Matarakyat24.com, Jakarta – Di tengah pesatnya arus digitalisasi, koperasi—yang sejak lama dikenal sebagai tulang punggung ekonomi rakyat—kembali menjadi sorotan. Dalam Forum Diskusi Publik bertema “Koperasi Mandiri, Ekonomi Tangguh: Optimalisasi Komunikasi Publik di Era Digital” pada Kamis (23/10/2025), para narasumber sepakat bahwa kunci keberlanjutan koperasi di era digital terletak pada kemampuan berkomunikasi secara terbuka, adaptif, dan strategis dengan masyarakat.
Elnino M. Husein Mohi, S.T., M.Si., Anggota Komisi I DPR RI, membuka diskusi dengan menegaskan bahwa koperasi bukan sekadar lembaga ekonomi, tetapi juga wadah gotong royong dan solidaritas sosial. Namun, di tengah derasnya perubahan digital, koperasi menghadapi tantangan besar: bagaimana tetap relevan di mata publik.
“Dari 127 ribu koperasi aktif di Indonesia, sebagian besar belum memiliki daya saing digital yang kuat,” ujar Elnino. “Padahal, tingkat penetrasi internet kita sudah mencapai 79,5 persen. Ini peluang besar yang belum dimanfaatkan optimal oleh koperasi.”
Ia menambahkan bahwa komunikasi publik koperasi harus lebih dari sekadar promosi. Transparansi dan partisipasi anggota menjadi kunci utama membangun kepercayaan. Melalui website resmi, media sosial, dan aplikasi digital, koperasi dapat menampilkan laporan kegiatan, hasil rapat, hingga laporan keuangan secara terbuka. “Keterbukaan inilah yang akan memperkuat loyalitas anggota dan meningkatkan citra koperasi di mata publik,” tambahnya.
Pandangan senada disampaikan oleh Usman Kansong, praktisi komunikasi. Ia menilai bahwa masih banyak koperasi yang belum memiliki strategi komunikasi digital yang matang. “Banyak yang sudah punya akun media sosial, tapi belum tahu bagaimana memanfaatkannya untuk membangun engagement dan dialog dua arah,” jelasnya. Menurut Usman, komunikasi publik yang efektif harus mampu menciptakan rasa memiliki di antara anggota dan masyarakat luas. “Koperasi yang komunikatif, transparan, dan konsisten akan lebih mudah dipercaya.”
Sementara itu, Milan Amrullah Yusuf, pegiat literasi digital, menyoroti pentingnya peningkatan kapasitas sumber daya manusia koperasi. Menurutnya, digitalisasi bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal perubahan budaya organisasi. “Koperasi yang ingin mandiri harus mulai dari peningkatan literasi digital anggotanya,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya storytelling sebagai strategi komunikasi. “Cerita sukses anggota, kisah perjuangan, dan dampak sosial koperasi jauh lebih kuat membangun kepercayaan dibanding sekadar laporan angka.”
Ketiga narasumber sepakat bahwa komunikasi publik adalah jantung dari transformasi koperasi di era digital. Dengan strategi komunikasi yang baik, koperasi bukan hanya bisa bertahan, tetapi juga menjadi pionir ekonomi rakyat berbasis nilai-nilai gotong royong dan keterbukaan.
Forum ini menegaskan bahwa kemandirian koperasi bukan hanya soal modal atau infrastruktur, melainkan tentang kemampuan beradaptasi dan berkomunikasi secara efektif di ruang digital. Di tangan masyarakat yang melek digital dan pengurus yang transparan, koperasi dapat menjadi simbol ekonomi tangguh — mandiri, modern, namun tetap berakar pada semangat kebersamaan.












