KESEDIHAN SEORANG KAKAK 

Khazanah

Oleh : Syaiful Anwar

Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh 

 

Seorang ulama yang bernama Abu Sinan sedang berduka karena kematian adiknya. Banyak orang yang bertakziah ke rumahnya. Diantara para pelayat itu ada yang bernama Yusuf Al Ghirbani. 

 

Di tengah takziah itu sangat tampak dalam kesedihan Abu Sinan. Banyak mereka yang menghiburnya. Namun tak dihiraukan oleh Abu Sinan. Meski banyak yang gagal menghibur Abu Sinan, Yusuf Al Ghirbani berusaha untuk menghilangkan kesedihan Abu Sinan. 

“Abu Sinan, kematian adalah suatu hal tak dapat dielakkan. 

Setiap orang pasti mengalaminya. Apakah hal itu tak kau sadari?” “Ya, aku mengerti,” jawab Abu Sinan. 

 

“Mengapa kau tak merelakan kepergian adikmu? Berduka suatu hal yang wajar. Siapapun pasti mengalami rasa sedih karena kematian anggota keluarga, tetapi jangan sampai berlebihan dan berlarut-larut”. 

 

“Adikku tak pernah berhenti menerima azab, sejak pagi hingga sore. Bagaimana aku tak bersedih?” 

 

“Apakah Allah memang memperlihatkan kepadamu apa yang dialami oleh adikmu? Bagaimana kau mengetahui apa yang dialami adikmu?” 

“Memang Allah tak melihatkan kepadaku secara langsung, tetapi saat aku sendirian di dekat kuburan adikku, saat itulah aku mendengar suara dari dalam kuburan adikku” 

“Suara apa?” 

 

“Rintihan. Adikku berkata, “Mengapa mereka meninggalkan sendirian, menanggung beban siksa. Padahal semasa hidup aku mengerjakan shalat dan berpuasa?”. Rintihannya itu terus teringat, sehingga aku menjadi sedih dan menangis. Mendengar suara adikku, aku tak tahan, dan ku gali kuburan adikku. Aku berusaha melihat apa yang terjadi. Aku terperanjat, karena liang kubur adikku telah dipenuhi oleh api. Pada leher adikku terdapat kalung api yang membara. Aku pun berusaha menolongnya. Tetapi jari tanganku ikut terbakar. Aku tak tahan melihat dan mengalami semua itu, sehingga kutimbun kembali kuburan itu”. 

 

Kemudian Abu Sinan menundukkan kepalanya dan air matanya pun menetes dari pelupuk mata. “Melihat kondisi adikmu seperti itu, siapakah yang tak sedih? Apakah yang dikerjakan adikmu sehingga mendapat siksa itu?” 

 

“Aku sangat menyayangkan sikap adikku. Ia teramat kikir dan tak mau mengeluarkan hartanya untuk berzakat”, ucap Abu Sinan menjelaskan. 

 

Kisah diatas mengingatkan kita bagaimana seharusnya kesalehan ritual hendaknya memberi dampak kepada kesalehan sosial seseorang. Karena pada dasarnya kesalehan ritual adalah upaya membangun dan membentuk akhlak mulia seseorang. Seseorang yang tertib menjalankan ibadah shalat dan puasa hendaknya diikuti dengan kesediaan untuk rajin bersedekah ataupun berzakat dalam segala bentuknya. Sikap kikir pada dasarnya adalah bagian dari setitik kesombongan diri manusia yang menganggap harta dan kekuasaan sebagai hasil jerih payahnya dan tak pantas dinikmati orang lain di sekitarnya yang membutuhkan. 

 

Kesombongan yang merupakan sifat dan prilaku yang tak disukai Allah. Manusia tak boleh sombong apalagi tidak mau berbagi dengan sesama. Bahkan, Allah sekali pun yang memiliki kesempatan dan wewenang tak pernah menyombongkan dirinya. Dia lebih sering menampakkan sifat welas asih dengan kasih dan sayangnya pada semua makhluk. Bagaimanakah manusia yang merupakan makhluk tempat bersalah, berdosa, dan tak berdaya hendak menyombongklan dirinya di dunia? Rajin dalam mengerjakan ibadah ritual sepantasnya menempa seseorang untuk semakin rendah hati dan lapang jiwa, bukan semakin membuatnya arogan, kikir, dan sempit dalam berfikir. 

 

#Syaiful_Anwar

#Fakultas_Ekonomi

#Universitas_Andalas

#Kampus2_Payakumbuh

#Goresan_Hikmah

#Kesedihan_Seorang_Kakak

 

    

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *