Jakarta, 24 September 2025 – Webinar bertajuk “Ruang Digital Ramah Anak” menghadirkan Anggota Komisi I DPR RI Drs. H. Taufiq R. Abdullah, M.A.P., Praktisi Komunikasi Dr. Usman Kansong, serta pegiat literasi digital Fikria Najitama. Diskusi menyoroti tantangan besar yang dihadapi anak-anak di ruang digital, mulai dari paparan konten negatif, kecanduan gawai, hingga lemahnya pengawasan terhadap penggunaan internet.
Dalam pemaparannya, Taufiq R. Abdullah menekankan bahwa perkembangan teknologi digital yang begitu cepat membawa risiko besar bagi generasi muda. Ia menyoroti maraknya konten hoaks, ujaran kebencian, pornografi, perjudian online, hingga ajakan radikalisme yang mudah diakses anak-anak.
“Ruang digital kita saat ini diwarnai banyak konten negatif. Tantangan menciptakan ruang digital yang ramah anak tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah atau platform, tetapi juga membutuhkan partisipasi masyarakat. Kita harus menjadi kontra content creator, yaitu mengisi ruang digital dengan konten positif, edukatif, dan sesuai akhlak,” tegas Taufiq.
Sementara itu, Dr. Usman Kansong menekankan perlunya memperbesar dampak positif teknologi sekaligus meminimalisasi sisi negatifnya. Ia menjelaskan tiga pilar utama ruang digital ramah anak, yakni peran negara, platform digital, dan keluarga.
Menurutnya, pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 atau PP Tunas, yang mewajibkan platform digital melindungi anak di ruang maya, termasuk dalam penerapan batas usia dan verifikasi akun. “Perlindungan anak harus lebih diutamakan daripada kepentingan komersial. Platform digital memiliki tanggung jawab utama, sementara masyarakat berperan melalui pengawasan dan teladan, terutama orang tua,” jelas Usman.
Pegiat literasi digital, Fikria Najitama, turut mengingatkan bahwa Indonesia saat ini menjadi salah satu negara dengan tingkat kecanduan gawai tertinggi di dunia, dengan rata-rata penggunaan ponsel mencapai 6,5 jam per hari. Ia memaparkan dampak serius dari penggunaan gawai tanpa kendali, mulai dari gangguan tidur, obesitas, masalah penglihatan, hingga cyber bullying dan paparan konten pornografi.
“Jangan sampai handphone orang tua menjadi sumber masalah anak. Sejak usia dini, anak yang diberikan gadget berisiko mengalami gangguan bahasa, kecanduan game online, hingga menjadi korban kejahatan digital. Solusinya adalah membangun kebiasaan baru, mengatur waktu, serta diskusi terus-menerus dalam keluarga. Orang tua harus memberi contoh lebih dulu jika ingin menciptakan ruang digital yang ramah anak,” ujar Fikria.
Webinar ini menegaskan bahwa membangun ruang digital yang aman, sehat, dan ramah anak membutuhkan sinergi antara regulasi negara, tanggung jawab platform, serta kesadaran orang tua dan masyarakat.