Matarakyat24.com, Jakarta — 10 Desember 2025. Webinar Ngobrol Bareng Legislator bertema “Memproteksi Perangkat Digital” kembali menegaskan urgensi peningkatan keamanan perangkat masyarakat di tengah meningkatnya insiden siber di Indonesia. Kegiatan ini menghadirkan Anggota Komisi I DPR RI, Ir. H. M. Endipat Wijaya, MM, serta Yanto, Ph.D, Wakil Dekan Fakultas Teknik Unika Atmajaya, untuk memberikan edukasi dan perspektif kebijakan publik terkait perlindungan perangkat digital yang aman.
Dalam paparannya, Endipat Wijaya menekankan bahwa ketergantungan masyarakat terhadap perangkat digital terus meningkat, namun literasi keamanannya masih tertinggal. Dengan lebih dari 210 juta penduduk terhubung internet dan mayoritas memakai ponsel pintar, risiko pencurian data, peretasan akun, dan penipuan berbasis digital semakin besar.
“Mayoritas korban kejahatan digital adalah masyarakat biasa. Perangkat bukan sekadar alat komunikasi, tapi pintu masuk ke identitas dan keuangan kita. Karena itu perlindungan perangkat harus jadi kebiasaan,” tegasnya. Ia menyoroti praktik umum seperti kata sandi lemah, malas melakukan pembaruan sistem, hingga ketidakhati-hatian membuka tautan atau aplikasi ilegal.
Endipat menegaskan perlunya perubahan budaya digital masyarakat. Kebiasaan sederhana—seperti menggunakan PIN atau sidik jari, memperbarui aplikasi, dan hanya mengunduh aplikasi dari kanal resmi—menjadi benteng utama mencegah pencurian data pribadi. Selain itu, ia mengingatkan bahaya unggahan berlebihan, termasuk foto KTP atau dokumen pribadi di media sosial, yang kerap dimanfaatkan penipu untuk pinjol ilegal maupun pemalsuan identitas.
Pada kesempatan yang sama, Yanto, Ph.D menyoroti bahwa serangan siber kini lebih banyak menyasar individu dibanding institusi besar. “Data seperti nomor HP, email, hingga kebiasaan belanja memiliki nilai ekonomi. Masalahnya bukan seberapa penting data kita, tapi seberapa ceroboh kita menjaganya,” ujarnya.
Yanto menjelaskan perlindungan perangkat digital harus dilakukan melalui tiga aspek: penguatan kata sandi, aktivasi autentikasi dua faktor, dan pembaruan sistem berkala. Ia juga mengingatkan ancaman phishing yang umum terjadi melalui modus paket gagal kirim atau pesan palsu mengatasnamakan lembaga resmi. Selain itu, penggunaan Wi-Fi publik tanpa pengamanan disebut sebagai salah satu faktor rawan pencurian data.
Keduanya sepakat bahwa keamanan digital merupakan tanggung jawab bersama. Pemerintah menyediakan regulasi, penyedia platform menjaga infrastrukturnya, namun pengguna tetap menjadi garda terdepan dalam mencegah kebocoran data.
Webinar ini diharapkan mampu meningkatkan kewaspadaan publik dan mendorong terbentuknya budaya digital yang lebih aman, terutama bagi anak dan orang tua yang menjadi kelompok paling rentan.***












