Matarakyat24.com, Jakarta – Program Sekolah Rakyat kembali disorot sebagai gerakan pendidikan alternatif yang mampu menjawab kesenjangan akses pendidikan dan literasi digital di berbagai daerah Indonesia. Dalam Forum Diskusi Publik bertema “Sekolah Rakyat sebagai Ruang Belajar Sosial dan Perubahan” pada 13 November 2025, sejumlah narasumber menekankan pentingnya peran komunitas dalam membangun pendidikan yang inklusif.
Anggota Komisi I DPR RI, Sabam Rajagukguk, mengungkapkan bahwa masih ada lebih dari 4,2 juta anak yang belum menikmati pendidikan layak. Ketimpangan akses internet juga menjadi hambatan serius, terutama di wilayah 3T. “Sekolah Rakyat hadir mengisi ruang yang belum dijangkau sekolah formal, sekaligus membangun literasi digital dan etika bermedia,” ujarnya.
Rektor Universitas Sains Indonesia, Dr. Endah Murtiana Sari, menilai Sekolah Rakyat sebagai ruang belajar yang humanis dan fleksibel. Menurutnya, gerakan ini efektif membekali warga dengan keterampilan praktis seperti pemasaran digital, pengelolaan keuangan, hingga kemampuan memilah informasi di tengah maraknya hoaks. “Ini pelengkap penting bagi pendidikan formal,” jelasnya.
Tenaga Ahli Kemensos, Virgo Sulianto Gohardi, menambahkan bahwa Sekolah Rakyat berperan sebagai instrumen pemberdayaan sekaligus perlindungan sosial. Dengan meningkatnya kasus cyberbullying dan penipuan daring, masyarakat perlu ruang edukasi digital yang aman. Ia juga menekankan perlunya pendanaan kolaboratif agar program ini berkelanjutan.
Forum menyimpulkan bahwa Sekolah Rakyat bukan hanya tempat belajar, melainkan gerakan sosial yang memperkuat kapasitas masyarakat. Dengan dukungan pemerintah, relawan, dan komunitas lokal, Sekolah Rakyat diyakini dapat menjadi motor perubahan menuju masyarakat yang lebih cerdas, kritis, dan mandiri.












