20 Tahun MoU Helsinki, DPW Muda Seudang Bireuen Suarakan Peringatan Keras: Pemerintah RI Jangan Abaikan Janji Damai untuk Aceh

Matarakyat24.com, Bireuen – Kepala Departemen Advokasi, Politik, dan Hukum Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Muda Seudang Kabupaten Bireuen, Khairul Amri, menyerukan agar Pemerintah Republik Indonesia tetap berkomitmen penuh dalam menjalankan seluruh butir kesepakatan MoU Helsinki. Seruan ini disampaikan kepada media, Kamis (14/08/2025) mengingat masih banyak hal yang perlu untuk menjadi fokus utama dengan peringatan 20 tahun penandatanganan MoU yang menjadi tonggak perdamaian antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005 silam.

Menurut Khairul Amri, MoU Helsinki merupakan landasan utama yang menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian di Aceh. Ia menilai, masih terdapat sejumlah poin penting yang belum sepenuhnya dijalankan oleh pihak pemerintah, sehingga berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap komitmen perdamaian.

“MoU Helsinki bukan hanya catatan sejarah, tetapi kontrak moral dan politik antara rakyat Aceh dan Pemerintah Indonesia. Mengabaikan butir-butirnya sama saja membuka kembali ruang konflik,” tegas Khairul Amri.

Ia juga mengingatkan bahwa peringatan 20 tahun ini bukan sekadar seremoni, melainkan momen evaluasi bersama sejauh mana amanat MoU tersebut telah direalisasikan. Khairul mendorong semua pihak, khususnya pemerintah pusat, untuk menuntaskan kewajiban yang telah disepakati demi menjaga kehormatan dan martabat perdamaian di Aceh.

“Jangan sampai generasi mendatang hanya mengenang MoU Helsinki sebagai dokumen yang tidak dijalankan sepenuhnya,” tambahnya.

Khairul Amri menegaskan, pihaknya melalui DPW Muda Seudang Kabupaten Bireuen akan terus melakukan advokasi dan mengawal implementasi MoU Helsinki, serta mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga perdamaian dan menuntut keadilan bagi Aceh.

Kesepakatan damai antara Pemerintah RI dan GAM ditandatangani di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005. MoU ini mengakhiri konflik bersenjata yang berlangsung puluhan tahun di Aceh, serta mengatur berbagai aspek seperti otonomi khusus, pengelolaan sumber daya alam, reintegrasi mantan kombatan, dan perlindungan hak-hak masyarakat Aceh.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *