MENCINTAI PROFESI

Khazanah

 

Oleh : Syaiful Anwar

Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh 

 

“Rahasia kebahagiaan bukanlah dalam mengerjakan apa yang disukai, tetapi menyukai apa yang dikerjakan.” Khatarin Graham 

Jangan Hanya Bekerja Untuk Uang

Suatu hari, seorang profesor pergi ke sebuah lapangan konstruksi, menghampiri tiga orang pekerja bangunan yang tengah sibuk menyusun batu bata. Kepada salah seorang di antara mereka itu sang profesor bertanya, 

 

“Apa yang sedang Bapak lakukan?” 

“Saya hanya melakukan apa yang diminta untuk dilakukan. Jika ada satu masalah yang ingin Anda sampaikan, Anda bisa menemui mandor kami di sana”, jawab pekerja pertama sambil menunjuk ke seseorang yang berdiri yang tak jauh dari mereka. 

 

Mendengar jawaban itu, sang profesor tersenyum. Kemudian berlalu meninggalkan pekerja yang pertama. Lalu menuju pekerja yang kedua, dan meng-ajukan pertanyaan yang sama. 

 

“Saya mengerti, apa yang saya kerjakan tidaklah biasa. Bahkan teramat susah untuk disebut sebagai sebuah pekerjaan. Tetapi saya dibayar Rp50.000 per hari sama dengan yang lain. Dan saya memiliki banyak tagihan yang harus saya bayar. Juga tanggungan anak istri. Karenanya saya tak akan mengeluh”, jawab pekerja kedua. 

 

Profesor pun berlalu meninggalkan pekerja kedua. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih. Ketika ia melihat dari kejauhan ada pekerja yang berbeda dengan dua pekerja sebelumnya. Ia tampak begitu bersemangat dan menikmati pekerjaannya. Wajahnya terlihat berseri-seri. Karena penasaran, Profesor mendekati pekerja tersebut dan bertanya, “Apa yang sedang bapak lakukan? Kelihatannya bapak sangat bersemangat sekali”. Penyusun batu itu pun mendongak dan tersenyum. “Apakah Anda tak melihat bahwa saya sedang membuat sebuah istana?”. 

 

Kisah semacam ini, teramat mudah kita jumpai di sekitar kita. Di pertokoan, di pasar-pasar, di per-kantoran, atau pun pabrik. Ada orang yang begitu giat dengan pekerjaannya, begitu energik, dan semua pekerjaan selalu selesai dengan sempurna. Namun ada juga orang selalu mengisi waktunya dengan kemurungan. Mulutnya selalu berucap keluhankeluhan dan pekerjaannya selalu terbengkalai.  Di sebuah tempat yang sama, dengan pekerjaan yang sama, ada seseorang yang mengerjakan pekerjaan dengan teramat lambat dan ada yang cepat. 

 

Apa sesungguhnya yang membedakan mereka? Mengapa seseorang begitu bersemangat sementara yang lain tidak? Mengapa yang satu begitu mudah menyelesaikan pekerjaannya dan selalu tepat waktu sementara yang lain selalu lambat? Dan kita pun sudah sama-sama tahu jawabannya. Yaitu cara pandang, yang kemudian berujung rasa suka dan tidak suka. 

 

Dua pekerja pertama menganggap bahwa pekerjaan mereka tak begitu berharga. Rasa ketidakberhargaan inilah yang membuat mereka tidak begitu menyukai pekerjaannya. Lalu tetap menjalankannya sebagai sebuah beban. Ada satu pekerja terakhir yang melihat pekerjaannya adalah sebuah karya seni dan petualangan.  Ia begitu semangat mengerjakannya. Ia menjadi bahagia melihatnya, orang lain pun dibuat senang melihatnya. 

 

Bekerja adalah bagian dari kehidupan manusia yang tak mungkin ditinggalkan oleh siapapun orangnya. Apakah ia tinggal di pedesaan atau perkotaan. Apa-kah ia anak pejabat atau bukan. Apakah ia seorang terpelajar atau bukan. Mereka semua butuh bekerja. Butuh pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

 

Ya, begitu manusia lahir, maka ia harus memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia membutuhkan makanan. Ia membutuhkan tempat tinggal. Ia membutuhkan sandang juga kebutuhan yang lainnya. Saat sese-orang masih kecil, kebutuhan itu dipenuhi oleh keluarganya. Namun saat usia mulai beranjak dewasa, maka mau tak mau ia harus memenuhi kebutuhannya sendiri. Dan untuk itu ia harus bekerja.  

 

Dalam dua puluh empat jam sehari-hari, rata-rata orang menghabiskan separuh waktunya di tempat kerja. Keluar di pagi hari dan baru pulang saat malam mulai di tempat kerja. Keluar di pagi hari dan baru pulang saat malam mulai menyelubungi bumi. Dan untuk separuh kehidupan itu. Ia memiliki kebebasan memilih. Akankah ia akan menjalani dengan penuh keringat, atau ia menjalaninya sebagai beban, meratapinya lalu menderita karenanya? 

 

Tak peduli apakah ia seorang tukang sapu jalanan. Apakah ia seorang pemulung, sopir angkot, dosen, atau pejabat. Bila mereka menghendaki kenikmatan, maka kenikmatan itu selalu ada. Pun sebaliknya, tak peduli apakah ia seorang penjaga toko, seorang penulis, seorang bos perusahaan, seorang rektorat, guru, mentri atau presiden. Bila mereka meng-inginkan penderitaan, penderitaan itu juga selalu ada. Pilihan antara dua sikap inilah, yang sesungguhnya memiliki peranan penting bagi seseorang. 

 

“Belajarlah, engkau akan mendapatkan uang banyak. Dengan uang yang banyak engkau bisa  membeli apapun yang engkau  inginkan”. Demikianlah nasihat yang sering kita dengar dari orang-orang di sekeliling kita. Mereka bisa jadi adalah sahabat kita, tetangga kita, guru kita, bahkan orangtua kita. Mencermati nasihat ini, kita akan menemukan satu premis bahwa uang adalah alat untuk mendapatkan kesenangan. Tujuan bekerja adalah untuk meraih uang, yang artinya, bekerja adalah sarana untuk mendapatkan alat yang bisa digunakan untuk meraih kesenangan dan kebahagiaan. Dengan demikian, tujuan utama dilakukannya sebuah pekerjaan adalah untuk meraih kesenangan dan kebahagiaan, dengan uang sebagai alatnya. Ya, uang sebagai alat untuk meraih kese-nangan dan kebahagiaan. 

 

Lalu bagaimana jika dalam pekerjaan itu sendiri adalah penyebab dari penderitaan? Apakah itu bukan antitesis yang menolak hakikat dari tujuan bekerja? Dan ini yang seringkali terjadi pada orang-orang di sekeliling kita. 

 

Banyak orang yang menerima gaji besar dari peker-jaan yang ia lakukan. Banyak orang yang memeroleh banyak waktu cuti dari hari-hari bekerjanya. Men-dapatkan bantuanbantuan ongkos rumah sakit dan purna jabatan.  Tapi, pekerjaan yang ia lakukan benar-benar tidak ia sukai. Setiap hari ia merasa tersiksa dengan pekerjaannya. Namun, terus bertahan demi pundi-pundi uang. Dari sisi luar, dia memang orang yang kaya, mobilnya mewah, apartemennya di manamana. Tapi sesungguhnya ia adalah orang yang paling gagal. Pekerjaan yang semestinya sebagai sarana meraih kebahagiaan justru berbalik arah.  Pekerjaan itu menuntut pelakunya mengorbankan kesenangan dan kebahagiaannya sendiri.  Hidup pun seperti dalam neraka. 

 

Diatas segalanya, kita harus ingat bahwa “hidup tidak dipergunakan sebagai tempat penderitaan melainkan untuk dinikmati dan disyukuri”. Suatu kehidupan yang memuaskan dan membahagiakan merupakan sesuatu yang kita cari. Namun, hendaknya kita memiliki rasa yang benar dan menyadari  yang baik bahwa kebahagiaan bukanlah hasil dari suatu sikap berdiam diri. Melainkan dari usaha penyerapan yang kreatif. 

 

Ingat, jangan pernah bekerja hanya untuk uang. Karena itu tidak akan pernah memuaskan. Tidak juga membantu kita tidur nyenyak di malam hari. Bekerja-lah karena panggilan hidup, karena passion Anda. Sebab, dengan begitu kita akan meraih kesenangan dan kebahagiaan hidup, seberat dan sesusah apa pun pekerjaan yang kita jalankan. Sungguh, ketika Anda bekerja karena passion Anda, maka Anda  akan menjadikan pekerjaan Anda sebagai hobi, bukan sebagai kewajiban apalagi beban. Namun, jika Anda bukan bekerja karena passion  Anda, maka Anda akan menjadikan pekerjaan sebagai Anda sebagai kewa-jiban  maupun beban. Yakinlah, hidup Anda tidak akan pernah bahagia. Begitulah rumusnya.     

 

Orang Paling Sukses Adalah Orang Yang Mencintai Pekerjaannya

Dalam dunia entrepreneurship, kecintaan terhadap apa yang kita lakukan sesungguhnya menjadi per-soalan yang teramat fundamental. Dengan berbekal rasa cinta yang besar itulah kita bisa mencurahkan seluruh pikiran kita untuk pekerjaan kita. Kreativitas pun akan muncul dengan sendirinya. Dan kita akan melakukan pekerjaan kita dengan riang dan waktu yang tak terbatas. Saat persoalan muncul, kita pun tertantang untuk menuntaskannya. 

 

Orang yang paling sukses adalah orang yang menikmati pekerjaanya. Kebahagiaan hidup yang sebenarnya berasal dari keasyikan kreatif yang menyeluruh dalam suatu pekerjaan itu. Bila kita menikmati pekerjaan kita, maka kita akan merasakan suatu perasaan keselarasan, penuh arti dan kenya-manan. Perasaan berhasil dalam diri dalam jangka panjang akan meningkatkan keberhasilan. 

 

Orang yang paling sukses adalah seseorang yang mencintai pekerjaannya. Dengan kecintaannya, ia menganggap sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaannya sebagai sesuatu yang menyenangkan. Karena perasaan senang itulah ia begitu bersemangat dalam menjalani pekerjaannya. Selalu memberikan energi yang lebih, selalu bekerja dengan konsentrasi yang penuh dan tentunya selalu memberikan waktu secara maksimal. Ia sendiri tak lagi merasakan pekerjaan layaknya sebuah pekerjaan, tapi sebuah permainan yang mengasyikkan dan petualangan yang menantang. 

 

Bagi mereka, sebuah pekerjaan layaknya sebuah aktivitas seni. Karenanya benar-benar terasa menyenangkan. Tak sedikit dari mereka, yang mau me-lakukannya tanpa gaji. Apalagi itu justru meng-hasilkan pundi-pundi uang. 

 

Mereka teramat enjoy dengan pekerjaannya. Hingga mereka lupa bahwa itu adalah sebuah pekerjaan. Beberapa dari mereka bahkan mengatakan bahwa “Saya belum pernah bekerja seharipun sepanjang hidup saya”. Kerja dan bermain-main tak jauh beda dimata mereka. Mereka bisa menemukan kapan mereka mulai bekerja. Dan kapan mulai bermain. Ketika mereka tak berada di tempat kerja, mereka berpikir dan memperbincangkan pekerjaan mereka. 

 

Dan saat mereka berada di tempat kerja, mereka merasa santai dan melebur ke dalam pekerjaan mereka. Ada ribuan pekerjaan di dunia ini. Dan Anda bebas memilih apa yang Anda lakukan. Inilah yang ditemukan oleh Brian Tracy dalam bukunya Change Your Thingking Change Your Life. Berangkat dari temannya ini, Tracy lantas menyimpulkan bahwa rahasia para miliarder adalah terletak pada keberhasilan mereka menemukan pekerjaan yang paling mereka nikmati. Mereka mengerjakannya dengan sepenuh hati. 

 

Ini juga yang pernah dinasihatkan oleh motivator dunia, Napoleon Hill. Ia mengatakan bahwa “salah satu rahasia terbesar meraih kesuksesan adalah  menemukan pekerjaan yang paling Anda nikmati. Kemudian temukan jalan hingga Anda dapat memeroleh penghasilan dari apa yang Anda senangi”. 

 

Hari ini dunia tentu sudah kenal dengan Henry Ford, seorang pengusaha paling sukses dibidang otomotif.  Namun sedikit yang tahu bahwa ia adalah seorang pemuja kendaraan bermotor. Dengan kecintaannya yang luar biasa ini, ia berjalan menuju tangga kesuksesannya. Dunia juga pasti mendengar Bill Gates, seorang pengusaha yang luar biasa kayanya. 

 

Donald Trump, yang membuatnya kaya adalah keahliannya bernegosiasi.  Ia pun suka bertemu orang untuk bernegosiasi. Warren Buffet, suka mengamati saham. Bahkan, sejak umur 11 tahun ia sudah suka benar-benar belajar tentang hal itu. Jadilah dia sukses karena hobinya ini. J.K. Rowling yang menggemparkan dunia dengan karyanya yang dilayarlebarkan yaitu Harry Poter, ia melakukan pekerjaan dengan penuh cinta. Jadilah ia seorang wanita kaya raya karena kecintaannya terhadap dunia menulis. 

 

Di Indonesia, kita mengenal para penulis dan novelis yang mereka juga bahkan menjadi jutawan dan miliarder karena karyanya. Sebut saja Habiburrahman El Shirazy, Andrea Hirata, Asma Nadia, Mohammad Fauzil Adhim, Tere Liye, dll. Mereka sukses karena dengan penuh cinta dan ketekunan terus berkarya. 

 

Demikian juga dengan semua olahragawan yang menjadi miliarder seperti David Beckham, Michael Jordan, atau Tiger Woods. Keahlian dan minat mereka yang paling besar ada di bidang olahraga yang mereka geluti. Ingin mengikuti jejak mereka, tanyakan pada batin sendiri, “Apakah kita benar-benar telah menikmati pekerjaan kita?”. 

 

Bahkan Rasulullah Pun Mencintai Profesinya

Bagaimana dengan Rasulullah Saw? Soal kecinta-annya dengan pekerjaan, tak usah diragukan lagi. Sejak  kecil Rasulullah sangat menikmati pekerjaannya sebagai pengembala kambing. Buktinya, kambing-kambing  gembalaannya selalu gemuk dan tak per-nah berkurang jumlahnya. Sehingga saat itu, banyak para pemilik kambing yang ingin kambing-kambingnya digembalakan oleh Muhammad kecil. Ketika usianya mulai remaja dan dewasa, Muhammad kecil mulai mencintai dunia perdagangan. 

 

Itulah kenapa ketika ia mengetahui pamannya akan berdagang ke negeri Syam, ia menawarkan dirinya agar bisa ikut serta. Begitu paman mengizinkannya ikut serta maka Muhammad muda tak menyia-nyiakan waktu tersebut. Ia pergunakan dengan sebaik mungkin. Singkat cerita, akhirnya Muhammad muda dikenal dan terkenal sebagai CEO terbaik dan termahal saat itu. Hingga akhirnya sang investor terkaya di Mekah, Siti Khadijah jatuh hati kepadanya. kalau tidak mencintai pekerjaannya, Muhammad tak akan segemilang itu kariernya.  

 

Ternyata kecintaan beliau terhadap pekerjaannya tak berhenti sampai di situ. Bahkan berlanjut hingga Muhammad  diangkat menjadi Rasul oleh Allah. Justru semenjak menjadi Rasul, kecintaan beliau terhadap pekerjaan semakin ditingkatkan. Dari yang tadinya sekadar duniawi, pemenuhan hidup belaka, menjadi bernilai ukhrawi. Bahwa bekerja, apapun pekerjaannya, menurut Rasulullah, harus dilakukan karena Allah, untuk kebaikan dunia dan akhirat. Bahwa bekerja adalah ibadah. Dan karena ibadah, siapapun yang bekerja dengan giat, ia akan dijanjikan pahala yang baik oleh Allah. Seorang suami yang bekerja mati-matian buat keluarganya, maka pahala-nya sama dengan orang yang berjihad di jalan Allah. 

 

Begitulah cara Rasulullah menghargai pekerjaan. Begitu tinggi. Begitu mulia. Begitu dicintai. Masihkah kita meragukannya? 

 

#Syaiful_Anwar

#Fakultas_Ekonomi

#Universitas_Andalas

#Kampus2_Payakumbuh

#Kaya_Raya_Dengan_Modal_Cinta

#Mencintai_Profesi

 

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *