Jakarta, 20 Oktober 2025 – Forum Diskusi Publik bertema “Digitalisasi Koperasi Merah Putih: Media Komunikasi Publik untuk Ekonomi Gotong Royong dan Kemandirian Bangsa” yang digelar pada Senin (20/10) menghadirkan sejumlah narasumber dari kalangan legislatif, akademisi, dan praktisi digital. Kegiatan ini membahas pentingnya transformasi digital dalam memperkuat peran koperasi sebagai motor penggerak ekonomi rakyat di era digital.
Anggota Komisi I DPR RI, Elnino M. Husein Mohi, S.T., M.Si, dalam paparannya menyampaikan bahwa digitalisasi koperasi bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mendesak agar koperasi tetap relevan di tengah perubahan zaman. Ia menekankan bahwa koperasi sebagai simbol ekonomi gotong royong harus mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi untuk memperkuat daya saing dan kemandirian bangsa.
Menurut Elnino, dari lebih dari 127 ribu koperasi aktif di Indonesia, baru sekitar 23 persen yang telah memanfaatkan teknologi digital. Padahal, dengan penetrasi internet mencapai 79,5 persen dari total populasi, peluang digitalisasi koperasi masih sangat besar. “Transformasi digital harus dilakukan tidak hanya dari sisi teknologi, tetapi juga pola pikir dan budaya organisasi,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa digitalisasi koperasi dapat dilakukan melalui tiga aspek utama: manajemen digital, pemasaran digital, dan komunikasi publik digital. Ketiganya saling berkaitan untuk menjadikan koperasi lebih efisien, transparan, dan inklusif. Elnino mencontohkan sejumlah koperasi di Jawa Barat dan Bali yang telah sukses memanfaatkan platform digital untuk menjangkau pasar nasional maupun global.
“Digitalisasi bukan untuk menggantikan gotong royong, tetapi memperluas jangkauannya. Koperasi Merah Putih menjadi simbol bahwa nilai kebersamaan tetap hidup di era digital,” ujarnya menutup pemaparan.
Sementara itu, Dr. Rulli Nasrullah, M.Si, selaku praktisi kehumasan dan pakar budaya digital, menyoroti pentingnya aspek komunikasi publik dalam proses transformasi digital koperasi. Ia menjelaskan bahwa digitalisasi koperasi bukan hanya soal membangun aplikasi, tetapi juga membangun ekosistem komunikasi publik yang terbuka, transparan, dan partisipatif.
“Koperasi harus menjadi media dua arah antara pengurus dan anggota. Laporan keuangan, hasil rapat, hingga kegiatan bisa disiarkan secara digital agar menumbuhkan rasa percaya dan keterlibatan anggota,” jelas Rulli.
Rulli juga mengingatkan bahwa keberhasilan digitalisasi sangat bergantung pada literasi digital. Berdasarkan survei Kementerian Kominfo tahun 2024, skor literasi digital Indonesia baru mencapai 3,65 dari 5, kategori “sedang”. Menurutnya, koperasi perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah dan startup lokal, untuk memperkuat kapasitas digital pengurus serta membangun sistem yang aman dan transparan.
“Koperasi digital harus memadukan nilai lama bangsa — gotong royong, solidaritas, dan kejujuran — dengan nilai baru era digital: transparansi, kolaborasi, dan inovasi,” ujarnya.
Adapun Tomi Ishak, S.Pd., M.Si, pegiat literasi digital, menegaskan bahwa digitalisasi koperasi menjadi kunci memperkuat ekonomi inklusif di Indonesia. Ia menyoroti masih rendahnya adopsi teknologi di kalangan koperasi, di mana hanya 20 persen koperasi yang sudah terdigitalisasi.
“Masih banyak koperasi yang melakukan pencatatan manual dan belum memiliki sistem komunikasi digital yang efektif. Padahal, dengan teknologi digital, koperasi bisa meningkatkan efisiensi, memperluas akses pasar, dan memperkuat kepercayaan anggota,” jelasnya.
Menurut Tomi, digitalisasi juga membuka peluang besar bagi generasi muda untuk terlibat dalam gerakan koperasi. Dengan pendekatan digital, koperasi dapat tampil modern dan menarik bagi kalangan milenial dan Gen Z. Ia juga menekankan pentingnya keamanan data serta kepatuhan terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
“Digitalisasi bukan untuk menggantikan manusia, melainkan untuk memberdayakan manusia. Dengan teknologi, nilai gotong royong justru bisa tumbuh lebih luas,” tambahnya.
Para narasumber sepakat bahwa keberhasilan digitalisasi koperasi membutuhkan kolaborasi lintas sektor — pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat. Program pemerintah seperti Transformasi Digital Koperasi dan UMKM, Desa Digital, serta Gerakan Literasi Digital Nasional dinilai harus terus diperkuat agar koperasi di seluruh Indonesia dapat mengakses peluang digital secara merata.
Forum diskusi ini menegaskan kembali bahwa koperasi digital adalah masa depan ekonomi Indonesia. Melalui semangat Koperasi Merah Putih, digitalisasi bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang memperkuat nilai-nilai kebersamaan, kejujuran, dan solidaritas ekonomi.
Seperti yang ditegaskan dalam kesimpulan forum, “Digitalisasi koperasi bukan sekadar transformasi teknologi, melainkan transformasi budaya menuju ekonomi rakyat yang berdaulat dan berkeadilan.”












