Membangun Identitas Bangsa Lewat Digital: Polewali Mandar Dorong Literasi Sejarah Indonesia

Matarakyat24.com, Polewali Mandar, 20 November 2025 — Kementerian Kebudayaan bersama para pemangku kepentingan daerah menggelar Seminar Literasi Sejarah Indonesia di Polewali Mandar, Kamis (20/11). Kegiatan ini menjadi ruang penting untuk menguatkan kembali kesadaran sejarah masyarakat, sekaligus mendorong pemanfaatan teknologi digital sebagai sarana edukasi generasi muda.

Anggota Komisi X DPR RI, Ratih Megasari Singkarru, MSc, membuka kegiatan dengan menegaskan bahwa literasi sejarah merupakan fondasi pembentukan karakter bangsa. Menurutnya, derasnya arus informasi di media sosial sering memunculkan narasi tanpa konteks dan hoaks sejarah yang mudah dipercaya masyarakat. “Sejarah adalah kompas bangsa. Tanpa literasi sejarah, kita mudah terombang-ambing oleh informasi yang menyesatkan,” ujarnya.

Ratih menekankan pentingnya sejarah lokal Mandar sebagai identitas generasi muda Polewali Mandar. Ia menyebut banyak pelajar belum mengenal narasi sejarah daerah secara utuh karena keterbatasan sumber digital dan rendahnya minat baca. Survei literasi 2024 menunjukkan lebih dari 60% pelajar kesulitan menyebutkan tiga peristiwa sejarah nasional secara lengkap. Temuan serupa terjadi di sekolah-sekolah Mandar, di mana perpustakaan digital masih minim dan konten sejarah lokal kurang diekspos.

Peningkatan hoaks sejarah nasional juga menjadi perhatian. Antara 2023–2024, lebih dari 150 hoaks bertema sejarah beredar di ruang digital Indonesia, termasuk narasi keliru tentang suku dan adat Mandar. Kondisi ini dinilai memperkuat urgensi literasi digital yang berjalan beriringan dengan literasi sejarah.

Kepala Subbagian TU Direktorat Sejarah dan Permuseuman, Tirmizi, S.S, menggarisbawahi bahwa sejarah tidak boleh hanya dihafal, tetapi dipahami konteksnya. Ia menyoroti minimnya dokumentasi digital sejarah Mandar, termasuk naskah lontaraq dan arsip kerajaan Balanipa serta Banggae. “Sejarah lokal sering tersimpan hanya di ingatan para sesepuh. Jika tidak didigitalisasi, kita berisiko kehilangan jejak berharga,” ungkapnya.

Dengan akses internet yang sudah mencapai 70% rumah tangga di Polewali Mandar, menurut Tirmizi, peluang untuk menghadirkan sejarah ke ruang digital terbuka lebar. Ia mendorong siswa dan komunitas literasi untuk membuat vlog sejarah, dokumenter budaya, hingga arsip foto digital agar sejarah lokal dapat dipelajari generasi mendatang.

Tokoh masyarakat Mandar, Ilham Sopu, S.S, menambahkan bahwa rendahnya minat baca sejarah—yang hanya sekitar 30% secara nasional—harus dijawab dengan pendekatan kreatif. Ia menilai generasi muda Mandar memiliki keunggulan sebagai “digital native” yang terbiasa membuat konten. “Jika kemampuan digital diarahkan untuk mendokumentasikan sejarah lokal, Polman bisa menjadi pusat literasi sejarah digital Indonesia timur,” katanya.

Ilham juga menyoroti pentingnya pelestarian manuskrip Mandar, tradisi maritim, dan tokoh lokal seperti Todilaling. Menurutnya, digitalisasi bukan hanya upaya akademis, tetapi bentuk menjaga kedaulatan narasi sejarah agar tidak salah ditafsirkan pihak luar. “Jika kita tidak menulis sejarah kita sendiri, orang lain yang akan menuliskannya,” tegasnya.

Seminar ini ditutup dengan seruan kolaborasi antara pemerintah, sekolah, komunitas budaya, dan keluarga untuk memperkuat literasi sejarah berbasis digital. Para narasumber sepakat bahwa sejarah Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah daerah, dan Mandar memiliki kontribusi besar yang harus terus dijaga melalui pendidikan dan teknologi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *