Padangpanjang, matarakyat24.com – Di bawah cahaya pagi yang cerah, ratusan orang berdiri berderet di kawasan Jembatan Kembar, perbatasan Padangpanjang–Tanah Datar, Jum’at (05/12/2025). Tepat pukul 09.00 WIB, doa bersama pascabencana hidrometeorologi dimulai—sebuah momen hening yang menjadi penanda perjalanan delapan hari setelah galodo memporak-porandakan kawasan tersebut.
Wali Kota Padangpanjang, Hendri Arnis, memimpin langsung kegiatan ini. Hadir mendampingi, Wakil Wali Kota Allex Saputra, Ketua DPRD Imbral, unsur Forkopimda, anggota DPRD, kepala perangkat daerah, Niniak Mamak, ASN, Kepala Sekolah, serta masyarakat dari sekitar lokasi terdampak. Kehadiran mereka membuat suasana pagi itu terasa padat, namun tetap khidmat.
Sebelum doa dimulai, rombongan lebih dulu meninjau kondisi Jembatan Kembar—salah satu titik terparah yang diterjang galodo pada 27 November 2025. Di sana, kerusakan tampak begitu nyata: rumah-rumah yang tersapu arus, bantaran sungai yang tergerus, serta kisah duka dari 20 KK yang kehilangan tempat tinggal. Termasuk pula cerita pilu para pelintas yang sedang beristirahat di rest area perbatasan saat bencana datang. Di lokasi inilah galodo merenggut 39 jiwa, sementara sejumlah lainnya masih dinyatakan hilang berdasarkan data terakhir per 4 Desember 2025.
Di hadapan masyarakat, Hendri Arnis menyampaikan langkah yang sedang ditempuh pemerintah. Ia menyebutkan bahwa 129 pengungsi akan dipulangkan ke rumah masing-masing pada hari yang sama. Sementara warga yang kehilangan rumah akan direlokasi ke hunian sementara, termasuk Rusunawa yang telah disiapkan.
“Lokasi bencana ini akan menjadi pembelajaran bersama. Tentang tata ruang, kewaspadaan terhadap alam, dan pentingnya memperkuat mitigasi bencana,” ujarnya. Dengan suara yang sedikit tertahan, ia menambahkan, “Semoga yang pergi diberikan ketenangan di alam sana, dan semoga yang ditinggalkan diberikan kekuatan untuk menerima takdir Allah dan melanjutkan hidup.”
Doa dipimpin oleh Buya Alizar Chan, Ketua FKUB sekaligus tokoh agama yang sejak awal aktif menguatkan masyarakat terdampak. Doa dipanjatkan untuk para korban meninggal, warga yang masih dinyatakan hilang, keluarga yang ditinggalkan, para relawan, serta keselamatan Kota Padangpanjang ke depannya. Dalam kesempatan itu, Wali Kota juga mengimbau masyarakat untuk menunaikan salat gaib pada Salat Jumat sebagai penghormatan bagi korban.
Suasana menjadi semakin haru ketika masyarakat, ASN, dan pimpinan daerah menundukkan kepala bersamaan. Tidak banyak kata yang terucap setelahnya—yang terdengar hanya panjatan doa, desiran air sungai, dan langkah-langkah kecil menuju masa pemulihan.
Meski sederhana, rangkaian kegiatan ini menjadi penanda kuat bahwa kota ini tidak berjalan sendiri. Kolaborasi Forkopimda, DPRD, perangkat daerah, dan masyarakat menunjukkan bahwa kebersamaan adalah energi terbesar Padangpanjang untuk bangkit dari luka.
Delapan hari setelah bencana, doa bersama di Jembatan Kembar bukan hanya mengenang yang hilang—tetapi juga menguatkan yang masih bertahan. (Ngl)










