Merit Sistem ASN Banten di Persimpangan Jalan: Ujian Integritas di Tengah Pelantikan Pejabat Eselon

Dr. Budi Ilham, Akademisi Universitas Bina Bangsa Banten/Ist
Dr. Budi Ilham, Akademisi Universitas Bina Bangsa Banten/Ist

Oleh: Dr. Budi Ilham | Akademisi Universitas Bina Bangsa Banten

Matarakyat24.com –Sebentar lagi, Pemerintah Provinsi Banten akan melaksanakan pelantikan pejabat eselon 2, 3, dan 4. Momentum ini bukan sekadar peristiwa administratif, melainkan ujian nyata bagi komitmen reformasi birokrasi yang selama ini digaungkan.

Apakah pelantikan ini benar-benar mencerminkan prinsip meritokrasi yang berbasis kompetensi dan profesionalisme? Ataukah hanya menjadi panggung bagi praktik patronase dan kepentingan politik yang masih mengakar?

Dilema Merit Sistem: Antara Retorika dan Realitas
Dalam berbagai forum, Pemprov Banten kerap menyuarakan implementasi merit system sebagai pilar utama dalam manajemen ASN. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa sistem ini masih rentan terhadap berbagai distorsi, terutama intervensi politik dan kepentingan kelompok tertentu. Jika proses seleksi pejabat masih ditentukan oleh faktor kedekatan dengan penguasa ketimbang kapasitas individu, maka jargon reformasi birokrasi hanya akan menjadi slogan kosong tanpa makna.

Manajemen talenta dan assessment center yang telah diterapkan seharusnya menjadi instrumen objektif dalam menentukan promosi dan mutasi ASN. Namun, pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah: seberapa transparan dan independen proses ini? Apakah hasil assessment benar-benar menjadi satu-satunya rujukan dalam pengambilan keputusan? Ataukah tetap ada ruang negosiasi yang membuka celah bagi kepentingan politik?

Jika seleksi hanya menjadi formalitas belaka tanpa jaminan integritas, maka sistem ini bukan solusi, melainkan hanya cara baru untuk melegitimasi status quo. Lebih buruk lagi, merit sistem yang diklaim berjalan justru dapat menjadi alat pembenaran bagi praktik yang bertentangan dengan prinsip profesionalisme ASN.

Tantangan Transparansi dan Akuntabilitas
Salah satu aspek krusial dalam implementasi merit system adalah keterlibatan lembaga independen, dalam hal ini Regional III BKN RI. Apakah peran mereka hanya sebatas administratif, atau benar-benar menjadi mitra evaluasi yang berintegritas? Jika pengawasan hanya bersifat prosedural tanpa mekanisme akuntabilitas yang jelas, maka publik berhak meragukan kredibilitas proses seleksi ini.

Lebih dari itu, merit system tidak boleh berhenti pada tahap seleksi semata. Ada pertanyaan besar yang perlu dijawab: Bagaimana pembinaan dan evaluasi kinerja pejabat yang terpilih? Apakah ada konsekuensi nyata bagi mereka yang gagal memenuhi target kinerja? Jika tidak, maka pelantikan ini hanya akan menjadi ritual tanpa dampak nyata bagi kualitas pelayanan publik.

Urgensi Pengawasan Publik dan Reformasi yang Berkelanjutan
Sebagai bagian dari sistem pemerintahan yang melayani masyarakat, pelantikan pejabat eselon bukan hanya urusan internal birokrasi. Masyarakat berhak mengetahui siapa yang menduduki jabatan strategis dan bagaimana proses mereka terpilih. Jika pelantikan dilakukan secara tertutup tanpa transparansi, maka wajar jika muncul kecurigaan bahwa merit system hanya menjadi alat manipulasi.

Oleh karena itu, ada beberapa langkah konkret yang harus dilakukan untuk memastikan integritas proses seleksi ini:

1. Transparansi Penuh dalam Proses Seleksi – Pemprov Banten harus membuka akses informasi kepada publik mengenai mekanisme seleksi, kriteria penilaian, dan hasil assessment secara objektif.
2. Audit Independen terhadap Hasil Seleksi – Harus ada evaluasi dari lembaga eksternal untuk memastikan bahwa seleksi bebas dari nepotisme dan kepentingan politik.
3. Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan – ASN yang dilantik harus memiliki rekam jejak yang bisa diakses oleh publik agar akuntabilitas mereka dapat diuji secara terbuka.
4. Sanksi Tegas bagi Pelanggar – Jika terbukti ada manipulasi dalam proses seleksi, maka harus ada konsekuensi tegas, baik bagi pejabat yang terlibat maupun sistem yang memungkinkan pelanggaran tersebut terjadi.

Tanpa langkah-langkah ini, reformasi birokrasi di Banten hanya akan menjadi mitos yang terus diulang dalam pidato, tanpa perbaikan nyata di lapangan.

Merit Sistem: Harapan atau Ilusi?
Pelantikan pejabat eselon kali ini bukan hanya soal siapa yang menduduki kursi strategis, tetapi lebih dari itu, ini adalah batu ujian bagi komitmen Pemprov Banten terhadap reformasi birokrasi yang sejati. Jika merit system hanya menjadi alat kosmetik tanpa substansi, maka harapan terhadap birokrasi yang bersih dan profesional akan tetap menjadi ilusi.

Banten memiliki peluang besar untuk menjadi model reformasi birokrasi yang kredibel. Namun, peluang ini hanya dapat terwujud jika pelantikan pejabat benar-benar didasarkan pada prinsip meritokrasi, bukan transaksi politik terselubung. Jika tidak, maka yang terjadi hanyalah perputaran elit birokrasi tanpa perubahan berarti dalam tata kelola pemerintahan.

Pada akhirnya, keputusan ada di tangan Pemprov Banten: apakah mereka ingin mencatatkan sejarah sebagai pelopor reformasi birokrasi yang transparan dan akuntabel? Ataukah tetap membiarkan birokrasi berjalan di bawah bayang-bayang kepentingan politik?

Publik menanti jawabannya.(Red-1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *