Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Apabila dikaji dari etimologis, maka ”sistem” mengandung arti terhimpun (antar) bagian atau komponen (subsistem) yang saling berhubungan secara beraturan dan merupakan suatu keseluruhan. Sedangkan ”peradilan pidana” merupakan suatu mekanisme pemeriksaan perkara pidana yang bertujuan untuk menghukum atau membebaskan seseorang dari suatu tuduhan pidana. Dalam kaitannya dengan peradilan pidana, maka dalam implementasinya dilaksanakan dalam suatu sistem peradilan pidana. Tujuan akhir dari peradilan ini tidak lain adalah pencapaian keadilan bagi masyarakat.
Sistem Peradilan Pidana (SPP) berasal dari kata yaitu “sistem” dan “peradilan pidana”. Pemahaman mengenai ”sistem” dapat diartikan sebagai suatu rangkaian diantara sejumlah unsur yang saling terkait untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pandangan Muladi, pengertian sistem harus dilihat dalam konteks, baik sebagai physical system dalam arti seperangkat elemen yang secara terpadu bekerja untuk mencapai suatu tujuan dan sebagai abstract system dalam arti gagasan-gagasan yang merupakan susunan yang teratur yang satu sama lain saling ketergantungan.
Sistem Peradilan Pidana atau “Criminal Justice System” kini telah menjadi suatu istilah yang menunjukan mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan mempergunakan dasar pendekatan sistem. Ciri pendekatan ”sistem” dalam peradilan pidana.
Sistem peradilan pidana untuk pertama kali diperkenalkan oleh pakar hukum pidana dan ahli dalam criminal justice system di Amerika Serikat sejalan dengan ketidakpuasan terhadap mekanisme kerja aparatur penegak hukum dan institusi penegak hukum. Ketidakpuasan ini terbukti dari meningkatnya kriminalitas di Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Pada masa itu pendekatan yang dipergunakan dalam penegakan hukum adalah ”hukum dan ketertiban” (law and order approach) dan penegakan hukum dalam konteks pendekatan tersebut dikenal dengan istilah ”law enforcement”.
Sistem Peradilan Pidana adalah sistem yang dibuat untuk menanggulangi masalah-masalah kejahatan yang dapat mengganggu ketertiban dan mengancam rasa aman masyarakat, merupakan salah satu usaha masyarakat untuk mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas- batas toleransi yang dapat diterima.
Proses penyelesaian perkara pidana berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia saat ini dilakukan dalam suatu sistem peradilan pidana (Criminal justice system). Sistem Peradilan Pidana atau Criminal Justice System kini telah menjadi suatu istilah yang menunjukan mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan mempergunakan dasar pendekatan sistem.
Istilah criminal justice system menurut Ramington dan Ohlin sebagaimana dikutip oleh Romli Atmasasmita adalah sebagai berikut: 26Criminal justice sytem dapat diartikan sebagai pemakaian pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana, dan peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan Perundang-undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Pengertian sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil tertentu dengan segala keterbatasannya.
Marjono Reksodipoetro memberikan batasan bahwa sistem peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan.27 Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Marjono tersebut terlihat bahwa komponen atau sub sistem dalam sistem peradilan pidana adalah kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.
Menurut Romli Atmasasmita, dengan diundangkannya Undang-undang No. 8 tahu 1981 tentang Acara pidana, menjadikan sistem peradilan pidana Indonesia menganut sistem akusator dan terpengarunh oleh Due process model.28 Konsep Due Process model sangat menjunjung tinggi supremasi hukum, dalam perkara pidana tidak seorang pun berada dan menempatkan diri diatas hukum.29 Sistem akusator adalah suatu sistem yang menitik beratkan pembuktian dengan saksi dan bukti nyata.
Konsep Due process model sangat menjunjung asas Presumption of innocence. Menurut konsep ini setiap pemeriksaan baik di tingkat penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di sidang pengadilan harus mengikuti prosedur formal sebagaimana yang telah ditetapkan oleh undang- undang. adapun nilai-nilai yang melandasi due process model ini adalah:30
- Mengutamakan formal adjudicative dan adversary fact-finding. Hal ini berarti bahwa seorang tersangka harus diajukan ke muka pengadilan yang tidak memihak dan diperiksa sesudah tersangka memperoleh hanya secara penuh untuk melakukan pembelaan
- Menekankan pada pencegahan dan menghapuskan sejauh mungkin kesalahan mekanisme administrasi peradilan.
- Proses peradilan harus dikendalikan agar dapat dicegah penggunaannya sampai pada titik optimum karena keuasaan cenderung disalahgunakan atau memilih potensi untuk menempatkan individu pada kekuasaan yang koersif dari Negara.
- Memegang teguh doktrin legal audit, yakni: a.Seorang dianggap bersalah apabila penetapan kesalahannya dilakukan secara procedural dan dilakukan oleh mereka yang memiliki kewenangan untuk itu Seseorang tidak dapat dianggap bersalah sekalipun kenyataan akan memberatkan jika perlindungan hukum yang diberikan Undang- undang kepada orang yang bersangkutan tidak efektif penetapan kesalahan seseorang hanya dapat dilakukan oleh pengadilan yang tidak memihak
- Gagasan persamaan kedudukan di muka hukum lebih diutamakan
- Lebih mengutamakan kesusilaan dan kegunaan sanksi pidana.
Dalam hal ini, sistem memiliki dua pengertian. Pertama, sistem sebagai suatu jenis satuan, yang mempunyai tatanan tertentu. Tatanan dalam hal ini menunjukan kepada suatu struktur yang tersusun dari bagian-bagian. Kedua, sistem sebagai suatu rencana, metoda atau prosedur untuk mengerjakan sesuatu. Pidana adalah suatu akibat atau sanksi atau hukuman yang diberikan kepada seorang terpidana karena telah melakukan suatu pelanggaran atau kejahatan.31
Dengan ini dapat dikatakan bahwa Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) merupakan suatu sistem atau model atau tatanan yang digunakan dalam penanggulangan pelanggaran atau kejahatan yang dimulai dari proses penangkapan, penahanan, penuntutan, dan pemeriksaan di muka pengadilan, serta diakhiri dengan pelaksanaan pidana atau pembebasan (jika Hakim memutuskan tidak bersalah).
Istilah hukum acara pidana di satu pihak dengan Sistem Peradilan Pidana di lain pihak sangat berbeda ruang lingkupnya. Dalam hal ini hukum acara pidana hanya mempelajari “hukum”, sedangkan Sistem Peradilan Pidana lebih luas cakupannya termasuk yang bukan hukum.