Matarakyat24.com, Jakarta — Maraknya praktik judi online kembali menjadi sorotan dalam Forum Diskusi Publik bertema “Waspada Judi Online” yang digelar pada Kamis, 4 September 2025. Diskusi ini menghadirkan Anggota Komisi I DPR RI, Rachel Maryam Sayyidina, serta akademisi dari Universitas Islam As-Syafi’iyah (UIA), Wildan Hakim, S.Sos., M.Si.
Dalam pemaparannya, Rachel Maryam menegaskan bahwa judi online bukan sekadar persoalan moral, melainkan ancaman serius yang berdampak luas pada sosial, ekonomi, hingga keamanan masyarakat. Ia memaparkan, sepanjang 2023 hingga pertengahan 2024, Kementerian Kominfo telah memblokir lebih dari 1,5 juta konten judi online. Namun, meski pemblokiran dilakukan secara masif, situs-situs baru terus bermunculan dengan pola yang lebih canggih.
“Survei Lembaga Survei Indonesia pada awal 2024 menunjukkan sekitar 3,3 juta masyarakat pernah terlibat dalam aktivitas judi online. Mayoritas yang terjerat adalah kelompok usia produktif, 17 hingga 35 tahun, yang seharusnya menjadi motor penggerak bangsa,” ungkap Rachel Maryam.
Ia menambahkan, dampak sosial akibat judi online sangat nyata, mulai dari rusaknya keharmonisan rumah tangga, perceraian, hingga kriminalitas seperti pencurian dan penipuan. Dari sisi ekonomi, catatan PPATK menunjukkan perputaran uang judi online mencapai Rp150 triliun pada tahun 2023. Jumlah fantastis itu berputar di ruang ilegal tanpa memberi kontribusi pada negara.
Selain kerugian material, ancaman keamanan digital juga tidak kalah berbahaya. Banyak situs judi online menyusupkan malware dan mencuri data pribadi pemain. “Ini bukan hanya soal kehilangan uang, tapi juga risiko kebocoran data sensitif yang bisa disalahgunakan,” tegasnya.
Karena itu, menurut Rachel Maryam, langkah penanggulangan tidak bisa hanya mengandalkan pemblokiran situs. Ia mendorong penegakan hukum yang menyasar bandar besar dan jaringan internasional, disertai peningkatan literasi digital serta kampanye moral yang melibatkan tokoh masyarakat, agama, dan pendidikan.
Sementara itu, Wildan Hakim memandang fenomena judi online dari sudut pandang komunikasi publik. Menurutnya, judi online telah menjadi fenomena komunikasi digital yang masif, memengaruhi cara masyarakat berinteraksi, berpikir, dan mengambil keputusan.
Data yang ia paparkan menunjukkan, hanya dalam tiga bulan pertama 2025, terdapat 39,8 juta transaksi judi online di Indonesia. Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Banten, dan Jawa Timur tercatat sebagai wilayah dengan kasus terbanyak, seiring tingginya penetrasi internet di daerah-daerah tersebut.
“Prevalensi pelaku judi online diperkirakan 2,7% hingga 6,5% populasi. Jika dikonversikan, jumlahnya bisa mencapai belasan juta orang. Ini angka yang sangat mengkhawatirkan,” ujar Wildan.
Ia menjelaskan, promosi judi online didesain secara persuasif melalui media sosial, iklan digital, bahkan aplikasi percakapan. Narasi kekayaan instan dan gaya hidup mewah sengaja ditonjolkan untuk menarik minat generasi muda. “Pemain diberi kemenangan kecil di awal agar optimis, lalu kalah berulang-ulang hingga akhirnya kecanduan. Ini strategi manipulatif yang memang sudah dirancang,” tambahnya.
Wildan juga menekankan bahwa judi online tidak pernah memberi keuntungan nyata. Justru sejak awal dirancang untuk menipu. Dampaknya tidak hanya finansial, tapi juga sosial dan psikologis: perceraian, stres, depresi, hingga risiko bunuh diri.
Sebagai solusi, ia mendorong penguatan strategi komunikasi publik agar pesan pencegahan lebih kuat dan menyentuh aspek emosional, spiritual, sekaligus logis. “Pencegahan bisa dilakukan dengan edukasi sederhana, audit penggunaan internet di kalangan remaja, serta komunikasi aktif dalam keluarga. Pemerintah, tokoh masyarakat, media, dan keluarga harus bersinergi dalam melawan judi online,” jelasnya.
Forum ini akhirnya menyimpulkan bahwa judi online adalah ancaman nyata yang harus dihadapi dengan pendekatan komprehensif. Penegakan hukum, literasi digital, komunikasi publik, serta kesadaran kolektif menjadi kunci untuk melindungi generasi muda dari jebakan judi online.
“Melawan judi online bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab kita semua,” tegas para narasumber sepakat.