BADKO HMI Sumbar Soroti Tindakan Persekusi Rumah Doa Kristiani Di kota Padang, Runtuhnya Toleransi di Ranah Minang

Oleh: Hamzah Fansuri Sarjana Sosial, Fungsionaris Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Sumatera Barat

Hamzah Fansuri Fungsionaris BADKO HMI Sumbar

Matarakyat24.com/Sumbar – Kabar persekusi dan perusakan rumah Ibadah Kristiani di Padang Sarai, Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu lalu adalah sebuah luka yang menggores nurani kita bersama, Peristiwa ini bukan sekadar insiden kriminal biasa; ia adalah cermin retak yang memantulkan kondisi sosial keagamaan kita di Ranah Minang.

Atas insiden tersebut, Pengurus Badan Koordinasi Himpun Mahasiswa Islam Sumatera Barat angkat bicara, ini telah mencoreng dan menciderai nilai-nilai luhur yang selama ini kita junjung

Hamza Fanzuri, Fongsionaris Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumatera Barat, dengan tegas mengutuk segala bentuk aksi main hakim sendiri, persekusi, dan perusakan atas nama apapun. Tindakan kekerasan terhadap orang yang sedang beribadah adalah perbuatan yang bertentangan dengan esensi ajaran Islam itu sendiri, yang mengedepankan keadilan, kasih sayang, dan perlindungan terhadap sesama manusia, termasuk mereka yang berbeda keyakinan. Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam), dan adalah tugas kita untuk mewujudkan rahmat tersebut dalam tindakan nyata, bukan dengan amarah dan perusakan. Tegas Hamza, yang juga putra kelahiran Minang kabau, kepada media matarakyat24.com pada Senen 28/7/25

Ia menambahkan, Sebagai seorang Sarjana Sosial, saya melihat insiden ini tidak boleh disederhanakan hanya sebagai “kesalahpahaman” atau ulah “oknum” semata. Kita harus berani menggali lebih dalam akar persoalannya. Peristiwa ini adalah gejala dari beberapa kemungkinan masalah sosial yang lebih mendasar:

1. Melemahnya Dialog Lintas Iman di Tingkat Akar Rumput: Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) mungkin aktif di tingkat elite, namun apakah semangat dialog dan saling pengertian itu sudah meresap hingga ke lorong-lorong dan lingkungan masyarakat terkecil? Insiden ini menunjukkan adanya sumbatan komunikasi yang serius antara warga.

2. Kekaburan Implementasi Regulasi: Peraturan Bersama Menteri (PBM) No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah seringkali menjadi titik sensitif. Kurangnya sosialisasi yang efektif dan proses yang terkadang berbelit-belit bisa menciptakan frustrasi dan ketidakpastian, yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memprovokasi massa.

3. Erosi Falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK): Falsafah agung Minangkabau ini seharusnya menjadi benteng toleransi. “Adat” yang mengatur hubungan sosial yang harmonis dan “Syarak” yang mengajarkan untuk melindungi kaum minoritas seharusnya berjalan seiring. Insiden ini memaksa kita bertanya: sejauh mana kita benar-benar menghayati dan mengamalkan falsafah ini?

Apresiasi setinggi-tingginya patut kita berikan kepada aparat kepolisian yang bergerak cepat mengamankan terduga pelaku. Proses hukum yang adil dan transparan adalah kunci untuk memulihkan rasa keadilan bagi korban dan memberikan efek jera. Namun, penegakan hukum saja tidak cukup.

Maka dari itu, Badko HMI Sumatera Barat menyerukan beberapa langkah konkret:

1. Kepada Pemerintah Daerah: Jangan hanya bertindak sebagai “pemadam kebakaran”. Pemerintah harus proaktif membangun jembatan dialog yang permanen di tingkat kelurahan dan RT/RW. Permudahlah proses perizinan sesuai aturan yang berlaku secara transparan dan berkeadilan, serta berikan jaminan keamanan penuh bagi setiap warga negara untuk beribadah.

2. Kepada Tokoh Adat dan Alim Ulama: Mari kita kembali ke surau dan duduk bersama, bukan hanya untuk membahas fikih, tetapi juga untuk merevitalisasi dan membumikan kembali nilai-nilai ABS-SBK dalam konteks kekinian. Ajarkan kepada anak kemenakan kita tentang pentingnya menghargai perbedaan sebagai sebuah keniscayaan sosial (sunnatullah).

3. Kepada Seluruh Kader HMI dan Generasi Muda Sumatera Barat: Kita tidak boleh diam. Sebagai insan akademis dan organisatoris, mari kita menjadi motor penggerak dialog, mengisi ruang-ruang digital dengan narasi kesejukan, dan menjadi garda terdepan dalam melawan provokasi yang dapat memecah belah persatuan kita.

Insiden di Padang Sarai adalah pelajaran yang sangat mahal bagi kita semua. Mari kita rawat luka ini dengan introspeksi, tanggung jawab, dan tindakan nyata. Jangan biarkan nila setitik merusak susu sebelanga. Mari kita buktikan bahwa Ranah Minang adalah rumah yang aman dan ramah bagi semua, sesuai dengan ajaran agama dan kearifan adat yang kita junjung tinggi. (Ilham)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *