil, ia pun berupaya mencari berita heboh dengan menggunakan daya tarik Felisca Tissue mantan kekasihnya Kaesang Pangarep untuk dikonsumsi publik. Jadi ia sedang mencari simpatik publik dengan narasi menyerang Jokowi dan keluarganya untuk kepentingan dirinya yang terbelit kasus hukum.

Menerka Tujuan PDIP Memecat Jokowi dan Keluarganya

Panglima TNI Hadiri Acara Pelepasan Presiden ke-7 Jokowi dan Penyambutan Presiden Terpilih Prabowo Subianto/Puspen TNI
Panglima TNI Hadiri Acara Pelepasan Presiden ke-7 Jokowi dan Penyambutan Presiden Terpilih Prabowo Subianto/Puspen TNI

Tujuan dari sikap PDIP memecat Jokowi dan keluarga, ditenggarai untuk menunjukkan dan mengajak Prabowo mengabaikan Jokowi dan Keluarga.

Pengaruh Jokowi yang besar, menjadi fokus dari sikap PDIP tersebut. PDIP berharap dengan narasi memecat Jokowi dan keluarga, maka ruang gerak Jokowi dan Keluarganya dapat dipersempit, baik untuk kader-kader PDIP agar tidak ada lagi yang membangkang sebagai petugas partai. Sisi lain, ingin menguatkan pengaruh PDIP kepada Prabowo.

PDIP sedang mencoba “genit” dalam narasi politik, PDIP ingin diperhatikan oleh Presiden Prabowo dan Gerindra. PDIP ingin berusaha menguatkan pengaruhnya di masyarakat dan di pemerintahan Prabowo dengan mencoba menyusutkan pengaruh dan popularitas Jokowi dan keluarganya.

Jelas sekali ini adalah upaya PDIP untuk membangun citra sekaligus kegenitan tampil di publik dengan repitisi komunikasi politiknya dan tentu saja agar dilirik Prabowo dan Gerindra.

PDIP Ingin Merangsek ke Pemerintahan

Megawati Soekarnoputri & Prabowo Subianto/Ist
Megawati Soekarnoputri & Prabowo Subianto/Ist

PDIP sangat memungkinkan ingin mencoba merayu Prabowo untuk mempercayai PDIP, dan bahkan mengajak PDIP berada di pemerintahan.

Hanya saja kontrak politik yang ingin ditawarkan PDIP adalah dengan satu syarat melenyapkan pengaruh Jokowi dan keluarganya di pemerintahan.

Ini artinya PDIP ingin merangsek masuk ke pemerintahan dengan merusak momen “bulan madu” dari sikap hangat hubungan Jokowi dan Prabowo.

Jelas agenda PDIP adalah menarik perhatian masyarakat, partai Gerindra, dan presiden Prabowo dengan merusak nama baik Jokowi dan keluarganya.

Menelisik Hubungan Prabowo dan PDIP Pasca Pilkada Jakarta

Rano Karno (kiri) berpose bersama Pramono Anung/Instagram/@si.rano
Rano Karno (kiri) berpose bersama Pramono Anung/Instagram/@si.rano

PDIP kemungkinan besar akan bersama Pemerintahan Praboowo dalam waktu cepat tetapi hubungan layaknya “mesra tanpa status”, ini memungkinkan terjadi pasca Pilkada Jakarta dimenangkan oleh PDIP yang mengusung Pramono Anung dan Rano Karno.

Prabowo dan PDIP diyakini memungkinkan akan saling berusaha mendekat, bahkan cenderung akan hangat hanya jika pengaruh Jokowi perlahan mulai dihilangkan oleh Prabowo.

Namun rasanya jika PDIP berharap bisa segera masuk pemerintahan dan terdongkelnya pengaruh Jokowi tidak secepat itu, ditenggarai butuh waktu sekitar 1 tahun hingga 1,5 tahun.

Tetapi PDIP telah memulai mencoba merayu Prabowo agar memilih bersama PDIP dan meninggalkan Jokowi.

Apalagi faktanya, KIM Plus gagal merebut wilayah Jakarta, artinya Prabowo memungkinkan akan diganggu di wilayah Jakarta dari sikap PDIP sebagai oposisi utamanya pasca Pilkada Jakarta dimenangkan PDIP.

Maka langkah yang baik ditenggarai Prabowo akan memilih bersama PDIP ketimbang dengan Jokowi. Sebab, intensitas “cawe-cawe” Jokowi mulai memudar, pengaruh nama besar Jokowi sudah tidak besar di wilayah Jakarta, dan kasus Jakarta bisa merembes di daerah-daerah lainnya. Sebab Jakarta masih jadi barometer pergerakan daerah-daerah dalam menyikapi persoalan politik dan peristiwa politik.

Jakarta juga masih begitu seksi, ketimbang Jokowi dan keluarga yang hanya perorangan. Bahkan, Jokowi dan keluarga juga belum menunjukkan akan berlabuh ke Gerindra, sikap ini tentu saja membuat Gerindra sedikit dongkol dihati, karena hubungan Jokowi dan Prabowo akan dipersepsikan antara “atasan dan bawahan” wajar sudah terdengar bahasa “Prabowo Petugasnya Jokowi”.

Singkat kata, artinya pilihan Prabowo untuk memilih PDIP sebagai organisasi sosial politik sebagai unsur kekuatan baru lebih menjanjikan ketimbang memilih sosok yang sudah usang seperti Jokowi. Meski Jokowi dianggap usang, tapi Jokowi sudah mencengkram Istana dan adanya Gibran anak sulungnya Jokowi sebagai Wakil Presiden mendampingi Prabowo. Pilihan sulit ini, tentu sedang dicerna dengan bijak oleh Prabowo. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *