Matarakyat24.com, Jakarta – Webinar “Sosialisasi Program Strategis Pemerintah: Makan Bergizi Gratis (MBG)” yang digelar pada 1 Desember 2025 menghadirkan dua narasumber utama: Anggota Komisi I DPR RI H. Oleh Soleh, S.H., dan praktisi komunikasi Dr. Usman Kansong. Keduanya menegaskan pentingnya program MBG sebagai investasi strategis negara dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sekaligus meluruskan berbagai persepsi keliru yang berkembang di masyarakat.
Dalam pemaparannya, H. Oleh Soleh menyampaikan apresiasi kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang terus mengawal proses sosialisasi MBG. Ia menilai program ini sering disalahpahami dan dipersepsikan sebagai pemborosan anggaran, terutama di media sosial. Padahal, menurutnya, program ini tengah mengalami penyempurnaan dari berbagai sisi—regulasi, penganggaran, hingga mekanisme penerima manfaat.
Ia menegaskan bahwa niat politik Presiden melalui MBG sangat jelas: memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan gizi yang layak sekaligus meningkatkan motivasi belajar. Ia bahkan menerima laporan bahwa banyak siswa kini lebih bersemangat berangkat ke sekolah, meski jarak tempuh cukup jauh, karena menantikan menu makan bergizi yang disediakan. Oleh Soleh menilai kehadiran MBG memiliki efek ganda bagi masyarakat—menggerakkan ekonomi, membuka lapangan kerja, sekaligus meningkatkan kebahagiaan anak-anak. Ia mengajak seluruh peserta webinar menjadi “duta literasi” untuk membantu menyebarkan informasi yang benar mengenai program ini.
Sementara itu, Dr. Usman Kansong menjelaskan program MBG dalam konteks yang lebih luas. Berawal dari janji kampanye “makan siang gratis”, program ini kemudian diformalkan sebagai salah satu prioritas nasional menuju Indonesia Emas 2045. Saat ini, MBG menargetkan 82,9 juta penerima manfaat, mulai dari anak sekolah, balita, hingga ibu hamil, melalui 32.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia.
Ia memaparkan bahwa MBG tidak hanya berorientasi pada pemenuhan gizi, namun juga bertujuan menurunkan angka stunting, meningkatkan konsentrasi belajar, serta memberdayakan UMKM lokal yang terlibat dalam rantai penyediaan makanan. Dukungan publik terhadap program ini juga dinilai sangat tinggi, berdasarkan survei LSI Januari 2025 yang menunjukkan 89,6% responden menyatakan setuju atau sangat setuju.
Meski demikian, Dr. Usman menyoroti sejumlah tantangan yang perlu segera dibenahi pemerintah, terutama soal efektivitas anggaran dan kualitas makanan. Ia menyebut penurunan biaya per porsi dari Rp15.000–20.000 menjadi Rp10.000 berpotensi memengaruhi kualitas dan bahkan telah menyebabkan kasus keracunan di beberapa daerah. Selain itu, kebutuhan anggaran MBG diproyeksikan mencapai Rp420 triliun untuk pelaksanaan penuh, ditambah tambahan pembiayaan yang signifikan pada 2026.
Belajar dari pengalaman negara lain seperti Amerika Serikat dan India, Usman menilai keberhasilan jangka panjang program pemberian makanan gratis sangat dipengaruhi oleh keterlibatan komunitas, pendidikan gizi, dan pengawasan yang baik. Ia merekomendasikan pendekatan berbasis komunitas, digitalisasi sistem MBG, serta kolaborasi dengan sektor swasta untuk memperkuat ketahanan pembiayaan dan pemberdayaan ekonomi lokal.
Webinar ditutup dengan pesan bersama untuk memperkuat komunikasi publik demi memastikan masyarakat memahami manfaat MBG secara komprehensif. Program ini, menurut kedua narasumber, bukan hanya soal menyediakan makanan, melainkan fondasi penting dalam menyiapkan generasi emas Indonesia menuju 2045.












