Matarakyat24.com, Jakarta – Slamet Ariyadi Anggota DPR RI Komisi I gelar diskusi publik dengan tema Ruang Digital Anak. Diskusi ini dilakukan via zoom meeting pada Senin (04/08/25) siang.
Ruang digital saat ini sudah menjadi bagian dari kehidupan anak-anak. Mereka berinteraksi, belajar, bermain, dan mencari informasi melalui gawai.
Dirunut data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2024 menunjukkan, penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai lebih dari 79% populasi, dan kelompok usia 10-14 tahun termasuk pengguna aktif. Artinya, anak-anak tidak lagi menjadi “pendatang” di dunia digital, melainkan warga yang aktif di dalamnya.
Slamet mengatakan realitas dilapangan menunjukkan penggunaan ruang digital oleh anak masih memiliki tantangan besar.
“Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan ruang digital oleh anak masih memiliki tantangan besar. Survei UNICEF bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 2023 mengungkap bahwa lebih dari 45% anak pernah terpapar konten yang tidak sesuai usianya, mulai dari kekerasan, ujaran kebencian, hingga pornografi. Situasi ini menunjukkan bahwa literasi digital anak bukan sekadar opsional, tetapi kebutuhan mendesak”, ujar Slamet.
Ruang digital juga membuka peluang yang sangat besar bagi anak-anak. Dengan koneksi internet, anak di daerah terpencil dapat mengakses materi pelajaran dari universitas ternama, mengikuti kursus daring, bahkan memamerkan karya seni mereka ke dunia. Tetapi peluang ini hanya bisa dimanfaatkan dengan maksimal jika anak dibekali kemampuan memilih, memilah, dan memanfaatkan informasi dengan bijak.
Anak-anak seringkali menjadi target empuk pelaku kejahatan siber. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat, pada tahun 2024 terdapat lebih dari 200 ribu laporan konten negatif, sebagian di antaranya melibatkan eksploitasi anak secara daring. Modusnya pun beragam: penipuan berbasis game, pertemanan palsu untuk grooming, hingga ancaman menyebarkan foto pribadi.
“Selain ancaman eksternal, kita juga melihat tantangan dari dalam rumah. Banyak orang tua yang memberikan gawai pada anak tanpa pendampingan, dengan alasan agar anak tenang atau sibuk. Padahal, tanpa kontrol, anak bisa mengakses informasi yang tidak pantas atau bahkan menghabiskan waktu berjam – jam di depan layar hingga mengganggu tumbuh kembang fisiknya”, lanjutnya.
“Oleh karena itu, peran keluarga menjadi benteng pertama. Orang tua perlu memahami bahwa literasi digital anak bukan hanya soal mengajarkan penggunaan teknologi, tetapi juga membangun karakter dan nilai-nilai. Pendampingan aktif, diskusi terbuka tentang apa yang anak lihat di internet, serta aturan yang jelas tentang waktu dan jenis konten yang boleh diakses menjadi kunci”, pesannya.